Memilih Jurusan dan Karir yang Tepat: Sebuah Pengalaman Pribadi – Bagian 2

8
3376
Career-changing

Lanjutan dari Memilih Jurusan dan Karir yang Tepat: Sebuah Pengalaman Pribadi – Bagian 1

Soul Searching dan Kuliah Lagi!

Tetapi entah mengapa, ada sesuatu yang saya rindukan. Saya tidak puas. Saya ingin bergulat dengan sastra, bukan mengajar orang untuk bergulat dengannya. Saya putuskan untuk keluar dan take a year off. Saya memutuskan untuk mempelajari bahasa Mandarin selama setahun di China sambil berpikir ulang tentang yang saya ingin lakukan dalam hidup. Saya berpikir apakah saya harus tetap menjadi guru, mencari karier lain, atau mungkin mencari karier di penerbitan buku lagi walaupun yang ketiga rasanya agak mustahil. Sementara itu, penerjemahan paruh waktu masih berlanjut, walaupun dengan skala kecil.

Tuhan memang baik. Akhir studi setahun saya di Cina, saya mendapat kabar baik. Keluarga menyanggupi dan ingin saya melanjutkan studi di Australia jika saya ingin. Program studinya tergantung saya. Saya nekat ingin mewujudkan impian semasa kuliah S1 yaitu ingin menjadi editor buku Bahasa Inggris walaupun sempat galau karena saya yakin saya bukan seorang native speaker dan industri penerbitan sedang mengalami kesulitan karena masuknya faktor e-book. Industri buku rasanya kurang berprospek. Sekali lagi, saya berpikir jika memang mau bekerja keras dan benar-benar mau, kesempatan akan datang. Pergilah saya ke Melbourne, kota sastra dunia menurut UNESCO dan memilih program Master of Publishing and Communications di University of Melbourne yang memiliki opsi program magang.

Something is Still Missing…

Waktu berlalu, saya sudah beradaptasi dengan baik dengan lingkungan dan universitas saya. Kuliah editing dan penerbitan saya berlangsung dengan oke. Tapi saya masih kurang puas. Saya punya ambisi, saya tidak akan puas sebelum saya menjadi satu dari orang-orang terbaik di bidang saya. Satu semester berlalu, nilai saya oke, tapi bukan nilai yang terbaik meskipun rasanya saya sudah mengerahkan tenaga dan apapun yang saya bisa lakukan. Saya sadar ada faktor bahasa ibu/bahasa pertama yang harus saya perhatikan. Jika bahasa ibu saya bukan bahasa Inggris, bagaimana saya bisa menjadi seorang editor dalam bahasa Inggris yang terbaik? Apalagi saya belum pernah sekolah di sekolah internasional sebelumnya.

Saya pun berpikir, apakah saya masih mau mengubah haluan. Apa bidang yang dibutuhkan orang (1), yang sesuai dengan minat saya (2), dan yang saya jago lakukan (3)? Saya pernah baca buku karya Ken Robinson, seorang edukator asal Inggris yang berjudul The Element bahwa passion atau pekerjaan impian saya adalah pekerjaan yang menggenapi tiga hal tersebut. Tanpa sadar, benak saya mengingat bidang penerjemahan. Yang saya pikirkan:

  1. Bidang penerjemahan, khususnya penerjemahan tersumpah/resmi membutuhkan tenaga kerja. Walaupun makin banyak orang Indonesia bisa bahasa Inggris, bahasa Indonesia akan selalu jadi bahasa nasional. Apakah mereka bisa dua bahasa itu sama fasihnya? Selain itu mereka juga perlu penerjemah untuk dokumen-dokumen teknis, bisnis, hukum yang resmi. Penerjemahan mesin seperti Google Translate juga terbatas, mesin tidak dapat membaca konteks penerjemahan seperti seorang manusia. Saat ini, bidang ini relatif cukup aman dari bahaya disabot mesin.
  2. Bidang penerjemahan sesuai dengan minat saya, yaitu membaca dan menulis. Di kemudian hari, selain dokumen-dokumen teknis, bisnis, dan hukum, saya ingin menerjemahkan buku fiksi, the love of my life.
  3. Bidang penerjemahan merupakan bidang saya, bahasa dan sastra Inggris. Saya lumayan yakin dengan kemampuan saya di bidang ini dan berencana ingin memperdalamnya lebih lanjut agar bisa menjadi salah satu yang terbaik di bidang ini. Penerjemahan membutuhkan dua bahasa dan saya merupakan penutur asli salah satu bahasa tersebut.

Saya baru akan memulai studi penerjemahan saya bulan Maret 2015. Tetapi, saya cukup yakin bahwa penerjemahan akan menjadi bidang yang akan saya geluti dengan setia.

