Pasang Surut Dunia Profesional dan Tumbuhnya Cinta untuk Indonesia dari Negeri Singa

0
2754
Di tengah penatnya tekanan studi & pekerjaan, perbincangan santai & sederhana di atas meja makan dengan teman-teman dekat bagaikan oase di tengah padang gurun.

Melanjutkan artikel yang kami terbitkan bulan lalu mengenai proses adaptasinya di Singapura, kali ini Kontributor Indonesia Mengglobal, Juan Intan Kanggrawan, berbagi pengalamannya dalam menetap, belajar, dan bekerja di Singapura. Walaupun sudah pernah menetap selama 10 tahun di Singapura, cinta Juan bagi Indonesia tidak pernah pupus. Hal ini terbukti dengan pilihan karirnya saat ini sebagai Head of Data & Analytics di Jakarta Smart City.

***

Pengalaman menetap, studi, dan bekerja di Singapura selama sekitar 10 tahun, tidak bisa dipungkiri, telah menjadi bagian yang sangat signifikan dan tidak terlupakan dalam hidup saya. Perjalanan hidup ini tentunya penuh dengan warna-warni, naik turun, tawa dan air mata. Yang pasti, perjalanan ini telah membentuk saya menjadi pribadi yang luas, tangguh, fleksibel, dan sekaligus berpendirian teguh.

Pertimbangan Bidang Studi

Seperti layaknya seluruh siswa-siswi yang akan lulus SMA, saya tentunya berharap bisa masuk dalam universitas “terbaik” menurut bayangan saya. Saya mengincar negara Singapura, dan universitas-universitas negeri di sana (NTU, NUS, SMU). Memang SMA saya bukanlah SMA favorit dari sisi prestasi akademik di Indonesia. Namun saya sangat menghargai relasi personal yang dibangun dengan teman-teman dan guru-guru. Untuk menutupi kekurangan kesiapan tes masuk universitas-universitas bergengsi tersebut, saya menempuh program bimbingan belajar di luar sekolah selama kira-kira 2 tahun. Apa mau dikata, saya tidak masuk dari satu pun universitas tersebut. Sebenarnya ini adalah fakta yang lumrah/normal. Namun bagi anak muda idealis naif seperti saya waktu itu, kejadian ini cukup memukul saya.

Singkat cerita, akhirnya saya masuk University of Newcastle (Australia) cabang Singapura. Sebenarnya dari sisi bidang studi, tidak ada perubahan dari sisi saya. Sejak awal SMA , saya sudah cukup memiliki pendirian mengenai bidang studi yang akan saya ambil saat kuliah. Bermodalkan kesukaan dan kapasitas saya dalam bidang fisika dan matematika, saya ingin mengambil bidang terkait teknis/engineering. Namun saya juga tahu kalau saya tidak ingin sekedar mendalami suatu hal teknis di belakang layar tanpa interaksi dengan berbagai macam pihak/departmen di suatu organisasi. Saya ingin suatu inovasi/teknik/teknologi bisa diterapkan dan menghasilkan dampak langsung di organisasi dan masyarakat. Dengan pertimbangan seperti demikian, saya tertarik mengambil bidang yang menggabungkan aspek teknologi informasi dan bisnis. Jadilah saya mengambil jurusan Business Information System untuk S1. 

Beberapa tahun kemudian, sambil bekerja, saya melanjutkan studi part-time S2 di NTU (RSIS) dengan jurusan International Political Economy untuk mempertajam perspektif dan analisa saya mengenai tren yang lebih bersifat makro, kompleks, dan global.

Pasang Surut Dunia Profesional

Saya lulus S1 di pertengahan tahun 2009. Nuansa pesimis karena krisis global masih menghantui kondisi ekonomi di Singapura. Memang mencari pekerjaan di Singapura selalu menjadi tantangan tersendiri, apalagi bagi “anak ingusan” fresh-graduate tanpa pengalaman seperti saya. Dengan ketatnya golongan profesional yang memiliki kompetensi global yang mau bekerja di Singapura, bahkan bagi orang yang berpengalaman atau lulusan dari universitas negeri lokal sekalipun, terkadang tidak menjamin jalan mulus dalam mendapatkan pekerjaan.

