Melanjutkan studi Strata 2 (S-2) adalah sebuah dilema bagi banyak freshgraduate. Dilema yang mereka hadapi diantaranya adalah mengenai pilihan untuk melanjutkan studi S-2, dengan kemungkinan jaminan kemudahan memperoleh pekerjaan, atau untuk langsung bekerja selepas lulus dari S-1. Dilema ini pulalah yang pernah saya alami dulu ketika lulus dari S-1 pada tahun 2004. Pada waktu itu gelar S-2 adalah sebuah gelar yang prestisius, sehingga biaya yang dikeluarkan pun cukup banyak, setimpal dengan prestis yang didapatkan (meskipun juga belum tentu ada jaminan bahwa dengan memperoleh gelar S-2 akan mudah mendapatkan pekerjaan). Akhirnya saya memutuskan untuk bekerja – dan alhamdulillah saya diterima sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Meski telah diterima sebagai PNS, hasrat saya untuk melanjutkan studi S-2 tidaklah pudar.
Pilihan saya untuk bekerja setelah lulus dari S-1 didasari dua pertimbangan. Pertama, masalah biaya. Saya tidak ingin membebani orang tua dengan membiayai studi S-2 saya. Pertimbangan kedua adalah tidak adanya jaminan bahwa gelar S-2 akan memudahkan proses pencarian pekerjaan.. Maka saya memutuskan untuk melanjutkan S-2 setelah bekerja. Setelah posisi pekerjaan saya mapan, saya berniat untuk melanjutkan studi S-2 dengan pembiayaan dari beasiswa dan perburuan pun dimulai.
Ternyata memperoleh beasiswa adalah sesuatu yang gampang-gampang susah. Artinya, kualitas diri kita memegang peranan yang sangat besar bagi lolos atau tidaknya kita dalam memperoleh beasiswa. Sedikit tips yang bisa saya sampaikan (berdasarkan pengalaman yang saya rasakan) adalah kita perlu membekali diri dengan kemampuan penguasaan Bahasa Inggris yang baik. Saat ini hampir seluruh lembaga donatur beasiswa mensyaratkan adanya kemampuan tersebut dan ditunjukkan dengan kepemilikan sertifikat TOEFL/IELTS.
Kesempatan pertama untuk memperoleh beasiswa dating pada tahun 2009. Ketika itu program studi Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro bekerjasama dengan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri, Kemdikbud RI (Biro PKLN) membuka pendaftaran beasiswa unggulan yang diperuntukkan bagi semua kalangan atau non-dosen. Saya pun mencoba pada tahun tersebut, tapi agaknya keberuntungan belum berpihak pada saya. Saya dinyatakan gagal. Seleksi yang diadakan meliputi tes TOEFL, potensi akademik, membuat makalah, dan menyusun proposal penelitian. Kegagalan tersebut menjadi pelajaran berharga bagi saya dan menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan di masa yang akan dating. Saya percaya, selalu ada kesempatan berikutnya bagi orang yang terus berusaha – dan keberuntungan hanya berpihak kepada orang-orang yang mau berusaha dan terus belajar meningkatkan kemampuan diri.
Kesempatan berikutnya datang pada tahun 2011, untuk program yang sama. Alhamdulillah hasilnya saya dinyatakan diterima, dengan beasiswa pendidikan Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro (Undip) melalui program Beasiswa Unggulan. Menariknya, program Beasiswa Unggulan dari Biro PKLN tersebut menawarkan pilihan program Double Degree dengan universitas di luar negeri yang telah bekerjasama dengan universitas di Indonesia (dalam hal ini adalah Undip).
Beberapa pilihan negara yang ditawarkan diantaranya adalah Amerika Serikat, Australia, Belanda, Perancis, Ceko, dan Malaysia. Pilihan saya pun jatuh pada Malaysia dengan berbagai pertimbangan, diantaranya adalah dari segi jarak tempuh yang relatif dekat dengan Indonesia, segi budaya dan iklim yang relatif sama, serta biaya hidup yang mirip dengan Indonesia. Karena nominal beasiswa yang diberikan tidak total, faktor ekonomi menjadi bahan pertimbangan utama saya memilih negara Malaysia sebagai negara tujuan program Double Degree.
Bagi kawan-kawan yang tertarik untuk mendapatkan beasiswa unggulan dari Biro PKLN Kemdikbud dapat mengakses website ini.
Semoga bermanfaat!
Photo credit: Kuala Lumpur, from Wikimedia