 

Yang Saya Ingin Catat dan Bagikan…

Berdasarkan pengalaman saya, hal yang  saya ingin catat dan bagikan adalah:

  1. Ada banyak alasan dalam memilih jurusan, entah itu karena dorongan orangtua, passion atau motivasi dari diri sendiri, kebetulan, bakat, kesempatan berupa beasiswa, ataupun keadaan ekonomi. Apapun alasan dalam memilih jurusan dan apapun jurusan anda, berusahalah sebaik-baiknya, berikan yang terbaik. Bersyukurlah, banyak orang di luar sana bahkan tidak dapat memperoleh kesempatan untuk kuliah.
  2. Cintai yang anda lakukan dan lakukan yang anda cintai.

Di bidang manapun, orang bisa sukses karena mereka belajar mencintai bidang mereka dan berusaha.

  1. Jika anda bebas memilih jurusan atau karir yang anda mau, temukan apa yang anda sukai. Ini bisa lewat tes IQ serta bakat dan minat, mencoba hal/hobi baru, dan mencoba mengikuti les tertentu.
  2. Cari informasi mengenai jurusan dan peluang kerjanya selengkap mungkin. Misalnya: jurusan matematika, peluang kerjanya tidak hanya menjadi guru matematika, tetapi juga analis forensik, kerja di lembaga statistik, aktuaria, dan lainnya.
  3. Banyak jalan menuju Roma dan jurusan waktu kuliah tidak selalu sama dengan karir. Ada sarjana hukum yang beralih menjadi wiraswasta dan insinyur yang menjadi chef. Jika memang anda memiliki sebuah hobi dan melihat peluang untuk maju di bidang itu, beralih karir bukan sesuatu yang tabu. Anda bisa sukses jika bekerja keras di bidang tersebut.
  4. Semua tergantung anda dan visi/misi anda dalam hidup. Passion atau kesenangan terhadap sesuatu semata tidak cukup tanpa disertai kemampuan, peluang, dan kerja keras. Ken Robinson mengatakan bahwa passion / pekerjaan impian adalah pekerjaan yang menggenapi tiga hal berikut: Apa bidang yang dibutuhkan orang (1), yang sesuai dengan minat saya (2), dan yang saya jago lakukan (3)?. Selain tiga hal itu, sepertinya kerja keras tak kenal lelah juga merupakan faktor penting.
  5. Faktor keberuntungan dan kebetulan juga mempunyai peranan yang penting. Tidak jarang saat kita hampir putus asa, tiba-tiba ada kenalan yang menawarkan pekerjaan. Kadang, banyak bersyukur/berdoa juga ada baiknya.
  6. Perluas jaringan anda (networking)

Banyak sekali pekerjaan atau posisi bagus yang diiklankan dari mulut ke mulut saja, maka perluas jaringan pertemanan dan profesional anda.

Akhir kata, setelah membagi pengalaman saya pribadi serta beberapa pelajaran yang saya dapat dari pengalaman tersebut, saran saya yang terakhir untuk yang sedang bingung memilih jurusan: just do it. Setelah menimbang-nimbang, melakukan riset dan persiapan yang matang, pilihlah jurusan yang anda minati dan tentu saja, belajar!

Enjoy the process!

Photo: Flazingo Photos, used under Creative Commons License.


BAGIKAN
Berita sebelumyaYou Can Ace GRE and GMAT!
Berita berikutnyaJournalism and Media Studies: Courses for all media junkies
Cecilia Liando is currently pursuing her Master Degree in Interpreting and Translation Studies (Translation-Only Stream) at Monash University (Melbourne, Australia). Prior to that, she studied Bachelor of English Education at Universitas Pelita Harapan (Lippo Village, Indonesia), worked as a teacher and freelance translator then spent one year in Peking University (Beijing, China) to learn Mandarin Chinese language. She also completed a Postgraduate Diploma in Editing and Communications at the University of Melbourne (Melbourne, Australia). In her spare time, she knits and makes jewelries.

8 KOMENTAR

  1. saya baru lulus smk tata boga.. saya sekarang dapat kerja dikantoran. walaupun masih baru tapi saya mendapat panggilan dari hotel ternama di surabaya.. tapi saya takut di hotel karena tidak ada kontrak dan bisa di putus sewaktu-waktu..jika saya memilih hotel saya takut nanti mengecewakan orang tua saya. pendapat ibu cecilia… thanks

    • Halo Dimas,
      Maaf komentar Dimas baru saya lihat. Menurut saya, tergantung Dimas. Apakah pendapat orangtua penting untuk Dimas atau pendapat Dimas sendiri? Tidak ada yang salah jika pendapat ortu menurut Dimas sangat penting.

      Jika memang begitu, coba bicarakan secara terbuka dengan orang tua Dimas dulu, rembuk. Dimas dapat mengatakan apa yang Dimas ingin lakukan dan orang tua dapat mengutarakan pendapat mereka.

      Tidak ada salahnya mengecek pendapat mereka.

      Kita tidak boleh menjadi ‘ahli nujum’ dengan memprediksi pendapat mereka tanpa mengeceknya.

      Semoga pendapat saya dapat membantu Dimas.