Sangat bersyukur, di tengah situasi seperti ini, ternyata saya bisa mendapatkan konfirmasi pekerjaan tetap  di Singapura sebelum saya lulus kuliah. Tanpa pikir panjang saya tentunya langsung menerima tawaran ini. Saya bekerja sebagai business analyst di perusahaan Indonesia yang memiliki bisnis & cakupan operasional secara regional di Asia. Adanya warna kultur Indonesia membuat saya lebih nyaman dan cepat beradaptasi. Waktu itu, sebagai lulusan di bidang IT, saya sudah tertarik terhadap dashboard, data warehouse, analytics, dan reporting. Padahal saat itu tren mengenai big data belum terlalu booming di Asia. Sangat bersyukur dalam pekerjaan pertama saya, saya sudah mendapatkan kesempatan bertanggung jawab atas implementasi proyek analytics, C-level dashboard, dan peningkatan proses bisnis.

Jika meninjau kembali perjalanan karir saya dari awal sampai sekarang, sungguh sangat banyak dinamika dan ketidakpastian yang saya alami, baik yang menyenangkan maupun yang menyulitkan. Saya memiliki hobi untuk membagikan pemikiran dan pengalaman saya kepada orang lain. Bersyukur bahkan sejak saya baru mulai bekerja, saya sudah mendapat kehormatan untuk berbagi dalam kesempatan-kesempatan semacam ini. 

Namun selain itu, kejadian yang pahit pun kerap saya alami. Transisi dari satu perusahaan ke perusahaan selalu sulit. Proses rekrutmen, wawancara, sampai adaptasi di tempat baru adalah hal yang bagi saya selalu menantang dan penuh “misteri”. Pernah juga saya bekerja di suatu perusahaan konsultan analytics, tuntutan dan tekanan pekerjaan sungguh besar. Saya beberapa kali harus menginap di kantor atau tempat klien untuk memenuhi tuntutan pekerjaan tersebut. Terlepas dari proses sulit tersebut, saya bersyukur pernah mencicipi kerasnya kehidupan pekerjaan di Singapura. Minimal, itu telah mempertajam etos kerja, disiplin, mental, karakter, dan sikap profesional saya dalam bekerja.

Membagikan perspektif dan pengalaman adalah salah satu hobi saya. Ini adalah satu titik mula kesempatan bagi saya untuk berbicara di hadapan publik: (i) undangan Jobstreet dimana saya membagikan analisa tren teknologi dari perspektif fresh-graduate yang bekerja di bidang IT (ii) paparan “analytics for business” di salah satu hotel bergengsi di Singapura dalam kapasitas saya sebagai konsultan analytics.
Membagikan perspektif dan pengalaman adalah salah satu hobi saya. Ini adalah satu titik mula kesempatan bagi saya untuk berbicara di hadapan publik: (i) undangan Jobstreet dimana saya membagikan analisa tren teknologi dari perspektif fresh-graduate yang bekerja di bidang IT (ii) paparan “analytics for business” di salah satu hotel bergengsi di Singapura dalam kapasitas saya sebagai konsultan analytics.

Dalam tahun-tahun awal karir saya, saya sadar saya sangat perlu pembentukan, pembelajaran, dan pengalaman. Saya merasa mengikuti acara-acara seperti Hackathon, Bootcamp, tech meetup, conferences sangat membantu bagi saya. Sebagai praktisi data, dalam acara-acara ini, saya bisa mendapatkan dan mengolah langsung data-data real yang telah disiapkan oleh para partner di berbagai industri. Saya juga jadi lebih mengerti kondisi lapangan dan tren di industri. Melalui acara-acara seperti ini juga, saya berkenalan dengan rekan-rekan profesional yang saya masih terus berinteraksi sampai saat ini.

Mengikuti Hackathon, Boot-Camp, Conferences, Tech Meetup dan acara-acara semacam itu sangat membantu saya untuk memperluas wawasan, jaringan, dan sekaligus pemahaman kondisi lapangan di berbagai industri.
Mengikuti Hackathon, Boot-Camp, Conferences, Tech Meetup dan acara-acara semacam itu sangat membantu saya untuk memperluas wawasan, jaringan, dan sekaligus pemahaman kondisi lapangan di berbagai industri.

Cinta yang Bertumbuh

Sejak saya SMA, saya kebetulan memiliki teman-teman sekolah yang kerap berdiskusi mengenai Indonesia, pembangunan bangsa, tren ideologi, kondisi sosial, dll. Sudah ada bibit dan niat dari saya pribadi untuk kelak bisa memberikan kontribusi lebih mendalam bagi Indonesia. Seiring waktu saya studi dan bekerja di Singapura, saya mengamati beberapa pola perilaku orang-orang Indonesia di Singapura. 

