Apa yang kalian ketahui tentang Hongaria? Pernahkah kalian membayangkan untuk berkuliah di sana? Ternyata, negara yang berbatasan langsung dengan Austria dan Romania ini memiliki beragam daya tarik untuk menjadi tujuan studi, lho! Salah satunya, Hongaria memiliki beberapa universitas yang berkualitas dengan biaya yang jauh lebih terjangkau dibandingkan negara-negara lain di Eropa Barat. Tidak hanya itu, Hongaria juga menyediakan beasiswa untuk jenjang S1, S2, dan S3 yang bernama Stipendium Hungaricum. Jadi makin penasaran kan bagaimana sistem perkuliahan di sana? Mari kita intip wawancara Dini Putri Saraswati, Columnist Indonesia Mengglobal dengan Feisal Aziez, Mahasiswa S3 Multilingualism Doctoral School di University of Pannonia di Veszprém, Hongaria.
Halo Fei! Boleh diceritakan sedikit tentang perjalanan kuliah hingga ke Hongaria?
Hai! Tentu. Pada tahun 2007, saya berkuliah S1 di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Kemudian, saya melanjutkan studi S2 saya di Universitas Negeri Yogyakarta jurusan Linguistik Terapan pada tahun 2012. Setelah itu, pada tahun 2017 saya mendapatkan kesempatan untuk berkuliah di University of Pannonia jurusan Multilingualism Doctoral School dengan beasiswa penuh dari Stipendium Hungaricum.
Apa itu beasiswa Stipendium Hungaricum? Bagaimana cara mendapatkannya?
Beasiswa Stipendium Hungaricum merupakan beasiswa yang disediakan oleh pemerintah Hongaria sejak tahun 2013 untuk mereka yang ingin melanjutkan studi ke jenjang S3 di seluruh universitas di Hongaria yang bekerja sama dengan program ini. Beasiswa ini menanggung keseluruhan biaya studi yang meliputi tuition fee, accommodation support, hingga biaya hidup. Per tahun 2020, beasiswa ini tidak hanya membiayai jenjang S3 saja, namun juga S1 dan S2. Selain itu, untuk Warga Negara Indonesia (WNI) kuotanya juga diperbanyak menjadi 100 orang dari yang awalnya hanya 50 orang.
Tata cara pendaftaran beasiswa ini tidak jauh berbeda dengan mayoritas penyedia beasiswa pada umumnya. Pertama, kita diwajibkan untuk mengakses laman resmi Stipendium Hungaricum. Setelah itu, kita dapat memilih dua hingga tiga program studi yang paling sesuai di kolom “Study Finder”. Setelah menemukan program studi yang diinginkan, khusus untuk program S3, kita dapat mengontak dosen di universitas tersebut untuk berdiskusi mengenai riset yang akan kita lakukan. Jika dosen tersebut bersedia untuk menjadi supervisor, kita bisa meminta surat rekomendasi sebagai dokumen tambahan untuk dilampirkan saat mendaftar. Namun, syarat ini tidak menjadi sebuah keharusan. Jika kita tidak berhasil mendapatkan kontak dosen tersebut pun tidak masalah.
Selanjutnya, kita harus mengunggah dokumen-dokumen yang dibutuhkan sebagai syarat administrasi, seperti ijazah dan transkrip, sertifikat bahasa Inggris, proposal riset, motivation letter, dan surat keterangan sehat. Karena beasiswa ini bekerja sama dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, aplikasi yang masuk juga akan diseleksi oleh lembaga tersebut. Jika kita dinyatakan lolos pada seleksi administrasi, maka tahap terakhir adalah wawancara. Pada tahap ini, biasanya kita akan diberi tahu nama supervisor kita.
Saat kita mendapatkan beasiswa ini, ada kemungkinan kita bisa mendapatkan beasiswa lain juga di waktu yang bersamaan atau double funding. Saya sendiri juga mendapatkan beasiswa tambahan dari tempat kerja saya di Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Selain itu ada juga beasiswa-beasiswa khusus untuk riset. Misalnya, Research Excellence Fellowship dan beasiswa-beasiswa tambahan lain dari Pemerintah Hongaria. Oleh karena itu, jangan lupa untuk selalu update dengan informasi terkait beasiswa ya!
