Liberal Arts Colleges – the what, the why and the comparison

11
7356

Liberal arts colleges adalah sebuah tipe sekolah di Amerika yang masih jarang didengar oleh masyarakat Indonesia. Meski demikian, Liberal Arts Colleges, seperti Williams College, Wesleyan University, dan Amherst College, adalah bagian penting dalam sistem pendidikan di Amerika Serikat. Lulusan-lulusan terkenal dari liberal arts colleges diantaranya adalah Presiden AS Ronald Reagan dan Richard Nixon, mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan, Sekretaris Negara AS Hillary Clinton, aktor Christopher Meloni (Law & Order), aktris Lisa Kudrow (Friends) dan Meryl Streep, dan penyanyi Taiwan Wang Lee Hom. Mari baca lebih lanjut mengenai sistem pendidikan yang agak berbeda dengan sistem yang banyak ditemukan di Indonesia ini!

Liberal arts colleges adalah sekolah-sekolah yang menaruh fokus utama pada pendidikan S1 (undergraduate study). Perbedaan utama antara liberal arts colleges dan universitas-universitas lain adalah kebanyakan sekolah-sekolah ini tidak mempunyai program sarjana S2 atau S3 (graduate study). Sebuah liberal arts college biasanya mengharuskan siswa-siswinya untuk mengambil lebih banyak mata pelajaran di luar mata kuliah pokok. Umumnya, gelar Bachelor of Arts atau Bachelor of Science diberikan seperti di universitas-universitas lainnya.

Mungkin banyak yang bertanya, apakah sekolah-sekolah ini lebih berfokus pada bidang seni, karena namanya mengandung istilah arts? Sama sekali tidak. Sebenarnya pada zaman dahulu istilah ini mengacu ke semua mata pelajaran yang dianggap penting dipelajari oleh rakyat bebas. Grammar, retorik dan logika adalah beberapa mata pelajaran pokok saat itu. Pada abad pertengahan, mata pelajaran ini diperluas untuk mencakup matematika, geometri, ilmu jiwa, dan ilmu alam. Sekarang liberal arts colleges menawarkan banyak mata pelajaran yang populer, seperti ilmu alam (fisika, kimia, dan biologi), matematika, ekonomi dan bisnis, pendidikan, ilmu jiwa, filosofi, geologi, dan lain sebagainya. Ilmu teknik juga dapat ditemukan di beberapa liberal arts college, walaupun kebanyakan tidak menawarkannya.

Ranking liberal arts colleges biasanya terpisah dari ranking universitas yang mempunyai fokus di riset dan pendidikan pasca sarjana. Ini karena kita membandingkan dua sistem yang berbeda, jadi tidaklah masuk akal kalau menggunakan hanya satu ranking universal. Ranking liberal arts colleges dapat dilihat di website U.S. News and World Report yang juga memberikan informasi mengenai biaya sekolah dan populasi siswa.

Dalam tulisan saya di bawah ini, saya berharap bisa memberi lebih banyak informasi tentang liberal arts colleges berikut perbandingannya dengan universitas riset. Perbandingan ini mungkin cenderung memihak ke liberal arts colleges tapi saya berharap bisa memberikan sedikit gambaran yang faktual mengenai kelebihan dan kekurangan kedua sistem ini.

1. Student-focused

Di universitas-universitas riset, tugas utama profesor adalah menghasilkan penelitian yang inovatif, sedangkan di liberal arts college, tugas utamanya adalah untuk mengajar. Tentunya ada pro dan kontra dari kedua sistem ini. Di satu sisi, profesor yang unggul dalam bidangnya dan melakukan riset terobosan sedikit banyak akan melimpahkan pengetahuannya ke murid didiknya. Dalam ceramahnya, profesor ini dapat membicarakan tentang penemuan terkini karena dia lebih mengikuti tren-tren baru dalam bidangnya. Di sisi lain, profesor di universitas riset tidak bisa meluangkan banyak waktu untuk mempersiapkan materi pengajaran. Kepala departemen saya di bidang teknik Sipil, misalnya, pernah berkomentar bahwa seorang profesor di Stanford University yang mempunyai riset yang bagus tapi kemampuan mengajar yang sedang-sedang saja masih banyak diincar pihak universitas, tapi seseorang yang pandai mengajar dengan riset yang sedang-sedang saja akan mudah dikritik (baca: dipecat). Inilah realitas dari universitas riset. Tentu saja selalu ada profesor yang dapat mengajar dan masih bisa melakukan riset yang mengagumkan, tapi maksud saya adalah mengajar bukanlah prioritas utama mereka.

