Melanjutkan Studi Master di Australia lewat Australian Awards Scholarship

4
1308

Pada saat menerima beasiswa study abroad di Australia tahun 2009 lalu, langsung terbersit dibenak saya untuk kembali ke Negeri Kangguru guna melanjutkan perkuliahan jenjang master. Alasannya sederhana, yakni karena saya sudah merasa cocok dengan sistem pendidikan di Australia.  Secara pribadi, ada beberapa alasan mengapa saya ingin melanjutkan perkuliahan di Australia:

1. Interaksi

Di Australia, dosen sangat menghargai interaksi dengan mahasiswa. Hal ini tidak hanya terbatas pada interaksi di ruang kelas tetapi juga dalam tugas perkuliahan. Di hampir setiap esai yang saya buat, selalu ada komentar panjang dari dosen mengenai isu tulisan saya.

2. Kasualitas

Saya adalah tipe orang yang tidak suka formalitas. Berkuliah di Australia artinya saya bisa masuk keluar ruangan kelas dengan baju kaus, celana pendek dan sandal. Ditambah lagi, suasana di dalam ruangan kelas terasa santai dan interaksi dengan pengajar di luar ruangan kelas sangat lepas.

3. Diversity

Melanjutkan studi di Australia artinya membuka peluang saya untuk berinteraksi dengan mahasiswa dari seluruh penjuru dunia. Saya yakin berkomunikasi dengan mahasiswa dari berbagai latar belakang bangsa dan budaya dapat memperluas wawasan dan cara pandang saya.

4. Perpustakaan

Di Australia ada banyak sekali perpustakaan, mulai dari perpustakaan universitas, perpustakaan city, perpustakaan state, perpustakaan nasional, dll.  Selain koleksinya cukup lengkap, fasilitas yang disediakan oleh pengelola membuat saya betah berada di dalam perpusatakan selama berjam-jam.

Dengan alasan tersebut diatas, maka semenjak kembali ke Indonesia saya bertekat untuk melanjutkan perkuliahan ke Australia melalui  program beasiswa. Kebetulan pemerintah Australia lewat program Australia Awards Scholarship/AAS (dulu bernama Australian Development Scholarship) memberikan beasiswa bagi warga negara Indonesia yang hendak melanjutkan perkuliahan jenjang S2 dan S3 di salah satu perguruan tinggi di Australia.

Mengetahui adanya peluang  tersebut, saya kemudian mempersiapkan diri dengan matang semenjak lulus S-1. Secara ringkas ada beberapa hal yang saya lakukan sebagai persiapan melamar beasiswa AAS:

1. Mengumpulkan banyak informasi 

Saya rajin membuka website resmi AAS untuk mencari tahu lebih dalam mengenai  persyaratan serta beneficial target dari beasiswa tersebut. Selain itu, saya juga rajin browsing di internet mengenai  program studi dan universitas di Australia yang kira-kira sesuai dengan passion saya. Tidak hanya lewat internet, saya juga hadir di berbagai pameran pendidikan yang menggandeng perwakilan universitas dari Australia. Untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat, saya kerap berkomunikasi dengan para alumni dan juga mahasiswa yang masih berkuliah di Australia melalui program beasiswa AAS. Segala jenis informasi yang saya dapatkan dan saya kira penting, saya simpan di dalam satu folder di komputer dan di runut berdasarkan kategorinya, misalnya: Universitas di Australia, Tips Beasiswa, Program Study,  etc.

2. Mengumpulkan semua dokumen yang diperlukan dengan rapi

Pada umumnya program beasiswa akan meminta calon pelamar untuk mengirimkan dokumen yang isinya kurang lebih sama yakni:

  • CV
  • Transkrip dan Ijazah
  • English Language Certificate
  • Identitas (Akta Lahir, KTP dan/atau Pasport)
  • Motivation Letter
  • Recomendation Letter (biasanya dua yakni dari pembimbing akademis dan atasan kerja)

Kecuali  dua poin yang disebut terakhir, beasiswa AAS juga mensyaratkan dokumen-dokumen tersebut. Seluruh dokumen yang kiranya diperlukan untuk pendaftaran AAS, saya siapkan jauh-jauh hari.  Khusus beasiswa AAS, terdapat daftar dokumen optional yang tidak wajib diikutsertakan. Namun supaya aplikasi saya lebih terkesan serius, saya ikut melengkapi dokumen tambahan tersebut. Semua dokumen yang diperlukan saya kumpulkan dengan rapi dan di foto kopi sebanyak tiga rangkap, sesuai dengan persyaratan.

Memastikan bahwa dokumen yang dikumpulkan lengkap dan sesuai dengan jumlah kopian yang diminta sangat penting, karena dari informasi yang saya dapatkan kebanyakan pendaftar AAS gagal dalam seleksi awal dikarenakan dokumen yang diminta tidak lengkap.

3. Mengisi Formulir Pendaftaran dengan Teliti

Beberapa pertanyaan dalam formulir pendaftaran merupakan pertanyaan umum mengenai data diri. Namun ada bagian penting di dalam formulir pendaftaran bernama supporting statement . Di bagian ini, pelamar seolah diminta untuk meyakinkan pihak AAS mengapa ia adalah kandidat yang tepat untuk menerima beasiswa. Dapat dibilang bahwa pertanyaan tersebut merupakan pengganti dari motivation letter, karena beasiswa AAS tidak mensyaratkan pelamarnya untuk menyertakan motivation letter.

