Dimulai dengan mimpi kecil untuk dapat mendirikan sebuah lembaga bahasa dan konsultan pendidikan, AU Institute lahir sebagai solusi atas kesulitan mendapatkan informasi dan akses mengenai beasiswa serta terbatasnya lembaga bahasa Inggris yang berkualitas di luar Pulau Jawa. Pada kesempatan kali ini, kontributor Ukhfi Thursina, founder di AU Institute, akan berbagi kisah tentang lembaga yang didirikannya. Berikut kisahnya
***
Hai Ukhfi! Sebelumnya terima kasih ya sudah mau berbagi tentang kamu di Indonesia Mengglobal untuk Hari Kemerdekaan Indonesia ini. Boleh diceritakan mengenai sosok Ukhfi dalam kesehariannya seperti apa?
Sejarah berdirinya AU Institute tak lepas dari pengalaman saya saat berjuang untuk memperoleh beasiswa. Saat itu, saya yang berasal dari daerah Payakumbuh, Sumatera Barat, kesulitan mendapatkan informasi dan akses mengenai beasiswa. Selain itu, tidak adanya lembaga bahasa Inggris yang berkualitas di daerahnya mengharuskan mengasah kemampuan bahasa Inggrisnya di Pulau Jawa. Seperti yang diketahui, bahasa Inggris merupakan salah satu syarat utama dalam beasiswa dan biasanya merupakan momok bagi kebanyakan pemburu beasiswa. Berangkat dari masalah itu, melalui AU Institute, saya berharap bisa menjadi jembatan informasi dan akses konsultasi beasiswa di kota kelahirannya, tanpa harus jauh-jauh merantau ke pulau Jawa. Harapannya, dengan hadirnya AU Institute, maka semakin banyak generasi muda di daerahnya yang bisa meraih beasiswa baik untuk kuliah di dalam ataupun luar negeri.
Sementara itu, selain bergerak di bidang pendidikan saya juga memulai untuk berbisnis hijab. Inspirasi bisnis ini diperoleh saat studi S2 di Australia, di mana saya dan kebanyakan muslimah lainnya kesulitan mendapatkan hijab yang nyaman, desain unik dan menarik, harga yang terjangkau, serta terpenuhi unsur syar’inya. Berangkat dari masalah ini, akhirnya tercetuslah ide untuk memiliki bisnis hijab dengan konsep syar’i, comfy dan exclusive design. Awalnya, bisnis ini ditujukan bagi pelajar di Australia. Namun, seiring berjalannya waktu, brand hijab ini terus mendapatkan tanggapan positif dari pasar. Produknya telah tersebar di berbagai kota di Indonesia dan negara tetangga serta ke beberapa negara di Eropa.
Lalu background pendidikan yang sudah ditempuh sebelumnya dan apa peran Ukhfi dalam membentuk AU Institute (Lembaga Bahasa & Konsultan Pendidikan Dalam dan Luar Negeri) ini?
Saya memperoleh pendidikan sarjananya di bidang Sastra Inggris dari Universitas Padjajaran Bandung. Sementara itu, untuk gelar Master of Education saya peroleh dari The University of Adelaide, Australia. Sementara untuk kegiatan ini, saya juga merupakan founder di AU Institute.
Apakah Ukhfi sebelumnya sudah pernah bekerja atau memang fresh graduate?
Dulu, sembari mempersiapkan diri untuk melanjutkan pendidikan S2, saya menyibukkan diri sebagai tutor di salah satu kursus Bahasa Inggris di Bandung. Meski bekerja paruh waktu, tapi itulah salah satu faktor yang dapat mengantarkan saya untuk menjemput impian ke negeri Kangguru, yaitu belajar sambil bekerja.
Nah sekarang mengenai kegiatan AU Institute itu sebenarnya seperti apa? Siapa sih sebenarnya target market dari tempat ini?
AU Institute merupakan lembaga bahasa dan konsultan pendidikan dalam dan luar negeri yang beralamat di Payakumbuh, Sumatera Barat. AU Institute hadir dalam rangka membantu masyarakat Indonesia, terutama generasi milenialnya untuk memperbaiki dan meningkatkan kecakapan berbahasa inggris mereka. Selain itu, AU Mates (sebutan bagi para mentor dan tutor AU Institute) yang merupakan peraih beasiswa ingin berbagi pengalaman dan pengetahuan mereka dalam mendapatkan beasiswa. Pengalaman ini diharapkan bisa menginspirasi generasi muda lainnya untuk mengembangkan diri mereka melalui pendidikan dan beasiswa dan menjadi pemimpin di masa depan.
Untuk saat ini, target pasar utama AU Institute adalah para generasi muda yang berasal dari Payakumbuh dan daerah sekitarnya yang memiliki keinginan untuk mengembangkan kemampuan bahasa Inggris serta bercita – cita untuk memperoleh beasiswa dalam dan luar negeri. Namun demikian, ke depan tidak tertutup kemungkinan AU Institute untuk memperluas jangkauan pasar dan pelayanannya ke seluruh pelosok negeri dengan mengintegrasikan sistem informasi dan digital learning di era internet of things (IoT) sekarang ini.
