“Perbedaan antara seniman dan penganggur itu tipis,” kata salah satu teman baruku, seorang seniman dan sastrawan senior. Setelah satu dekade menekuni seni sandiwara dan juga menulis, ini pertama kalinya aku dengar ucapan seperti ini keluar dari mulut seorang seniman, seakan mengakui kenyataan yang pahit ini. “Lalu kenapa bapak jadi seniman?” tanyaku, sedikit tidak puas dengan perkataannya. “Boleh saya tanya sesuatu dulu?” Ia berpaling ke arah diriku dan meneruskan pertanyaannya, “Kamu sendiri kenapa belajar teater?” Ku kira ini adalah salah satu pertanyaan paling menarik ataupun monumental bagi seniman-seniman serta pelajar seni di mancanegara. Setelah berpikir lebih lanjut, dua pertanyaan lainnya ikut muncul dalam angan-anganku. Pertama, apakah seni bisa memperbaiki situasi di Indonesia? Dan yang kedua adalah apakah pengetahuan tentang seni bisa memperkaya hidup dari individu-individu yang tidak bergulat di dunia seni, seperti businessman, bankir, atlit, guru, dan seterusnya.
Pertama-tama, jika profesi seni tidak begitu dihargai, mengapa aku jauh-jauh belajar teater di Amerika Serikat? Lucunya, pertanyaan ini tidak begitu sering muncul dibenakku, mungkin karena adanya orang tua yang terus mendukung dan juga program universitas yang mendorong mahasiswa/i-nya untuk mendalami beberapa bidang yang sangat berbeda. Tapi, kukira jawabannya tersembunyi di masa laluku serta identitasku. Sebagai pencinta teater dan juga seni lainnya seperti seni lukis dan sastra, diriku tidak pernah bebas dari dunia seni untuk kurun waktu lebih dari setahun.
Sejak kecil, orang tuaku yang bukan seniman dan mungkin bisa tergolong individu-individu yang canggung di bidang seni memberikanku kesempatan untuk mengikuti les seni, dari les menggambar manga sampai beryanyi. Untuk seseorang yang sensitif, aku jarang merasa marah atau terganggu dengan pertanyaan ataupun komentar yang merendahkan nilai bidang seni, karena aku sadar dan percaya bahwa seni adalah bagian dari identitas dan juga callingku. Bekerja di teater sambil menjadi penulis freelance adalah bagian hidupku yang sulit untuk dipisahkan dari identitasku, sebab dua hal itu adalah passionku.
Indonesia, menurutku, bisa menggunakan seni sebagai mekanisme positif. Setiap kali aku berkunjung ke sanggar seni atau bertemu dengan seniman senior di café, aku tidak habis pikir bagaimana mereka bisa saling menerima satu sama lain tanpa memikirkan latar belakang setiap orang di ruangan itu. Contohnya, pertanyaan pertama yang kebanyakan teman-temanku ajukan kepada seorang sosok baru adalah projek yang telah dilakukannya, bukan asal usul atau pekerjaan, ataupun usia orang itu.
Kita anak bangsa terlalu sering menilai kenalan baru berdasarkan merek tas, profesi orang tua, atau usia. Mengapa kita tidak menilai orang lain berdasarkan ketertarikan dan kegemaran atau passion? Ku kira dengan memperhatikan hal-hal ini daripada unsur-unsur material, rakyat Indonesia bisa lebih bersatu. Selebihnya, berhubung adanya kemungkinan untuk perbedaan passion ataupun ketertarikan yang saling bertabrakan, mungkin ada baiknya untuk belajar berpikir terbuka dan menanam benih keingintahuan. Ingat, dua talenta dan kegemaran yang berbeda ataupun berlawan bersifat saling melengkapi.
