Kerja keras dan sikap pantang menyerah berpengaruh besar dalam perjalanan mewujudkan mimpi-mimpi besar kita. Ditambah lagi, perkembangan di dunia digital saat ini memudahkan kita untuk mengakses informasi yang dapat membuat kita selangkah lebih dekat dengan mimpi tersebut. Arnachani, salah satu Content Director Indonesia Mengglobal, berkesempatan berdiskusi dengan Intan Qurotul Ain, perempuan tangguh asal Cianjur tentang mimpi, harapan dan kerja kerasnya selama ini. Intan juga memberikan tips bagi siapapun yang tertarik berkuliah di Turki.
* * *
Sosok Intan Qurotul Ain sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia di Turki. Selain pernah menjabat menjadi Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Ankara pada periode 2016-2017, Intan juga selalu aktif dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Turki. Dari menjadi petugas upacara bendera pada hari kemerdekaan Indonesia, menjadi liaison officer pada acara-acara diplomatik, sampai menjadi tutor Bahasa Inggris bagi putra-putri staf KBRI. Intan pun aktif di media sosial untuk berbagi pengalamannya di Turki. Pada saat penulisan artikel ini, Intan memiliki lebih dari 4000 followers di Instagram!
Terinspirasi oleh sosok Intan, saya mengajak perempuan asal Cianjur ini untuk berbincang-bincang mengenai pengalaman dan pikiran-pikirannya. Seusai kelulusannya dari fakultas pendidikan Hacettepe University tahun 2018, Intan memulai karirnya menjadi guru Bahasa Inggris di sebuah sekolah swasta di Ankara, ibukota Turki. Pada saat wawancara, Intan sedang dalam masa transisi ke Istanbul untuk melanjutkan karirnya menjadi guru di sebuah sekolah internasional.
Hai Intan, terima kasih sekali lagi untuk waktunya. Apakah Intan boleh ceritakan sedikit, bagaimana sih ceritanya sampai Intan menjadi guru di Turki?
Saya lulusan dari jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Pendidikan, di Hacettepe University, Ankara. Saya ke Turki awalnya karena mendapatkan beasiswa dari sebuah yayasan Turki di Indonesia. Namun, di tengah-tengah perkuliahan (2015-2016), saya mendaftar beasiswa dari pemerintah Turki untuk mahasiswa internasional yang berprestasi (kebetulan IPK saya bagus), dan diterima. Lalu pada tahun 2016-2017, saya mendapatkan bantuan dana pendidikan dari pemerintah Indonesia.
Ketikat lulus, saya mendapatkan sertifikat mengajar di Turki. Saat itu saya berfikir, kalau saya dapat kesempatan untuk menjadi guru di Turki dan tahu banyak tentang pendidikan di Turki, kenapa tidak sekaligus cari pengalaman mengajar di Turki? Pada saat kuliah, saya juga pernah magang 1 tahun di sebuah sekolah negeri di Turki.
Kedepannya, saya berencana untuk melanjutkan kuliah S2 manajemen pendidikan. Namun, sebelum itu saya fokus untuk mencari pengalaman kerja dulu misalnya dengan mempelajari secara langsung bagaimana sih sistem pendidikan swasta di Turki. Setelah setahun di sekolah swasta, sekarang saya ingin mengajar di sekolah internasional supaya mendapat pengalaman yang lebih banyak.
Boleh diceritakan sedikit bagaimana keseharian Intan sebagai seorang guru?
Kalau dibandingkan dengan di Indonesia, kesehariannya disini lebih padat (tapi saya juga sebenarnya belum pernah jadi guru di Indonesia, jadi hanya membandingkan dengan pengalaman teman-teman di kampung halaman). Di Turki, meskipun guru masuknya lebih siang (pukul 09.00), tapi pulangnya juga lebih sore (pukul 17.00). Setelah selesai jam sekolah (pukul 16.00), guru-guru harus tinggal di sekolah selama 1 jam untuk persiapan mengajar di keesokan harinya. Rata-rata saya mengajar selama 27 jam dalam 1 minggu, per hari 5-7 jam. Setiap minggu, guru-guru harus melaporkan rencana pembelajaran (lesson plan) untuk minggu selanjutnya. Di Turki, guru-guru juga sering mengadakan sesi bimbingan belajar setelah jam sekolah di kampus untuk murid-muridnya.
