Kenapa saya memilih kuliah di Australia

2
5591

Semangat saya untuk menempuh studi lanjut di luar negeri sudah terpupuk sejak 2005, ketika saya resmi menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Saya berharap untuk meningkatkan kompetensi saya dan memperluas wawasan tentang desain dalam perspektif global. Tujuan saya dulu Belanda, salah satu negara Eropa yang punya kekhasan gaya desain tersendiri. Setelah berusaha selama 5 tahun, bahkan pada tahun 2008 sempat dapat full scholarship untuk Master di Utrecht School of Arts, ternyata rejeki saya bukan disana.

Tahun ini, alhamdulillah saya memperoleh dua beasiswa, Australia Awards Australia untuk program studi Master of Applied Design and Arts di Curtin University, Western Australia selama 18 bulan; dan Master of Design di Leeds University, United Kingdom dengan beasiswa Dikti selama 12 bulan. Akhirnya, saya pilih Australia.

Padahal, sebelumnya saya sangat menggebu-gebu untuk ke UK, negara asal graphic design studies. Apalagi durasinya cuma 12 bulan, jadi pertimbangannya tidak usah lama-lama sekolahnya dan tentu saja tidak perlu berlama-lama jauh dari keluarga. Australia? Dulu saya tidak terlalu semangat untuk sekolah di Australia, secara saya merasa bahwa terlalu banyak orang yang sekolah di negara tersebut. Kurang keren? Memang tampak seperti itu.

Banyak pertimbangan sebelum saya pilih Australia, dan karena pertimbangan logis itu, UK sudah tampak tidak keren lagi. Saya ingat ada rekan saya sesama penerima beasiswa Dikti (saya agak sedikit merasa tersinggung pada waktu itu) yang bilang: selama saya bisa kuliah ke luar negeri, saya tidak akan pilih Australia.

Kenapa saya memilih kuliah di Australia

Kenapa saya pilih ke Australia padahal saya bisa mewujudkan impian saya untuk kuliah di UK?

Alasan finansial adalah yang utama. Beasiswa untuk ke UK termasuk mepet, agak susah menabung karena kesempatan untuk pekerjaan part-time juga susah, dan gajinya juga tidak tinggi. Sementara, ada beberapa kewajiban finansial yang kudu diperhatikan per bulannya. Di sisi yang lain, kalau saya pilih Australia, dengan beasiswa Australia Awards yang memadai per bulannya, saya masih bisa menabung.

Berikutnya, badan pemberi beasiswa. Australia Awards sepenuhnya dari pemerintah Australia, yang sudah berpengalaman selama 50 tahun untuk pengelolaan beasiswa, punya networking alumni yang solid. Keuntungannya, Anda banyak diberi kemudahan untuk pengurusan aplikasi ke universitas yang dituju di Australia, premium health cover hingga tuntas studi, pengurusan visa studi, childcare benefit, kursus bahasa Inggris di IALF Jakarta atau di IALF Bali untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris hingga mencapai level yang ditentukan oleh universitas yang dituju, dan umumnya tiap universitas di Australia punya Australia Award Liasion Officer, yang memperhatikan mahasiswa dan mahasiswi mereka. Secara singkat, Anda tinggal duduk tenang, konsentrasi untuk studi, and let Australia Award take care of the rest.

Kemudian, kesempatan untuk bekerja part time. Australia termasuk salah satu negara di dunia dengan gaji tertinggi; AU$18-AU$25 per jam, dengan maksimal 20 jam per minggu ketika waktu kuliah, dan maksimal 40 jam ketika summer break. Suami/Istri juga diperbolehkan bekerja full time. Biaya hidup di Australia memang tinggi, tapi dengan hanya bekerja per hari minimal 4 jam (bahkan pekerjaan sepele seperti bungkus permen, cleaning, petik buah, kitchen hand), sudah bisa menabung demi mewujudkan sepetak tanah, mobil keluarga atau mungkin rumah masa depan.

Terakhir, kualitas pendidikan di Australia bertaraf internasional, terbukti, banyak juga murid internasional dari Eropa dan Amerika Serikat yang kuliah di Australia. Alasannya? Biaya kuliah yang terjangkau, fasilitas yang memadai, biaya hidup yang tidak terlalu mahal (untuk ukuran mereka), dan juga mencari pengalaman. Apalagi Eropa dan Amerika Serikat sedang dilanda krisis. Sementara Australia termasuk negara maju dengan perekonomian yang kuat dan stabil, dan resiko terkena krisis ekonomi dari Eropa termasuk kecil, karena perdagangan Australia lebih banyak dengan negara-negara di Asia, bukan dengan Eropa dan Amerika Serikat.

Sebagai penutup, saya bukannya mau promosi Australia atau apa, tetapi saya ingin berbagi pengalaman saya selama 4 bulan tinggal di Australia. Banyak kesempatan yang bisa diraih disini, dan mungkin bisa jadi bahan pertimbangan rekan-rekan yang ingin menempuh studi lanjut di luar negeri. Sayang sekali jika dilewatkan.

===========================================

Photo Credits:  ”After study desk detail” courtesy of Petar Milosevic; “Curtin Engineering Pavilion” courtesy of IShujaat

2 KOMENTAR

  1. Halo, Okta. Dulu waktu kamu menentukan jurusan/prodi di Australia, apa saja alasannya dan informasi yang menjadi pertimbangan kamu? Apa akreditasi termasuk? Atau sambil merujuk pada ranking kampus sedunia?

    Saya lulusan S1 Psikologi dan terpikir untuk merencanakan lanjut di Aussie. Tapi ternyata saya masih bingung pada tahap menentukan universitas dan jurusan. Sejauh ini, saya belum berhasil menemukan website yang bisa merangkum misalnya kampus yang menawarkan jurusan x terbaik. Kalau via google, kadang rasanya malah nyasar ke website robot (hotcourse, masterstudies). Saya khawatir jika saya asal mencari, nanti malah terdampar di prodi yang ternyata tidak punya akreditasi (misalnya).

    Terima kasih sebelumnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here