Pada artikel kali ini, Arnachani, Content Director Indonesia Mengglobal untuk Wilayah Asia, Timur Tengah dan Afrika, berkesempatan berbincang dengan Muhammad Albar Tasrief, anak muda asal Indonesia yang sangat inspiratif. Sejak Agustus 2019, Albar sudah mulai menjelajahi angkasa sebagai First Officer (co-pilot) di Turkish Airlines, tetapi perjalanannya mendapatkan posisi tersebut penuh lika-liku. Yuk kita simak kisah Albar dan kita ambil hikmah dan pembelajaran dari perjalanan hidupnya.
***
Salah satu kebiasaan unik saya saat naik pesawat terbang adalah memperhatikan nama pilot dan co-pilot yang memegang kemudi. Hal ini berawal saat salah satu teman masa kecil saya menjadi pilot di sebuah maskapai Indonesia. Lama kelamaan, hal itu menjadi kebiasaan yang membuat saya lebih menghargai jasa pilot dan co-pilot dalam membawa saya ke tempat tujuan dengan nyaman dan selamat. Sekarang, saya memiliki satu lagi alasan untuk memperhatikan nama-nama tersebut: mencari nama Muhammad Albar Tasrief, First Officer di Turkish Airlines asal Indonesia.
Pada tahun 2012, Albar mendapat kesempatan untuk kuliah S1 jurusan Aeronautical Science di Ankara, ibukota Turki. Lalu, bagaimana perjalanan Albar sampai sekarang menjadi pilot di salah satu maskapai penerbangan paling bergengsi di dunia ini? Pertanyaan itulah yang mendasari perbincangan saya dengan Albar.
Hai Albar! Terima kasih ya, sudah meluangkan waktu di tengah jadwal terbang untuk wawancara ini. Pertama-tama, boleh diceritakan bagaimana sih Albar bisa memulai kuliah S1 di Turki?
Inspirasi untuk berkuliah di luar negeri pertama datang dari abang saya, yang bisa melanjutkan studi S2 dan S3-nya di luar negeri dengan beasiswa. Jadi sebenarnya, motivasi awal saya untuk ke Turki bukan untuk menjadi pilot, tapi untuk mendapatkan beasiswa. Pada tahun 2012, saya kebetulan mendapat beasiswa dari pemerintah Turki, yang waktu itu masih dibuka untuk semua jurusan (sekarang sudah ada batasan jurusan-jurusan apa saja yang bisa mendapatkan beasiswa).
Setelah mendapatkan beasiswa, saya melihat pilihan-pilihan yang ada dan merasa tertarik dengan program Aeronautical Science di Universitas Turk Hava Kurumu, atau University of Turkish Aeronautical Association. Pertimbangan utama saya dalam mengambil keputusan adalah program tersebut menawarkan ijazah S1 dan lisensi pilot, sedangkan sekolah-sekolah penerbangan di Indonesia rata-rata hanya memberikan lisensi pilot (setara D2). Jadi seburuk-buruknya keadaan, kalau saya tidak dapat pekerjaan menjadi pilot, saya bisa mendaftar pekerjaan lain dengan ijazah S1 saya.
Lalu seperti apa pengalamannya belajar di Universitas Turk Hava Kurumu?
Turk Hava Kurumu (THK) adalah asosiasi penerbangan Turki yang didirikan pada tahun 1925 oleh presiden pertama Turki. Lalu, pada tahun 2011, THK mendirikan sebuah universitas. Jadi sebenarnya universitasnya juga cukup baru. Di Turki ada beberapa universitas yang menyediakan program serupa, dan memang program S1 plus lisensi pilot sudah lumrah di negara-negara Eropa dan di Amerika.
Pada tahun pertama, saya hanya kuliah sepenuhnya, mengambil ilmu-ilmu dasar seperti Bahasa Inggris, fisika dasar, dan matematika dasar. Di semester 4, saya baru mendapatkan pelajaran-pelajaran tentang penerbangan, atau flight training. Setelah lulus teori flight training, barulah saya boleh terbang – jadi kita harus menguasai teori dulu baru boleh praktik. Tahapan pertama adalah mendapatkan private pilot license. Tahapan selanjutnya adalah mendapatkan airline transport pilot licence (ATPL) yang prosesnya dilalui selama 3-4 semester. Setelah lulus teori untuk ATPL, saya melanjutkan praktik terbang untuk mendapatkan commercial pilot license (CPL) yang setara dengan “frozen ATPL” (untuk mendapatkan “full ATPL”, seorang pilot harus sudah punya 1500 jam terbang). Semua ini saya tempuh dalam jangka waktu 4,5 tahun.