Hal apa yang paling Intan suka dari menjadi seorang guru?
Setiap hari saya selalu belajar hal baru. Ilmu kita tidak pernah cukup, pasti setiap hari ada hal-hal baru yang harus dipelajari. Jadi, kita bukan hanya mengajar, tapi juga belajar dari murid-murid.
Apakah Intan mengalami culture shock saat pertama mulai menjadi guru di Turki?
Untuk standar kesopanan dan tata krama antara Turki dan Indonesia sangat berbeda. Di Indonesia, murid harus salaman atau mengucap salam ke guru, tapi di sini tidak ada budaya seperti itu. Lalu murid-murid juga lebih ceplas-ceplos ke guru-gurunya dibandingkan di Indonesia.
Lalu ritme kerja para guru juga sepertinya berbeda. Di Indonesia, guru-guru biasanya bisa pulang setelah jam sekolah berakhir, sedangkan di sini kita harus tinggal di kantor untuk mengerjakan laporan dan perencanaan hari selanjutnya.
Apakah Intan mengalami diskriminasi karena Intan bukan orang Turki?
Tidak sama sekali. Mungkin karena saya juga lulusan jurusan pendidikan di Turki dengan prestasi akademis yang cukup memuaskan, sehingga tidak ada masalah. Bahkan sekolah-sekolah di Turki bisa membanggakan bahwa mereka ada guru asing yang mengajar di sekolahnya. Aturan pemerintah Turki pun mengharuskan sekolah untuk membayar guru asing (expat) lebih tinggi dari guru lokal dikarenakan memang proses seleksinya pun lebih ketat.
Apakah Intan pernah ditanya mengapa tidak kembali ke Indonesia dan menjadi guru di negara sendiri?
Sering sekali saya ditanya seperti itu dan dituduh tidak cinta Indonesia. Hal itu sangat menyakitkan. Saya memiliki visi dan impian yang ingin saya raih dan bukannya karena saya lupa untuk pulang. Dengan saya bekerja dengan baik dan gigih, para orang tua murid akan senang dengan perkembangan anaknya. Itulah cara saya mencintai Indonesia yaitu dengan menjaga nama baiknya di negara orang. Wah, guru dari Indonesia bagus ya. Di kelas pun saya beberapa kali mengajari murid-murid tentang Indonesia dan budayanya. Hingga ketika acara perpisahan kelas di Ankara, ada salah satu murid yang mengenakan baju adat Indonesia.
Kedepannya, setelah menyelesaikan pendidikan S2, saya memang ada rencana untuk kembali ke Indonesia. Saya memiliki keinginan untuk membangun perusahaan startup sendiri atau bekerja di sebuah lembaga yang masih berhubungan dengan dunia pendidikan. Saya sebenarnya memiliki cita-cita untuk menjadi menteri pendidikan. Semoga orang-orang tidak salah kaprah dan bisa memahami bahwa saya di sini bukan hanya untuk diri sendiri tapi, dalam jangka pendek dan panjang, juga untuk Indonesia.
Selama Intan di Turki, apakah Intan pernah mengalami kegagalan atau kesulitan? Lalu, bagaimana cara Intan mengatasinya?
Tentunya ada, tapi berbeda kesulitannya pada masa kuliah dan kerja. Kalau dulu waktu kuliah, mungkin lebih ke bagaimana kita bisa survive di perkuliahan dengan nilai yang memuaskan meskipun banyak tantangan, apalagi karena faktor bahasa. Lalu, bagaimana membagi waktu antara pergaulan, organisasi, dan perkuliahan. Bagaimana kita bisa bersaing dengan teman-teman yang berasal dari Turki dan negara lain, dan bisa terus stabil mempertahankan nilai yang bagus karena tuntutan pihak pemberi beasiswa.
Kalau waktu kerja, tantangannya lebih rumit. Sejak masa-masa saya mencari kerja, tidak sedikit saya ditolak oleh beberapa sekolah karena beberapa faktor, seperti tingkat kepercayaan mereka terhadap orang asing, atau bermasalah karena saya memakai kerudung, dan lain-lain. Lalu waktu mulai bekerja, saya mendapat tuntutan pekerjaan dan ekspektasi performa yang lebih besar karena saya guru dari luar negeri. Ditambah lagi dengan perbedaan etos kerja, menyesuaikan dengan rekan-rekan kerja baru, bahkan berkomunikasi dengan murid yang budayanya berbeda.
