Kepulangan Kembali dari Singapura dan Harapan bagi Indonesia

0
2232
Kesempatan saya mengikuti dan memberikan presentasi dalam konferensi ASEAN Smart Cities Network di Bangkok (Agustus 2019) sebagai perwakilan delegasi Jakarta

Proses adaptasi di negara asing memang tidak mudah. Namun, setelah lebih dari satu dekade menetap di negara asing, proses adaptasi saat kembali ke negara sendiri pun bisa menjadi cukup menantang. Hal inilah yang dirasakan oleh Juan Intan Kanggrawan, Kontributor Indonesia Mengglobal yang telah menetap di Singapura selama lebih dari 11 tahun. Dalam artikel ini, Juan berbagi pengalaman proses kepulangannya ke Indonesia dan memulai pekerjaan barunya sebagai Head of Data Analytics di Jakarta Smart City. Artikel ini merupakan kelanjutan dari cerita-cerita pengalaman Juan saat ia mulai beradaptasi dengan lingkungan pendidikan dan dunia profesional di Singapura.

***

Sejak awal saya studi dan bekerja di Singapura (tahun 2007), saya tahu bahwa suatu saat saya akan kembali untuk memberikan kontribusi lebih nyata bagi Indonesia. Perjalanan tersebut penuh naik-turun, tawa-tangis, dan suka-duka. Saya bersyukur bahwa akhirnya saya mendapatkan kesempatan untuk bekerja secara full-time sebagai Head of Data Analytics di Jakarta Smart City. Saya selalu teringat akan kalimat berharga dari salah seorang tokoh dan pejabat publik inspiratif Indonesia: “jangan pernah berhenti untuk mencintai Indonesia”.

Rencana Kembali

Setelah studi dan bekerja di Singapura selama lebih dari 10 tahun, saya memang memiliki rencana untuk kembali ke Indonesia. Selain pertimbangan untuk menikah dan membangun keluarga, saya juga memiliki aspirasi untuk bisa memberikan kontribusi secara langsung di konteks pemerintahan. Berbekal ilmu dan pengalaman di bidang teknologi dan kebijakan publik, saya sangat rindu agar bekal tersebut bisa memberikan manfaat lebih jauh bagi bangsa dan negara. Dari aspek pertimbangan pribadi, orang tua dan calon mertua saya tinggal cukup berdekatan di wilayah Tangerang. Setelah menikah, saya ingin tinggal berdekatan dengan mereka selama beberapa waktu. Selain itu, saya pribadi memang tidak ingin nantinya anak saya melewati periode masa kecil di lingkungan yang terlalu kompetitif seperti Singapura. Walau menurut saya, sistem pendidikan di Singapura secara umum lebih baik dari Indonesia. 

Foto pernikahan saya pada tanggal 22 Desember 2018. Ini adalah foto bersama dengan rekan-rekan yang juga sangat memikirkan perkembangan Indonesia
Foto pernikahan saya pada tanggal 22 Desember 2018. Ini adalah foto bersama dengan rekan-rekan yang juga sangat memikirkan perkembangan Indonesia

Rencana saya kembali ke Indonesia mulai memasuki fase konkret di tahun 2017. Saya bersyukur mendapatkan kesempatan bekerja di salah satu startup unicorn asal Indonesia yang memiliki cabang di Singapura. Karena tuntutan pekerjaan, saya justru akhirnya sering melakukan business trip ke Jakarta. Hal ini sangat membantu persiapan pernikahan saya, dan adaptasi saya sebelum nantinya benar-benar kembali ke Jakarta. Setelah cukup lama bekerja di Singapura, pengalaman bekerja dengan lebih intens di kantor yang karyawannya mayoritas orang Indonesia juga membantu saya dalam beradaptasi dari sisi kultur kerja. Singkat cerita, saya sangat bersyukur sehingga akhirnya pernikahan saya bisa dipersiapkan dengan baik dan mulai membangun keluarga di Indonesia pada akhir Desember 2018.