  2. Halo Mbak Cecilia,

    Inspiratif sekali tulisannya… 🙂
    Saya lulus dari Jurusan S1 Teknik Informatika, tapi pada saat bekerja justru tidak pada bidang IT. Saya bekerja di bidang beasiswa JICA yang sehari-harinya lebih berurusan dengan mahasiswa internasional dan juga rekan-rekan kerja dari ASEAN. Otomatis saya lebih sering berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Inggris. Saya bekerja selama 1 tahun 9 bulan karena setelah itu saya hamil lalu mengurus anak di rumah selama 3 tahun.

    Dari pekerjaan saya itu saya mulai tertarik dengan Bahasa Inggris dan berniat untuk melanjutkan kuliah S2 saya di jurusan English Language dan Literature di Inggris. Saya banyak melihat Entry Requirement nya justru harus dari jurusan yang sama sebelumnya. Nah, apakah ada juga yang memiliki masalah serupa dengan saya. Apa yang sebaiknya saya lakukan untuk bisa melanjutkan kuliah S2 dengan jurusan English literature sedangkan background pendidikan sarjana saya jauh berbeda.
    Terima kasih sebelumnya 🙂

    • Hai Mbak Anindita,

      Terima kasih karena sudah membaca tulisan saya 🙂
      Iya Mbak, banyak yang bertanya memang. Setahu saya kalau beasiswa, memang diharapkan yang linear.

      Dari universitas sendiri, untuk sastra Inggris memang lebih kompleks, apalagi jika kuliahnya di Inggris sendiri. Bahkan mulai dari SMA sudah diajarkan dasar teori-teori sastra dan kritik sastra serta metodologi penelitian sastra. Mereka dari SD sudah dilatih membaca banyak buku klasik seperti Oliver Twist dan Jane Eyre misalnya.

      Untuk Linguistik juga sama, teori-teori linguistik dan bahan-bahan seperti semantik, pragmatik, fonologi, dan lainnya memang perlu dikuasai sebelum S2, biasanya saat S1. Di S2, akan lebih dalam lagi dari itu. Misalnya, sudah bukan berbagai konsep dasar analisis sastra, tetapi lebih dalam lagi. Saya benar-benar tidak ingin menakut-nakuti Mbak, tapi itu yang saya tahu.

      Yang ingin saya tanyakan, apa tujuan Mbak belajar S2 bahasa Inggris? Kalau dalam pekerjaan sehari-hari sering menggunakan bahasa Inggris, saya rasa alasannya kurang kuat. Jika ingin pekerjaan seperti dosen bahasa Inggris atau penerjemah, mungkin alasannya lebih kuat.

      Salah satu jalur lain kalau sudah benar-benar mantap apapun juga harus bidang ini mungkin dengan belajar di Open University/Universitas Terbuka.

      Maaf Mbak, tapi yang saya tahu memang begitu.
      Semoga saran saya bisa dipertimbangkan.

      Salam,
      Cecilia

  3. Halo mbak Ceciliaaa,

    Huaaaaaa menginspirasi sekali mba tulisannya, bolehkah tau gimana caranya apply dan akhirnya keterima di Universitas Peking, China? Itu beasiswa atau biaya sendiri mba? Itu murni belajar bahasa sajakah? Pengen banget bisa expert bahasa mandarin mba :’)

    terimakasih atas waktunya, mudah-mudahan mba cecilia berkenan menjawab ;D

    • Hai Juanita!

      Terima kasih sudah membaca artikelku yah. Daftarnya lewat agen pendidikan waktu itu. Coba baca tulisanku tentang belajar di PKU di http://indonesiamengglobal.com/2014/11/one-year-in-peking-university.

      Iya, dua semester untuk murni belajar bahasa Mandarin. Kebetulan waktu itu bukan beasiswa. Dulu sebenarnya ada beasiswa untuk belajar di BLCU di Beijing juga. Coba kamu tanya-tanya agen deh.

      Kalau mau betul-betul jago Mandarin dan sudah bisa sedikit-sedikit, coba daftar universitas terpencil di Tiongkok yang mahasiswanya jarang bisa bahasa Inggris. Pasti langsung lancar, walaupun setengah mati awalnya 😛 Itu kata orang-orang sih.

      Cecilia

  4. Halo kak Ceciliaaa..

    Terimakasih telah menambah kecintaan saya terhadap sastra (terutama sastra Inggris) melalui tulisan -tulisan motivasi milik anda. Saya siswi SMA, tahun terakhir. Sebelumnya, saya ingin meminta saran, nilai MaFia saya juga jomplang, tapi rata-rata nilai bahasa inggris saya selama 5 semester cukup lumayan (sayangnya tidak tembus 90) , kira-kira apakah saya bisa masuk lewat jalur SNMPTN atau lebih baik mencoba lewat SBMPTN? Terimakasih, kak Cecilia 🙂

    • Hai Kusuma,

      Terima kasih sudah membaca tulisan-tulisan saya. Mohon maaf saya baru membalas. Kalau menurut saya, coba apapun yang menurut kamu bisa untuk dicoba, kalau tidak kita tidak akan pernah tahu.

      Salam,
      Cecilia

Tinggalkan Balasan ke dimas Batal balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here