Kalau harga menentukan kualitas adalah argumen yang menurut kamu valid, membaca tulisan ini pasti membuat kamu berpikir ulang. Jika nilai sebuah produk/jasa melebihi nilai jual, bukannya itu tidak profitable? Sempurnanya, negara yang menyediakan fasilitas untuk hak hidup hakiki seperti edukasi, profit bukanlah hal yang harus diprioritaskan. Begitu jugalah yang dipikirkan oleh negara yang dinobatkan oleh USNews sebagai #1 Best Country in the World dan penerima asylum seeker terbesar di dunia untuk mencapai kesempurnaan itu, Jerman.
Jerman memiliki kepedulian finansial yang istimewa untuk edukasi, contohnya adalah dengan melakukan subsidi ke universitas publik sehingga universitas ini mampu menekan harga serendah mungkin. Dengan kata lain, setiap warga negara di Jerman, bahkan orang yang kurang mampu pun, mampu membiayai kuliahnya, baik dengan sokongan tabungan pribadi atau dengan kerja part time. Namun lain halnya jika kamu berkuliah di universitas swasta. Universitas jenis ini dianggap sebagai sebuah perusahaan, seperti contohnya universitasku yang berbasis GmbH (Gesellschaft mit beschränkter Haftung atau Perseroan Terbatas), sehingga universitas ini mengatasi masalah finansial mereka sepenuhnya dengan menentukan biaya untuk mahasiswa/i dengan jumlah yang tidak sedikit.
Kalau kamu berpikir universitas swasta dengan dana yang tidak sedikit mendapat privilige dengan fasilitas memuaskan seperti kebanyakan universitas swasta di Indonesia, well, hal yang sama tidak terjadi di Jerman. Menurt pengamatan saya, penduduk paling beruntung dipegang oleh mahasiswa/i universitas publik.
Begini perinciannya:
(Di sini kamu bisa pahami mengapa pepatah ada uang ada barang tidak berlaku di semua konteks)
1. Biaya per Semester
Begini saja. Harga kuliah universitas swasta di Jerman itu mampu mencapai lebih dari 8000 Euro/semesternya dan biaya kuliah universitas publik paling mahal berkisar antara 4000-5000 Euro per semesternya. Biasanya rumusnya begini; Bisnis+English = mahal. Tolong ralat saya kalau salah, tapi saya belum pernah dengar jurusan lain yang berbasis Deutsch (trans. bahasa Jerman) mematok harga lebih dari 2000 Euro per semester.
Saya punya teman yang hanya membayar uang kuliah kurang dari 300 Euro dan ini termasuk:
- Semester ticket (yang btw lebih murah puluhan Euro dari universitas swasta). Semester ticket ini adalah biaya transportasi publik untuk satu kota, contohnya di Berlin, kamu bisa menikmati layanan BVG (Berliner Verkehrsbetriebe), sebuah perusahaan transportasi publik Berlin yang mengatur U-Bahn (kereta bawah tanah), tram, bus, dan jaringan ferry. S-bahn (sub urban railways)idak tergabung di dalamnya namun dengan tiket ini, kamu tetap bisa menaikinya. Perbedaan U-Bahn dan S-Bahn adalah jarak tempuhnya dan lokasi relnya. U-Bahn memiliki jarak tempuh lebih dekat dibandingkan S-Bahn dan dan biasanya, letak rel berada di bawah tanah.
- Sozialfonds;diperuntukkan untuk sumbangan sosial. contohnya jika pihak universitas menyelenggarakan acara, maka pihaknya akan memberikan dana tersebut ke perhimpunan yang menyelenggarakan.
- Studentenwerk; contohnya biaya untuk Mensa dan Kedua hal ini akan saya jelaskan di sesi selanjutnya.
- Studentenschaft; untuk membiayai himpunan/klub mahasiswa/i di universitas tersebut
- Immatrikulations- und Rückmeldegebühren yang intinya adalah tuition fee
Di antara rincian tersebut, menurut kamu bagian manakah yang paling mahal? Jawabannya adalah Semester Ticket! Bahkan tuition fee mereka hanya setengah dari itu.
Sedangkan swasta, biaya termasuk:
- Tuition Fee
Hanya itu. Dan semester ticket di luar daripada itu.
2. Eduroam
Tiap universitas publik memiliki Bibliothek-nya (transl. perpustakaan) sendiri. Kalau kamu mahasiswa/i dari uni tersebut, maka kamu dapat mengakses wifi dan gratis membership. Nah, dari pengalaman aku sih, Bibliothek di Humboldt Universität Jacob-und-Wilhelm-Grimm-Zentrum tidak memandang kamu dari kategori mana. Semua mahasiswa/i dari berbagai sekolah dapat mendaftarkan diri menjadi anggota tanpa dipungut biaya. Tapi aku pernah mencoba daftar di perpustakaan TU Berlin dan dikenakan fee membership sebesar 20 Euro/tahun. Hal ini dikarenakan aku bukan bagian dari murid universitas publik. Tidak percaya? Kamu bisa cek di link berikut:
Bagaiman dengan wifi? Sedihnya, semua Bibliothek universitas publik di Jerman mengeliminasi kesempatan kamu untuk menikmati wifi kalau universitas kamu tidak tergabung dalam Eduroam. Eduroam adalah wireless network service yang memperbolehkan tiap mahasiswa, staf dan pengajarnya memiliki akses wireless di home institution –nya, dan di tiap institusi yang telah terdaftar dalam Eduroam. Sampai saat ini, sayangnya masih belum terdengar adanya universitas swasta yang tergabung dalam Eduroam.