Di sebuah liberal arts college, yang sebaliknya malah terjadi. Tugas utama profesor adalah menyampaikan pengajaran yang berkualitas kepada murid-muridnya. Di sini, seorang profesor masih harus melakukan riset dan masih dievaluasi berdasarkan kualitas penelitiannya, tapi faktor ini kurang ditekankan dibandingkan dengan kemampuan mengajarnya. Di universitas riset, evaluasi yang gemilang dari murid-murid kadang dilihat sebagai pertanda aktivitas riset yang terbengkalai, tapi di liberal arts college ini justru menjadi faktor penting dalam memutuskan apakah kontrak profesor ini akan diperpanjang.

Kesimpulannya adalah kualitas pengajaran di liberal arts college sangat tinggi karena profesor-profesornya menghabiskan lebih banyak waktu untuk menjamin penyampaian yang efektif, tapi pengajaran di universitas riset dapat dilengkapi dengan pengetahuan profesor yang berlimpah sebagai pakar dalam bidangnya yang dapat memberikan perspektif yang unik.

2. Jumlah murid yang kecil

Liberal arts colleges mempunyai kelas dengan jumlah murid yang minim. Untuk kelas-kelas tahun ketiga atau keempat, rata-rata jumlah murid sekitar 10-15 orang dalam satu kelas, walaupun kelas-kelas tahun pertama bisa mencapai angka yang lebih tinggi. Di universitas, jumlah ini jauh lebih besar.

Total populasi murid di liberal arts college yang lebih kecil dibandingkan universitas riset juga adalah sebuah nilai tambah. Ini berarti setiap murid dapat menjalin hubungan yang erat dengan murid lainnya karena mereka akan sering bertemu di dalam kampus.

Populasi murid yang kecil juga berarti rasio murid-guru (student-faculty ratio) yang kecil. Rasio ini bisa mencapai 7 banding 1 (7 murid untuk setiap guru) untuk top ranking liberal arts colleges. Setiap murid akan mendapat banyak perhatian dari profesornya di dalam ataupun di luar ruangan kelas. Di samping itu, pekerjaan mengoreksi PR dan ujian dilakukan oleh profesor sedangkan pekerjaan ini kadang disisihkan untuk Teaching Assistant (TA) – biasanya seorang mahasiswa S3 – di universitas riset. Kadang kala tanggung jawab memberikan ceramah juga diberikan kepada sang TA. Tentunya ada banyak TA yang kompeten di universitas riset. Sebagai mahasiswa, mereka lebih mengerti apa yang dilalui murid-murid dan kadang bisa sangat termotivasi untuk mengajar dengan baik. Tapi kurangnya pengalaman bisa menjadi sebuah kendala dalam mewujudkan penyampaian materi yang efektif.

3. Persiapan untuk karir dan pendidikan pasca sarjana

Bagaimanakah liberal arts colleges mempersiapkan lulusannya untuk menghadapi tantangan ke depan? Pertanyaan ini dijawab secara ringkas dalam pidato UnderSecretary untuk Amerika Serikat, Martha J. Kanter [1]:

Hanya 3 persen lulusan S1 di Amerika yang belajar di liberal arts college, tapi alumninya terdiri dari 20% semua Presiden AS. Sekitar 20% pemenang Pulitzer Prize dari 1960 sampai 1998 di bidang drama, sejarah, dan puisi menerima gelar mereka dari liberal arts colleges.

Liberal arts colleges memproduksi dua kali lebih banyak sarjana S3 dibandingkan institusi lainnya. Sekitar satu dari 12 CEO terkaya di negara ini lulus dari institusi liberal arts.

Salah satu kualitas khusus dari liberal arts colleges adalah kekuatan dari pembelajaran lintas-disiplin (cross-disciplinary learning). Seperti yang dikatakan Jim Leach, ketua dari ‘National Endowment for the Humanities’, “Penemuan paling bermakna dari sebuah pendidikan liberal arts adalah bahwa segala sesuatu itu berhubungan dengan yang lainnya, walaupun kita tidak langsung mengetahuinya. Penjalinan bersama tali-tali pengetahuan ini akan menghasilkan sebuah karya yang tak terbayangkan sebelumnya.”