Ada sekelompok orang yang memang ingin tinggal permanen dan membangun keluarga di Singapura, jika mungkin berganti kewarganegaraan. Ada tipe kelompok orang yang melihat Singapura sebagai batu loncatan, untuk ke depan mereka bisa bekerja/tinggal di Australia, Eropa, atau Amerika. Ada juga sekelompok orang yang hanya tinggal sementara di Singapura, untuk nantinya bisa kembali ke Indonesia (dengan berbagai alasan). Orang yang kembali ke Indonesia sebagian besar karena alasan kedekatan dengan keluarga besar yang tinggal di Indonesia, ataupun izin kerja (Employment Pass) di Singapura tidak bisa lagi diperpanjang. Saya sendiri lebih condong masuk dalam kategori ketiga ini.

Bagi saya pribadi, pola pikir saya adalah menyerap/mempelajari sebanyak mungkin hal-hal baik dari negara Singapura, untuk di kemudian hari bisa saya terapkan di Indonesia. Sebagai diaspora, sejarah mengenai Perhimpunan Indonesia telah menjadi inspirasi bagi saya. Berbagai tokoh Indonesia (termasuk Moehammad Hatta), terus memerhatikan dan memikirkan perkembangan Indonesia ketika mereka studi di negeri Belanda. 

Salah satu momentum signifikan bagi saya adalah ketika menjadi panitia inti inisiatif Hackathon Merdeka tahun 2015. Acara ini diselenggarakan oleh Code4Nation dan melibatkan beberapa tokoh teknologi Indonesia seperti Ainun Najib (penggagas Kawal Pemilu) dan Wilson Cuaca (co-founder East Venture). Sebagai diaspora profesional di Singapura, saya mendapat kesempatan mempersiapkan inisiatif yang berusaha menjawab tantangan nasional Indonesia, yang kemudian mempertemukan saya dengan orang-orang dengan niat kontribusi yang serupa dengan saya, dan terlebih lagi dengan tokoh-tokoh nasional yang menjadi inspirasi bagi saya. Lewat keterlibatan saya dalam Hackathon Merdeka, kesempatan terus bergulir bagi saya untuk kemudian bisa mengerjakan berbagai hal positif untuk instansi-instansi pemerintahan lain di Indonesia. Termasuk yang saya kerjakan saat ini di Jakarta Smart City, masih ada kaitan erat dengan yang saya kerjakan pada tahun-tahun saya menjadi panitia Hackathon Merdeka.

Hackathon Merdeka, suatu event besar yang melibatkan para pegiat teknologi dari 28 kota di Indonesia. Saya terlibat sebagai project & partnership manager. Event ini menjadi titik penting dalam hidup saya, dimana ada kegiatan konkret yang menggabungkan pengalaman studi, kinerja profesional, dan kerinduan kontribusi bagi Indonesia sebagai diaspora di Singapura. Dalam momentum ini saya bertemu dengan beberapa tokoh nasional dan pribadi-pribadi yang menjadi inspirasi dalam hidup saya.
Hackathon Merdeka, suatu event besar yang melibatkan para pegiat teknologi dari 28 kota di Indonesia. Saya terlibat sebagai project & partnership manager. Event ini menjadi titik penting dalam hidup saya, dimana ada kegiatan konkret yang menggabungkan pengalaman studi, kinerja profesional, dan kerinduan kontribusi bagi Indonesia sebagai diaspora di Singapura. Dalam momentum ini saya bertemu dengan beberapa tokoh nasional dan pribadi-pribadi yang menjadi inspirasi dalam hidup saya.

Jika merenungkan kembali ke belakang dari masa-masa awal saya mencari kerja sampai sekarang, banyak sekali hal yang terjadi di luar perkiraan dan imajinasi saya. Hal-hal tersebut bisa baik, dan juga bisa buruk. Saya rasa banyak orang-orang di sekitar saya yang juga mengalami hal-hal seperti ini. Inilah realita kehidupan yang penuh dengan rasa, warna, kejutan, dan sekaligus misteri. Satu catatan penting bagi saya adalah bagaimana dalam menghadapi dinamika hidup seperti ini, kita bisa mempertahankan dan sekaligus mempertajam prinsip dan aspirasi yang dapat kita pegang dengan teguh seumur hidup kita. Sampai detik ini, terlepas dari pergolakan-pergolakan yang terus terjadi di negeri tercinta, saya tidak pernah menyesal untuk terus mencintai Indonesia, tanah air kita.

***

Sumber foto: koleksi penulis

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here