Bagaimana sistem perkuliahan di Hongaria?
Program doktoral di Hongaria rata-rata dilangsungkan selama empat tahun dengan sistem 2 + 2 atau dua tahun course dan dua tahun riset. Course ini sendiri seperti perkuliahan pada umumnya di mana terdapat kegiatan belajar mengajar tatap muka antara dosen dengan mahasiswa. Course lebih banyak diisi dengan diskusi, mini riset, dan presentasi.
Berhubung tahun ini adalah tahun ketiga saya di sini, maka tahun ini saya sudah menginjak ke tahap riset. Saya meneliti tentang perkembangan bahasa Inggris santri di pesantren modern di Indonesia. Ini merupakan penelitian lanjutan dari tesis S2 saya. Menurut saya, topik ini menarik karena biasanya di pesantren para santri dipaksa untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris, sedangkan mereka masih belum memiliki dasar yang kuat dalam berbahasa Inggris. Sehingga, tidak jarang kita akan menemukan bahasa Inggris dengan pola yang berbeda di pesantren. Saya telah mengunjungi beberapa pesantren dan melihat perkembangan bahasa Inggris di sana dan saat ini saya sedang menganalisis data yang sudah diperoleh.
Oh iya, sebagai syarat kelulusan, mahasiswa S3 juga diwajibkan untuk memiliki publikasi jurnal ilmiah. Namun, setiap jurusan atau universitas memiliki persyaratan yang berbeda-beda terkait teknis publikasi ini. Di jurusan saya, misalnya, jurnal yang dipublikasi tidak harus yang terindeks Scopus*, minimal setingkat European Reference Index for the Humanities (ERIH PLUS)**. Di jurusan lain ada juga yang mewajibkan untuk dipublikasikan di jurnal terindeks Scopus dengan impact factor tertentu.
Selain itu, kampus-kampus di Hongaria tidak mensyaratkan mahasiswa S3 untuk mengajar. Namun, jika berminat untuk mengajar tetap diizinkan. Saya pun pernah beberapa kali membantu supervisor saya untuk mengisi kelas yang diampu oleh beliau.
Tantangan apa yang dihadapi saat berkuliah di Hongaria?
Yang paling utama sih beradaptasi. Di Hongaria, tidak banyak orang Indonesia, terutama di Veszprém. Pada saat pertama kali saya datang hanya dua orang mahasiswa dari Indonesia di kampus saya. Menariknya, justru hal ini yang merekatkan kami. Kami sering mengadakan perkumpulan melalui Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Hongaria dan hampir semuanya hadir dalam perkumpulan tersebut. Jadi, saya merasa memiliki keluarga baru.
Selain itu, bahasa juga menjadi kendala bagi saya. Bahasa Hongaria termasuk salah satu bahasa yang paling sulit dipelajari karena akar bahasanya terpisah dengan bahasa lain, misalnya bahasa-bahasa yang umum di Eropa Barat merupakan akar dari Germanic atau Roman language. Sedangkan, bahasa Hongaria lebih ke Finno-Ugric. Akarnya sama dengan bahasa Finlandia, tetapi juga sudah mengalami banyak perbedaan. Kendala berbahasa ini diperparah dengan minimnya penutur bahasa Inggris di Veszprém, berbeda dengan Budapest yang merupakan ibukota dengan penduduk yang lebih beragam dan sering dikunjungi turis sehingga sudah banyak yang fasih berbahasa Inggris. Untungnya, saya memiliki beberapa teman yang dapat berbahasa Hongaria sehingga dapat membantu dalam hal berkomunikasi.
Oh iya, karena Veszprém adalah kota kecil, masyarakatnya sangat homogen. Selain itu, banyak pula orang tua karena anak-anak muda banyak yang merantau ke ibukota atau ke luar negeri. Kondisi ini menyebabkan masyarakat di sini cenderung tertutup. Agak berbeda dengan di Indonesia yang menurut saya lebih ramah dan sering tersenyum. Namun, tidak usah khawatir karena sebenarnya mereka memiliki perangai yang baik juga kok.