Apa hal yang kemudian membuat Ukhfi tertarik untuk menjadi bagian dari AU Institute? Siapa saja yang juga turut membantu Ukfi dalam mendirikan tempat ini?
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, keinginan saya untuk mendirikan AU Institute yaitu dalam rangka berbagi informasi, pengetahuan dan pengalamannya kepada para generasi muda, terutama yang ada di Payakumbuh dan sekitarnya sehingga mereka juga bisa mendapatkan kesempatan untuk memperoleh beasiswa. Ketertarikan ini juga tentunya tidak lepas dari salah satu bentuk kontribusi yang bisa saya lakukan terhadap Indonesia yang telah memberikannya kesempatan untuk mengenyam pendidikan di luar negeri. Mimpi kecil untuk dapat mendirikan sebuah lembaga bahasa dan konsultan pendidikan yang dahulu saya torehkan ke dalam sebuah essay pada saat mendaftar ke Beasiswa LPDP pada tahun 2016 silam pun menjadi salah satu alasan dan penyemangat agar harapan itu tak hanya berhenti di sehelai kertas. Kemudian, dengan izin Allah dan bantuan dari para AU Mates (mentor dan tutor) yang merupakan para peraih beasiswa dalam dan luar negeri, saya akhirnya dapat mewujudkan impian tersebut.
Setelah kembali ke Indonesia, apa saja perbedaan yang Ukhfi dapatkan dengan beasiswa master dari LPDP dan berguna untuk menunjang karir kedepannya?
Bagi saya menjadi bagian dari awardee LPDP dan mendapatkan kesempatan untuk mencicipi pendidikan di belahan bumi lain adalah salah satu anugrah terbesar dalam hidup. Banyak pembelajaran yang menjadikannya semakin dewasa dalam pemikiran dan semakin bersyukur dalam setiap keadaan dan semakin merasa tidak ada apa-apanya setiap kali mendapat ilmu baru.
Selain itu, kuliah dengan beasiswa ini mengajarkannya agar menjadi orang yang bertanggung jawab dan amanah. Saya harus berani mengakhiri suatu hal yang telah dimulai, dalam hal ini adalah menyelesaikan studi tepat waktu walaupun dalam keadaan saat itu tengah hamil. Tak ada alasan dan tidak akan pernah ada kesempatan untuk dapat menunda kelulusan hanya dengan alasan ia tengah hamil. Disinilah saya dituntut untuk dapat menjaga konsistensi dan mengatur waktu agar bisa segera menyelesaikan tanggung jawab saya sebagai mahasiswa.
Menurut saya, hal kecil seperti itu adalah salah satu pembelajaran yang dapat membuatnya semakin terasah baik dari sisi pemikiran maupun pengalaman hidup yang dapat berdampak pada karirnya. Kedepannya saya yakin bahwa akan di kemudian hari saya akan dihadapkan dengan pilihan dan tanggung jawab yang lebih berat lagi, dan saya pun berharap sepulangnya dari Negeri Kangguru ini, bukanlah gelar saja yang diincar, melainkan bagaimana saya tetap istiqomah dan tak gentar dalam segala ikhtiar.
Menurut Ukhfi, apa sih sebenarnya peran pemuda dalam mengisi kemerdekaan di masa yang sekarang?
Pahlawan kita telah berjuang keras, mengorbankan tenaga, harta bahkan nyawa demi memperoleh kemerdekaan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita mengisi kemerdekaan dengan hal – hal yang positif yang bertujuan untuk membangun bangsa dan negara ini. Hal – hal positif tersebut diantaranya mengharumkan nama bangsa di mata dunia internasional melalui prestasi di bidang pendidikan, olahraga, riset dan inovasi, kebudayaan serta aspek sosial lainnya. Tak melulu di tingkat internasional, pemuda haruslah menjadi solusi di lingkungan sekitarnya seperti menjadi pahlawan sampah, penggerak ekonomi UMKM, aktivis sosial dan lingkungan, serta hal – hal kecil tapi positif lainnya.
Terima kasih ya Ukhfi atas ceritanya dan apakah ada saran – saran untuk pembaca Indonesia Mengglobal?
Walaupun kita tidak terlahir sebagai pejuang kemerdekaan, tapi setidaknya lahirlah sebagai pejuang mimpi dengan impian-impian yang hebat. Tak butuh darah, setidaknya ada keringat, tekad yang bulat dan keikhlasan.
***
Ukhfi Thursina merupakan seorang mompreneur yang kegiatan utamanya saat ini adalah menjadi seorang bunda dan madrasah pertama bagi putrinya Shaqina, yang saat ini berusia 11 bulan. Di samping peran pengasuhannya tersebut, Ukhfi juga sedang mengembangkan dua kegiatan bisnisnya yang bergerak di bidang pendidikan dan fashion. Bisnis pendidikannya diberi nama AU Institute, sementara bisnis fashionnya diberi nama Thursina.id.
***
Sumber foto: Ukhfi Thursina