Karena pertanyaan di bagian supporting statement sifatnya sangat personal, maka saya harus paham visi dan misi pribadi untuk melanjutkan perkuliahan dibidang yang ingin saya tekuni di Australia. Selain itu, saya juga harus bisa mencari benang merah antara latar belakang pendidikan dan karier dengan keinginan untuk berkuliah dan kontribusi yang dapat diberikan ke masyarakat. Selama proses pengisian pertanyaan, saya kerap meminta komentar dari orang-orang disekitar saya. Semakin banyak saya mendapat masukan, maka  semakin sering saya mengedit isian formulir dan semakin baik pula hasilnya.

4. Kemas Surat Rekomendasi yang Baik 

Walaupun tidak wajib, namun saya pribadi menganggap surat rekomendasi ini adalah sebuah nilai plus. Surat rekomendasi yang baik berasal dari sumber yang benar-benar kenal dengan individu yang direkomendasikannya secara profesional dan personal. Untuk pendaftaran AAS, saya melampirkan dua surat rekomendasi. Surat rekomendasi pertama saya berasal dari atasan saya di kantor terdahulu (beliau adalah ahli untuk bidang studi yang hendak saya tekuni di Australia yakni perubahan iklim). Surat rekomendasi saya yang kedua berasal dari dosen pengajar dari universitas tempat saya menimba pendidikan S-1.

5. Mempersiapkan interview dengan matang

Pada bulan Desember 2012, saya mendapatkan surat resmi dari Australian Awards Office Indonesia yang menyatakan bahwa saya adalah salah satu dari 757 kandidat yang terpilih untuk mengikuti seleksi tahap II: test interview dan bahasa Inggris. Angka tersebut merupakan shortlisted dari seluruh pelamar beasiswa AAS 2013 yang totalnya ada sekitar 4000-an orang.

Khusus untuk wawancara ADS, ada beberapa hal utama yang harus dipersiapkan:

1. Cek universitas dan subjek studi yang kamu hendak ambil di Australia. Pastikan bahwa kamu tahu keunggulan universitas tersebut, termaksud mengetahui mata kuliah yang hendak diambil dari subjek/konsentrasi yang kamu pilih.

2. Pelajari isu terkini dalam skala nasional dan global dari subjek studi/konsentrasi yang kamu pilih di jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Master atau PhD).

3. Pastikan bahwa subjek studi yang kamu pilih tersebut ada kaitannya dengan tempat kamu sekarang bekerja atau aktifitas utama yang kamu lakukan. Akan lebih baik lagi apabila subjek tersebut juga berkaitan dengan latar belakang pendidikan sebelumnya.

4. Cari benang merah dari ketiga hal tersebut dengan isian dalam formulir aplikasi yang telah kamu tuliskan.

Pada saat wawancara beasiswa AAS ada dua hal utama yang perlu kamu tegaskan kepada  pihak panelis.  Pertama, bagaimana kamu dengan program beasiswa AAS dapat memperkuat hubungan bilateral antara Australia dan Indonesia. Kedua, bagaimana ilmu yang kamu peroleh selama berkuliah di Australia dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi proses pembangunan di Indonesia.

Bila saya renungkan lagi, sebenarnya isi interview beasiswa tidak jauh beda dengan interview pekerjaan. Intinya si pewawancara hanya ingin memastikan kalau individu yang di wawancara tersebut adalah kandidat yang tepat dan sesuai dengan visi dan misi mereka dalam memberikan beasiswa.

Setelah melakukan persiapan diatas kurang lebih selama dua tahun, akhirnya usaha saya berbuah manis. Pada Februari 2013, saya mendapatkan email resmi dari Australia Awards Office Indonesia yang menyatakan bahwa saya adalah salah satu dari 438 penerima beasiswa AAS 2013. Lebih dari ekspektasi, saya ikut pula dinominasikan untuk Australian Leadership Awards (ALA) yakni suplementary award dalam bentuk training kepemimpinan yang diberikan oleh pemerintah Australia kepada 200 penerima AAS dari seluruh Asia Pasifik.

Berita baiknya adalah kuota penerima beasiswa AAS  tiap tahunnya selalu meningkat. Tahun ini pemerintah Australia menargetkan untuk memberi sekitar 500 beasiswa  AAS kepada masyarakat Indonesia. Jadi kalau kamu tertarik untuk melanjutkan perkuliahan jenjang S-2 atau S-3 dengan beasiswa penuh dari pemerintah Australia, segera cek websitenya (aplikasi biasanya di buka di awal tahun). Good luck!


BAGIKAN
Berita sebelumyaBeyond National Pride: Compassion and the Ethics of Global Citizenship
Berita berikutnyaDunia Seni Terbuka Untuk Anak Bangsa Indonesia
Olivia D. Purba received her bachelor degree in International Relations from University of Indonesia (2010). During her study, she was awarded Peace Scholarship to study abroad in Swinburne University of Technology, Australia, and selected as the participant for Study of the United States Institutes (SUSI) Program on Global Environmental Issues in the University of Montana, U.S.A. Following her graduation, she worked for nearly two years in the National Council of Climate Change Indonesia. At present, she works in the new School of Government and Public Policy in Jakarta. She is a recepient of the 2013 Australia Awards Scholarship and nominated for the 2014 Australian Leadership Awards.

4 KOMENTAR

  1. Terima kasih untuk penjelasannya yg sangat runut,
    perihal surat rekomendasi, apakah anda melampirkan surat rekomendasi bersama berkas-berkas dan application form awal, apakah ketika wawancara, atau ketika memilih universitas?

    terima kasih
    🙂

  2. Terimakasih untuk infonya sangat bermanfaat sekali semoga saya juga bisa mengikuti jejaknya 🙂
    Mohon juga penjelasannya bagaimana caranya supaya bisa mendapatkan LoA ??? 🙂

Tinggalkan Balasan ke sririla Batal balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here