Selain Aeronautical Science, Universitas THK juga menawarkan berbagai jurusan, termasuk jurusan teknik dan ilmu-ilmu sosial. Universitas THK juga menarik banyak mahasiswa internasional karena kebanyakan mata kuliahnya menggunakan Bahasa Inggris. Disana juga ada asosiasi mahasiswa internasional, sehingga kehidupan sebagai mahasiswa internasional menjadi lumayan mengesankan, apalagi saat itu universitasnya masih baru.
Setelah lulus, apakah Albar bisa langsung menjadi pilot Turkish Airlines?
Sebenarnya perjalanan saya menjadi pilot agak berliku-liku.
Saya mendapatkan ijazah S1 dan lisensi pilot pada tahun 2017. Setelah pendidikan, saya kembali ke Indonesia untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan jurusan saya. Tapi sayangnya setelah mendaftar sebagai pilot ke beberapa maskapai, tidak ada satupun yang memanggil saya untuk ikut proses seleksi. Saya juga tidak tahu kenapa, tidak diberi tahu.
Akhirnya, karena tidak mendapatkan pekerjaan sebagai pilot, saya mulai mendaftar kerja kantoran. Pada bulan Oktober 2017, tiga bulan setelah saya lulus, saya bergabung sebagai staf di sebuah perusahaan jasa perjalanan wisata di Indonesia. Setelah dua bulan, saya pindah untuk bekerja di salah satu perusahaan ekspedisi internasional di Jakarta.
Setelah beberapa bulan bekerja di perusahaan tersebut, saya mendapat kabar dari rekan saya bahwa Turkish Airlines membuka kesempatan untuk pendaftaran pilot asing tanpa ada batas minimal pengalaman terbang. Saya pun mendaftar dan dipanggil ke Istanbul untuk proses seleksi. Lalu pada bulan Oktober 2018, saya mendapat offer letter dari Turkish Airlines.
Setelah itu saya pun harus mengikuti proses pelatihan awal selama beberapa bulan, dan baru diterima secara resmi pada bulan April 2019 dan mulai terbang pada bulan Agustus 2019.
Persiapan apa saja sih yang harus dilakukan sebelum mendaftar studi menjadi pilot?
Saran saya, perkuatlah Bahasa Inggris, fisika, dan matematika. Selebihnya, dalam proses pendaftaran sekolah penerbangan, akan ada tes bakat terbang. Tes ini dilakukan di simulator, tapi memang standarnya bisa jadi berbeda-beda di setiap sekolah penerbangan.
Di dunia ini ada beberapa standar lisensi penerbangan. Standar yang paling banyak diterima secara internasional adalah standar European Aviation Safety Agency (EASA). Turki memiliki standarnya sendiri, yakni Joint Aviation Authority (JAA) yang merupakan regulasi yang digunakan oleh Eropa sebelum EASA berdiri. Oleh karena itu, JAA dan EASA memiliki regulasi yang sangat mirip sehingga Turki juga dapat dikategorikan sebagai maskapai Eropa. Kalau di Amerika, ada standar sendiri dari Federal Aviation Administration (FAA). Kalau ada niat dan bakat menjadi pilot, saya menyarankan mengambil lisensi EASA karena lebih banyak peluang kerjanya. Tapi semua memang kembali lagi ke kebijakan masing-masing maskapai.
Bagaimana selama ini pengalamannya menjadi pilot?
Setiap penerbangan pasti ada pelajaran baru. Saya memang baru aktif terbang sejak dua bulan lalu. Sebagian besar rute penerbangan saya ke Eropa (karena saya menerbangkan pesawat model A320) dan saya jadi banyak belajar mengenai aturan penerbangan Eropa. Saya juga cukup sering terbang ke Afrika Utara, Timur Tengah, dan beberapa negara Asia Barat seperti Azerbaijan. Tiap-tiap negara memiliki regulasi komunikasi udara yang berbeda-beda. Saya juga diberitahu oleh pilot-pilot yang lebih senior bahwa menjadi pilot memang tidak akan pernah berhenti belajar sebab teknologi terus berkembang dan regulasi terus berubah. Oleh karena itu, setidaknya di Turkish Airlines, setiap enam bulan sekali pilot harus mengikuti uji kelayakan. Lisensi pun harus diperbaharui setiap tahun, terlepas dari pengalaman.