Hal terakhir adalah pentingnya unsur seni dalam kehidupan sehari-hari serta profesional seorang anak bangsa. Seni yang bisa dibagi berdasarkan jenis dan juga kegunaan ada banyak manfaatnya bagi setiap individu. Seringkali ku dapati pelajar maupun mereka yang sudah terjun ke dunia kerja kesulitan menyampaikan presentasi serta menulis dengan luwes. Kiranya halangan-halangan ini bisa dilewati dengan latihan pernapasan, postur, vokal, dan juga akting yang termasuk dalam pendidikan seni tampil. Di Amerika Serikat, banyak manager serta atasan dalam perusahaan besar yang dikirim untuk berlatih dengan guru akting untuk mengembangkan tingkat percaya diri serta kemampuan presentasi.
Bidang seni lainnya juga bermanfaat untuk individu-individu yang belum tentu bergulat dalam dunia seni. Kelas sastra sering digunakan di AS untuk membantu para staff menulis dengan lebih bebas. Mengembangkan imajinasi lewat latihan sastra dan juga seni visual bisa menghasilkan meningkatnya kemampuan problem-solving. Sebagian besar dari dunia teater, musik dan dansa sangat mementingkan disiplin. Datang tepat waktu, berkontribusi, berlatih, dan juga mempersiapkan diri untuk setiap pertemuan serta pertunjukan sangat diutamakan. Unsur-unsur disiplin ini tidak hanya penting di dalam dunia seni, tetapi juga dalam dunia profesional.
Memilih untuk menjadi seniman sering diikuti stigma bahwa jalan hidup tersebut ada kalanya berakhir dengan pengangguran serta kesulitan membiayai hidup. Di dalam masyarakat umum, seniman karapkali tampak malas. Tetapi kultur dari kebanyakan grup seniman yang terbuka dan hangat tidak semata-mata negatif, melainkan bisa memperat hubungan antara rakyat Indonesia yang memiliki berbagai latar belakang. Selebihnya, seniman bisa dibilang adalah salah satu bagian dari masyarakat yang benar-benar mendengarkan isi hati mereka dan mengikuti mimpi, walaupun dihempa angin topan berupa komentar negatif dari keluarga maupun teman-teman.
Tingkah laku seniman yang biasanya diperoleh lewat pendidikan formal serta training di sanggar-sanggar seputar Indonesia juga bisa diterapkan dalam dunia profesional dan akademis. Contohnya, pemimpin dari perusahaan ataupun manager yang bermaksud menaiki tangga kesuksesan bisa memperbaiki teknik presentasi mereka dengan belajar dari pelakon seni tampil yang terbiasa berbicara dan tampil di depan umum. Aku sendiri menekuni bidang teater, serta bekerja sebagai penulis freelance bukan semata-mata mencari sedekah, melainkan untuk mendalami talenta serta bagian dari identitasku yang sudah dibangun sejak kecil. Aku pikir masyarakat perlu mulai belajar lebih banyak tentang pentingnya membangun apresiasi terhadap dunia seni Indonesia yang amat kaya dan beragam dengan mengevaluasi persepsi umum tentang seniman serta menggali kegunaan dari dunia seni bagi bangsa serta individu masing-masing.
Salah satu profesi yang bisa menyatukan seluruh bangsa adalah seniman. Seniman selalu memberikan pertunjukan / karya yang unik dan orisinil. Keunikan sebuah negara dikarenakan rakyatnya yang memiliki hati seniman untuk menciptakan ide yang baru dan mampu dimengerti semua bangsa.
Indonesia harus bangga memiliki Robyn yang memilih untuk mendalami seni yang seringkali kurang dihargai di mata rakyat Indonesia. Semoga artikel ini mampu menggugah hati para orangtua yang melarang jiwa seni anaknya atau memberi dukungan bagi para seniman untuk terus berkaya demi tanah air kita, Indonesia!
Kata “seniman” dan kata “profesional” jarang sekali terlihat berdiri bersebelahan. Apakah karena seniman tidak mau disebut profesional atau karena profesional tidak mau disebut seniman? Mungkin ada yang bisa menerangkan lebih lanjut?
For those interested in reading the piece in English, I have posted the translated version in my blog. Here’s the link: http://www.kisahjika.com/2013/10/art-indonesian-calling-translation-of.html
Enjoy!