Sebagai orang asing, saya juga pernah mengalami pengalaman kurang mengenakkan di sini. Pernah suatu saat saya dan teman-teman sedang menunggu bus di terminal setelah menempuh perjalanan dari Wina, Austria. Tiba-tiba kami dihampiri oleh tiga mobil polisi. Sempat kaget dan deg-degan juga, khawatir jika kami melakukan sesuatu yang mencurigakan. Ternyata mereka ingin mengecek dokumen-dokumen kami, seperti paspor, izin tinggal, dan student card untuk memastikan bahwa kami memiliki status yang legal untuk tinggal di Hongaria. Beruntung kami semua membawa dokumen-dokumen yang dimaksud sehingga tidak diinterogasi lebih lanjut. Jadi, jika ingin tinggal di Hongaria, pastikan dokumen-dokumen kalian selalu dalam genggaman ya, terutama saat bepergian!
Waduh! Cukup menegangkan juga ya. Kalau begitu, adakah pengalaman yang paling berkesan saat berkuliah di Hongaria?
Saya mengikuti program dari Uni Eropa untuk mengajar bahasa Inggris di daerah tertinggal di Hongaria selama dua tahun. Ada yang bersifat reguler seperti sekolah, ada juga yang khusus seperti language camp yang hanya diadakan beberapa hari saja. Walaupun daerah tertinggal, ternyata sekolah-sekolah di sana sudah memiliki berbagai fasilitas yang mumpuni lho! Siswanya pun juga sangat aktif dan cerdas.
Hal yang menarik bagi saya adalah saya yang orang Indonesia mengajari orang Hongaria untuk berbahasa Inggris. Apalagi, bahasa Hongaria saya juga belum terlalu baik. Menurut saya, di situlah tantangannya. Untung saja mayoritas murid saya sudah cukup cakap berbahasa Inggris, sehingga tidak terlalu banyak menemui kendala.
Tips untuk teman-teman yang ingin melanjutkan studi ke Hongaria?
Terkhusus untuk teman-teman yang ingin melanjutkan studi S3 di Hongaria, saran saya yang paling utama adalah persiapkan rencana penelitian. Tidak harus yang sudah sangat advanced karena toh nanti akan diberi masukan dari supervisor dan teman-teman di kelas. Saya sendiri memilih untuk melanjutkan penelitian saat S2 karena saya tidak perlu memulai dari awal lagi sehingga cukup memudahkan bagi saya.
Selain itu, perdalam bahasa Inggris sebelum memutuskan untuk berkuliah di Hongaria karena banyak program studi yang menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar. Jika memiliki kemampuan berbahasa Hongaria tentu akan lebih baik karena dapat membantu untuk berkomunikasi sehari-hari.
Selamat berjuang!
*Scopus: Scopus adalah salah satu database literatur ilmiah yang dimiliki oleh penerbit terkemuka di dunia, yaitu Elsevier. Jurnal yang terindeks Scopus merupakan jurnal internasional yang memiliki reputasi tinggi.
**ERIH PLUS: Hampir sama dengan Scopus, ERIH PLUS adalah database literatur ilmiah di bidang Sastra dan Ilmu Sosial di Eropa.
***
Feisal Aziez, yang biasa dipanggil Feisal atau Fei, adalah seorang dosen di Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Sejak September 2017, ia menempuh pendidikan doktor di Multilingualism Doctoral School, University of Pannonia, Hongaria. Saat ini ia sedang menyelesaikan disertasinya tentang perkembangan bahasa Inggris di pesantren modern di Indonesia. Sebagai alumni pesantren, ia ingin memperkenalkan tentang pendidikan pesantren di Indonesia kepada masyarakat global. Di tengah kesibukannya menyelesaikan studi di Hongaria, ia juga senang traveling dengan teman dan keluarga ke negara-negara Eropa. Selain ingin menikmati suasana, arsitektur dan kuliner khas negara-negara yang dikunjungi, ia juga suka melihat bagaimana masyarakat lokal menjalani keseharian mereka.
***