Hal apa sih yang menurutmu paling menarik dalam belajar dan bekerja di Turki?
Menurut saya, Turki adalah negara yang unik. Uniknya adalah karena ada kombinasi feel Eropa dan Asia. Jadi disini mungkin suasananya mirip dengan negara-negara Eropa lainnya, tapi – karena saya juga Muslim – masih tetap terdengar suara adzan. Saya tidak sendirian dalam berfikir seperti ini, terbukti setiap tahun semakin banyak mahasiswa Indonesia yang berkuliah di Turki.
Lalu saya juga sangat senang dengan budaya Turki. Contohnya, disini ada budaya saling mendoakan. Setiap kali orang Turki melewati orang lain yang sedang bekerja (dari menyapu di jalan, bekerja kantoran, atau menerbangkan pesawat sekalipun), mereka selalu mengucapkan “kolay gelsin”, yang artinya kurang lebih mendoakan agar orang tersebut diberikan kemudahan dalam melakukan pekerjaannya.
Apakah ada pesan-pesan untuk pembaca Indonesia Mengglobal?
Keep doing your best, but never think that you are the best.
Sebagai fresh graduate, saya dulu tidak pilih-pilih di awal. Waktu itu, apapun kesempatan yang ada di depan mata, saya ambil. Pada tahun 2017 saya tidak bisa mendapat kesempatan untuk menjadi pilot, tapi saya tidak berhenti disitu dan memutuskan untuk mengambil kesempatan kerja lainnya. Yang saya pikirkan saat itu adalah saya ingin bekerja, yang penting halal dan bermanfaat untuk saya dan orang lain. Ambil kesempatan pertama yang ada. Dari sana, kalau ingin ke tempat lain, silahkan kita kembangkan diri dulu. Belajar saja dulu dari pengalaman yang ada, dan sambil belajar, cari kesempatan di tempat lain. Let it flow.
Terlepas dari semuanya, doa orang tua adalah hal yang paling penting. Bagaimanapun kita berusaha, kalau tidak ada restu orang tua, sulit jadinya. Insyallah, kalau ada restu, semua lancar.
***
Muhammad Albar Tasrief lahir di Pinrang, Sulawesi Selatan, pada tanggal 29 Mei 1993. Jenjang pendidikan dimulai dari SDN 3 Pinrang, SMPN 1 Pinrang, dan SMAN 1 Pinrang. Kemudian lulus SMA pada tahun 2011 dan awalnya melanjutkan pendidikan ke tingkat universitas di Jurusan Teknik Perkapalan, Universitas Hasanuddin (UNHAS) di Makassar. Namun, setelah setahun belajar di UNHAS, akhirnya memutuskan untuk berpindah ke jurusan dan universitas lain, yakni jurusan Aeronautical Science (Flight Training), University of Turkish Aeronautical Association di Ankara, Turki.
Pada Juli 2017, berhasil menyelesaikan pendidikan dan training terbang di Turki, lalu akhirnya kembali ke tanah air.
Pada Oktober 2017, memulai pekerjaan sebagai Tour Reservation Staff di salah satu perusahaan travel Haji dan Umroh swasta di Jakarta. Kemudian pada Desember 2017, mendapatkan job offering dari salah satu perusahaan logistik internasional (DHL Express) sebagai Customer Service Advisor dan aktif bekerja dari Januari sampai Oktober 2018. Akhirnya, memutuskan resign pada Oktober 2018 karena mendapatkan offering letter dari Turkish Airlines sebagai First Officer (Co-Pilot). Setelah melalui serangkaian pelatihan terbang lanjutan, akhirnya pada April 2019 mulai bekerja secara resmi di maskapai tersebut sampai saat ini.
***
Sumber foto: koleksi pribadi Albar Tasrief
[…] a year ago, but how grateful are we to see an array of well-curated articles featuring the likes of a Turkish Airlines Pilot, a Master’s student in Iran, a diplomat in Tanzania, a scholarship recipient in Hawai’i, and a […]