Adaptasi yang Mengejutkan

Di luar dugaan, ternyata proses adaptasi untuk pulang kembali ke Indonesia cukup berat dan mengejutkan bagi saya. Hal ini berlangsung sepanjang tahun 2018 dan awal tahun 2019. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini. Faktor pertama adalah kemacetan. Secara rata-rata, saya menghabiskan waktu 3-5 jam per hari terjebak dalam padatnya lalu-lintas kota Jakarta. Saya tinggal di daerah Karawaci dan perlu setiap hari ke daerah Slipi atau Merdeka Selatan. Bagi saya, waktu 1 jam saja sudah sangat berharga dan bisa mengerjakan banyak hal. Terjebak dalam kondisi macet seperti ini adalah suatu tantangan besar bagi saya pribadi.

Contoh meja kursi di ruang publik dekat tempat tinggal saya di Singapura dimana saya biasa bertemu dengan rekan/teman saya untuk bertukar pikiran
Contoh meja kursi di ruang publik dekat tempat tinggal saya di Singapura dimana saya biasa bertemu dengan rekan/teman saya untuk bertukar pikiran

Faktor kedua adalah public space. Ketika saya kembali ke Indonesia, saya jujur baru menyadari hal ini. Selama di Singapura, saya ternyata sangat dimanjakan dengan tersedianya tempat-tempat publik di mana saya bisa bertemu teman-teman. Saya adalah orang yang sangat senang berdiskusi dan bertukar pikiran dengan orang lain. Di Singapura, saya sangat terbiasa dan sering berdiskusi di meja kursi publik, taman, coffee shop, ataupun ruang  terbuka di berbagai kampus. Di Jakarta, saya hanya memiliki alternatif shopping mall atau rumah tempat tinggal untuk bisa melakukan hal ini. Saya pribadi juga kurang nyaman dengan suasana shopping mall yang terlalu ramai, apalagi di akhir pekan. Ditambah lagi dengan faktor kemacetan, akhirnya frekuensi saya bisa bertemu kawan untuk bertukar pikiran menjadi semakin jarang.

Faktor ketiga adalah komunitas. Di tahun 2018, saya menghabiskan waktu 3 minggu di Jakarta dan 1 minggu di Singapura setiap bulannya. Ketika menjalani hal tersebut, saya baru merasakan kerinduan mendalam untuk bisa bertemu dengan teman dan komunitas saya di Singapura. Setelah lebih dari 10 tahun merantau di negeri orang, ada orang-orang tertentu di Singapura yang saya sangat dekat, bahkan lebih dari anggota keluarga. Dengan kondisi ini, sampai detik artikel ini ditulis, saya masih terus mengusahakan secara aktif untuk berkunjung ke Singapura, minimal satu kali per bulan.

Makna dan Kepuasan

Sedikit berkaca ke belakang, semenjak tahun 2014 di Singapura, saya sudah mulai melakukan inisiatif sebagai relawan ke berbagai instansi masyarakat dan pemerintah Indonesia. Acara dan inisiatif tersebut mulai dari dialog, konferensi, diskusi publik, hackathon, bootcamp, sampai membuat analisa dan kajian bersama. Saya bersyukur memiliki kenalan dan bisa berinteraksi dengan organisasi Perhimpunan Indonesia di berbagai kampus di Singapura, juga dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan di Indonesia. Melalui pemahaman konteks lapangan dan pengalaman saya sebagai relawan, ini yang akhirnya membuka jalan bagi saya untuk bisa bergabung dengan Jakarta Smart City di tahun 2019.

Jika dirangkum, tanggung jawab saya sebagai Head of Data Analytics di Jakarta Smart City terdengar cukup sederhana. Saya bertugas membuat “keputusan lebih baik, dengan lebih cepat” yang nantinya tercermin dari peningkatan kualitas kebijakan publik dan layanan masyarakat. Sebagai seorang praktisi data, melakukan analisa data perkotaan yang kaya dan penuh dengan potensi sungguh menjadi kenikmatan tersendiri bagi saya. Data-data tersebut mencakup data aspirasi masyarakat, demografi masyarakat, kemacetan, pergerakan transportasi, penggunaan subsidi kesehatan dan pendidikan, harga pangan, timbunan sampah, dan lain-lain. 