3. Mensa
Ini nih yang paling bikin iri tiap anak non-publik. Mensa adalah kafetaria bersubsidi; artinya makanan murah saudara-saudara! Makanan yang ditawarkan bervariasi, termasuk makanan pembuka seperti pudding, brownies dan makanan manis lainnya, laluilanjutkan dengan makanan utama seperti pasta, nasi, mie dan roti dengan menu beraneka ragam, dan kemudian ada buah, susu, jus, teh dan kopi. Intinya, tidak sulit bagi kamu untuk mendapatkan nutrisi cukup dengan menu lengkap kurang dari 6 Euro! (yang merupakan prestasi tersendiri di negara Eropa).
Di swasta, kafetaria pribadi mungkin tersedia, namun tidak semua universitas jenis ini memilikinya. Kalau di universitas aku untungnya disediakan mini kitchen termasuk kulkas, microwave dan jika ada acara tertentu, snack gratis. Bagusnya dengan begitu, banyak mahasiswa/i yang membawa bekal dari rumah.
Nah lucunya, beberapa teman aku yang kuliah di universitas publik menilai Mensa itu ‘ngebosenin’ dan ‘makanannya ga enak’. Well, menurut aku ini tergantung dari bagaimana kita memandangnya. Terkadang jika tidak sempat menyiapkan bekal dari rumah, Mensa dengan makanan murah dan sehatnya adalah alternatifsempurna. Jika tidak ada seperti di universitasku dan tidak membawa bekal, siap-siap untuk mengantri di imbis curry wurst dan kebab di bulan tua.
4. Studentenwohnheim
Atau akomodasi mahasiswa. Fasilitas sudah bagus, dengan harga terjangkau (antara 100-300 tergantung kota), dan paling menariknya adalahsatu apartemen isinya mahasiswa semua! Aku pernah diundang masak bersama sama salah satu teman Indiaku dan dia serta teman-teman Indianya saling sapa (atau lebih tepatnya menjerit syahdu) dari jendela kamar masing-masing! Fantastis! Jangan harap bisa melakukan hal-hal kontroversial seperti itu di apartemenku. Bisa-bisa tetangga sebelah mendatangkan polisi atas alasan “gangguan ketertiban lingkungan”.
Studentenwohnheim ini fasilitasnya hampir sama dengan kos-kosan di Indonesia, dan sudah termasuk perabotan seperti tempat tidur, lemari, rak dan kitchen set. Jangan salah, fasilitas perabotan ini adalah hal langka di Jerman. Kalau kamu menyewa sebuah kamar di apartemen normal, biasanya kamu mendapatkan kamar non-furnished atau kosong melompong. Studentenwohneim juga memiliki beberapa jenis seperti shared/private bathroom, kamar dengan/tanpa dapur, dan single/shared apartment. Nah, biasanya yang popular adalah shared apartment atau Wohngemeinschaft (WG).
Perbedaannya cukup mencolok, bukan? sekarang, mungkin kamu bakal menanyakan hal-hal seperti…
Terus kenapa kamu tidak masuk publik? Kenapa pilih swasta?
Pertama, aku memutuskan dengan kilat bahwa aku mau masuk ke universitas yang tidak mengharuskan tes bahasa Jerman, seperti universitasku sekarang. Kedua, aku tidak menemukan jurusan yang aku minati di universitas publik, danetiga, aku tidak tahu jika fasilitas yang ditawarkan antara publik dan swasta gap-nya begitu besar.
Jadi kelebihannya universitas swasta apa sih?
Menurutku yang istimewa dari universitas swasta adalah pelayanannya,mulai dari pihak administrasi, resepsionis, bahkan profesor-profesornya memiliki rasa sense of belonging yang tinggi karena jumlah murid yang jauh lebih sedikit. Jatuhnya, pendekatan mereka lebih personal dan kekeluargaan, contohnya pada saat pengurusan visa yang memerlukan dokumen-dokumen tertentu dari universitas, aku hanya memerlukan waktu beberapa jam sebelum dokumen tersebut beres. Jika ada masalah seperti ketidakpuasan mahasiswa, mereka akan menyelenggarakan rapat dan mendengarkan semua keluh kesah mahasiswa. Fasilitas lainnya adalah komputer dan printer yang dapat digunakan kapan saja secara gratis yang mungkin masih terbatas di beberapa universitas publik.
Bagaimana dengan pengajar dan kurikulumnya? Bukannya ini yang paling penting? Mengapa tidak kamu bahas?
Begini deh, menurut aku hal yang tidak kasat mata atau sangat abstrak tidak bisa dinilai dengan mudah. Harus ada survei dan research mendalam dan kapasitas aku di luar itu. Yang kebanyakan aku bahas adalah fasilitas, hal yang mampu terdeteksi dengan mudah. Menurutku, untuk tahu tanggapan setiap orang tentang pengajar dan kurikulum, aku harus wawancara tiap murid di sekolahkuuntuk mengetahui kepuasan mereka; so many things to do, so little time!
Jadi, bagaimana menurut kamu secara keseluruhan?
Jawaban ringkasnya: kalau aku bisa mengulang waktu, aku bakal berusaha lebih keras lagi sampai dapat universitas publik, karena aku ingin merasakan kenikmatan kuliah di Jerman sedalam dan sepuas-puasnya.
Note: Saya adalah pelajar di MHMK Berlin, sebuah universitas media swasta (yang menurut marketing-nya) terbesar di Jerman. Tulisan ini adalah hasil dari pengalaman saya pribadi. Jika terjadi perbedaan persepsi, harap masukannya.
(Featured Photo Courtesy of Ajeng P.)