Dalam pidato ini, Martha J. Kanter memberikan beberapa fakta yang menarik mengapa liberal arts colleges tidak kalah saing dengan universitas lainnya. Alasan mengapa banyak yang mau merekrut lulusan liberal arts college adalah karena mahasiswanya dididik untuk mengasah kemampuan berpikir secara kritikal, menulis dan berkomunikasi, dan keahlian-keahlian ini sering diperlukan di dalam karir.

4. Uang Sekolah dan Financial Aid

Karena liberal arts colleges kebanyakan adalah institusi swasta yang tidak disubsidi oleh pemerintah, uang sekolahnya tergolong tinggi jika dibandingkan universitas negara yang besar. Namun, harga yang tinggi ini diimbangi dengan financial aid atau bantuan keuangan yang berlimpah. Banyak liberal arts colleges menawarkan financial aid penuh kepada murid-muridnya. Website ini mengulas sekolah-sekolah yang memberikan tunjangan finansial untuk murid internasional seperti kita-kita dari Indonesia. Dari website ini bisa dilihat bahwa banyak diantara sekolah-sekolah yang memberikan financial aid yang besar ini memang adalah liberal arts colleges.

Keputusan untuk masuk ke liberal arts college atau ke universitas riset tergantung pada kepribadian dan preferensi masing-masing. Jika kamu menghargai interaksi dengan profesor, perhatian yang lebih, dan pengajaran yang dipribadikan, liberal arts college mungkin cocok untuk kamu. Sebaliknya, jika kamu lebih independen, dan sudah tahu pasti apa yang mau kamu pelajari, mungkin lingkungan universitas lebih cocok untuk kamu. Semoga tulisan ini dapat memberikan sedikit gambaran untuk membantu kamu memutuskan sistem mana yang sesuai dengan kepribadian kamu. Sampai di sini dulu dan terima kasih.

Referensi:
1. The Relevance of Liberal Arts to a Prosperous Democracy: Under Secretary Martha J. Kanter’s Remarks at the Annapolis Group Conference. ed.gov

 

Photo by Tomwsulcer via Wikimedia Commons


BAGIKAN
Berita sebelumyaEssay: Why am I Majoring in Computer Science
Berita berikutnyaIs there any chance to get a job in USA?
Martin Tjioe is currently working as a geomechanicist with Shell Exploration and Production Company in New Orleans, LA. He attained his MS and PhD in Civil and Environmental Engineering from Stanford University. For his undergraduate study, he went to Lafayette College, a small Liberal Arts College in Easton, Pennsylvania where he had a chance to double major in A.B. Mathematics & Economics, and B.S. Civil Engineering. He is fortunate to have received full financial aid to study both at Lafayette and Stanford and he encourages other Indonesian students to look into these opportunities. Prior to studying in the U.S., he was an ASEAN scholar studying in Singapore's Victoria School (VS) and National Junior College (NJC). He is from Medan, and he is passionate about helping talented students obtain the quality education they deserve.

11 KOMENTAR

  1. It is pretty hard to get a (good) job in Indonesia after graduating from a top liberal arts college, mostly due to the low brand recognition and network. Source: Got a cousin who graduated from a US News top 10 liberal arts college and then was unemployed for ±1.5 years before (forced into) going to graduate school. He’s probably more of an exception rather than the rule, but definitely something to consider.

    • Indeed, liberal arts colleges are still largely unknown to the Indonesian community, and it is unfortunate that a talent is not recognized and assessed properly, but here is hoping that it will change. Given the increasingly more globalized world, I’m pretty sure liberal arts colleges will become more and more popular among Indonesians.

  2. Indonesians interested in going to a liberal arts university with a full tuition scholarship should check out the Wesleyan Freeman Asian Scholarship program.

  3. […] Definisi dan kelebihan sistem pendidikan tinggi berbasis liberal arts sudah pernah dibahas sebelumnya secara mendalam oleh kontributor-kontributor Indonesia Mengglobal. Pada dasarnya, institusi liberal arts ingin menjamin lulusannya mampu berpikir kritis dan holistik dengan mewajibkan suatu kurikulum inti yang tersusun dari beberapa area keilmuan. Mahasiswa biasanya harus mengambil mata kuliah dari tiap-tiap area tersebut. Misalnya, area keilmuan itu bisa berupa ilmu sosial, ilmu budaya, serta sains murni. […]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here