Juan3_4A
Suatu kehormatan bagi saya bisa menyambut dan memberikan presentasi kepada para pimpinan senior pemerintah Singapura yang berkunjung ke Jakarta Smart City dalam acara Senior Management Programme (MPP)

Pada awalnya, saya tidak terlalu berharap muluk-muluk ketika bekerja di instansi pemerintah. Namun setelah beberapa bulan, saya sangat merasa puas dan berkesan dengan pengalaman pekerjaan saya di Jakarta Smart City. Dibandingkan dengan pengalaman bekerja sebelumnya selama lebih dari 10 tahun, periode bekerja di Jakarta Smart City adalah periode bekerja paling bermakna bagi saya. Saya memiliki kesempatan untuk terlibat dan berkecimpung dalam hal-hal yang bersifat strategis dan memiliki dampak dalam skala kota metropolitan. Ditambah lagi dengan potensi kolaborasi dengan berbagai pihak, baik itu pihak startup digital, instansi-instansi pemerintah di DKI Jakarta, universitas di dalam dan luar negeri, Kedutaan Besar dari berbagai negara, dan organisasi-organisasi regional dan internasional. 

Sebagai bonus dan sekaligus sangat sejalan dengan hobi saya, saya sering kali mendapat kesempatan dan tawaran untuk membagikan pengalaman saya di Jakarta Smart City dalam konferensi-konferensi di level nasional dan regional. Terakhir, saya juga sangat puas dengan kinerja tim saya yang kebanyakan adalah mahasiswa/i yang baru lulus tanpa pengalaman kerja. Dengan sedikit arahan dan bimbingan, mereka menunjukan sikap haus belajar dan mampu membuat hasil pekerjaan yang layak dipresentasikan ke level Kepala Dinas dan Tim Gubernur.

Saya berharap banyak terhadap ide-ide inovatif dan kolaboratif di kota Jakarta. Ini adalah salah satu acara kerjasama antara kota Jakarta dan Berlin dalam mempertemukan pemerintah, inovator start-up dan perwakilan masyarakat untuk sama-sama memikirkan solusi integratif
Saya berharap banyak terhadap ide-ide inovatif dan kolaboratif di kota Jakarta. Ini adalah salah satu acara kerjasama antara kota Jakarta dan Berlin dalam mempertemukan pemerintah, inovator start-up dan perwakilan masyarakat untuk sama-sama memikirkan solusi integratif

Pengalaman saya bekerja full-time di Jakarta Smart City semakin membuka wawasan dan pandangan saya. Melalui kesempatan ini, saya semakin merencanakan hidup saya dengan sungguh-sungguh, mengenai apa yang bisa saya kontribusikan bagi bangsa dan negara dalam rentang 10, 20, 30 tahun yang akan datang. Saya berharap pengalaman saya di Jakarta Smart City bisa menjadi pembelajaran bagi berbagai kota/provinsi lain di Indonesia dalam menerapkan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan kualitas kebijakan publik dan layanan masyarakat. 

Terakhir, saya jauh lebih bersyukur bahwa ilmu dan pengalaman saya di Singapura boleh menjadi dampak positif bagi kota Jakarta secara spesifik, dan Indonesia secara lebih luas. Melalui pengalaman studi S1 di bidang Business Information Systems, saya memahami perkembangan teknologi informasi terbaru (pada konteks waktu itu) dan contoh-contoh penerapannya di industri. Melalui pengalaman studi part-time S2 di bidang International Political Economy, saya menjadi mampu berpikir secara makro, komprehensif, dan multidisiplin, terutama dalam melihat dampak dan keterkaitan antar berbagai faktor/elemen dalam realita masyarakat yang kompleks. Melalui pengalaman kerja yang penuh dengan naik-turun di Singapura, saya menjadi terbentuk menjadi pribadi yang tangguh, profesional, terampil, luwes, dan memiliki standar etos/disiplin kerja.

Semoga segala hal berharga ini boleh terus saya persembahkan bagi perkembangan kota dan negara saya tercinta. 

***

Sumber foto: koleksi pribadi penulis.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here