Semua itu saya bisa lewati meskipun sulit. Saya selalu berpikir kalau hidup adalah tentang proses belajar. “Sometimes we win, sometimes we learn.” Kalau ada masalah atau kegagalan, saya selalu berusaha untuk tidak terpuruk dalam keadaan, melainkan lebih berusaha berfikir tentang solusi untuk permasalahan tersebut. Sebisa mungkin, seberat apapun masalah yang dihadapi, saya harus tetap stabil, berkomitmen agar terus belajar, berjalan, dan bertahan menghadapi permasalahan tersebut.
Apakah Intan ada pesan-pesan untuk pembaca Indonesia Mengglobal?
Dream big. Saya ini berasal bukan dari kota besar, lahir dan besar di desa (di dekat Cianjur). Dulu saya waktu kecil tidak pernah kepikiran bisa kuliah di luar negeri. Keadaan dan lingkungan keluarga saya juga tidak ada yang kuliah di luar negeri. Di kampung saya dulu masih tabu untuk berbicara kuliah atau kerja di luar negeri. Saya orang pertama dari kampung saya yang berangkat kuliah di luar negeri.
Sekarang ini informasi udah serba ada di dunia digital. Kita semua bisa cari informasi beasiswa dengan mudah. Kemauan saja tidak cukup kalau tidak diiringi dengan langkah nyata. Carilah informasi tentang beasiswa secara terperinci, lalu jangan sungkan untuk bertanya ke mahasiswa yang sudah pernah atau sedang kuliah di luar negeri. Sekarang dari PPI banyak yang membuka forum-forum diskusi untuk berbagi info beasiswa dan pengalaman tinggal dan kuliah di luar negeri.
Setelah itu, rajin-rajinlah belajar. Kita harus realistis, kalau punya mimpi besar maka belajarnya juga harus rajin dan harus mau kerja keras. Banyak orang sekadar mau ke luar negeri tapi banyak mengeluh ketika menghadapi kesulitan. Lalu, kuasai Bahasa Inggris dengan baik. Memang Bahasa Inggris bukanlah bahasa utama di Turki, tapi proses pendaftaran beasiswa semuanya dengan Bahasa Inggris.
Jangan merasa kecil, coba dulu saja.
Ketika menjalani perkuliahan di luar negeri, saya sarankan untuk aktif berorganisasi. Hal itu bisa melatih soft skills kita. Saya dulu aktif di PPI dan juga di International Club kampus saya. Dari pengalaman berorganisasi tersebut, saya jadi memiliki keberanian dan kemampuan untuk daftar jadi guru. Selain itu, jangan lupa untuk cari pengalaman kerja melalui magang dan part time. Pengalaman kerja itu akan membantu setelah lulus dan menjadi poin tambah dalam mencari pekerjaan.
***
Intan Qurotul Ain adalah orang Indonesia yang menjadi guru di salah satu sekolah Swasta Turki, Dost Koleji, Ankara pada tahun 2018-2019. Pada bulan Agustus 2019 intan mendapatkan kesempatan untuk mengajar di salah satu sekolah internasional terbaik di Turki, Steps International School, Istanbul.
Intan merupakan lulusan dari Hacettepe University, Ankara, fakultas pendidikan, jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dengan beasiswa penuh dari salah satu lembaga pendidikan di Turki. Selama kuliah intan juga aktif berkontribusi di beberapa organisasi lokal maupun International seperti menjadi Ketua PPI Ankara (2016-2017), menjadi koordinator Indonesian students di Hacettepe University International Students Club (2015-2016), menjadi volunteer di Foundation for Childern with Leukemia (LOSEV, 2016- 2017).
Intan juga aktif menjadi delegasi Indonesia di beberapa konferensi internasional, salah satunya menjadi delegasi Indonesia pada Intenational Women Congress yang diselenggrakan Yildirim Beyazit University dan Florida International University Miami, United States pada tahun 2016.
Sumber foto: koleksi pribadi Intan Qurotul Ain.