Sebagai seorang guru di sekolah internasional, Santo memiliki impian untuk bisa mengajar di luar negeri. Perjalanan yang tidak mudah, membuat Santo mengupayakan banyak hal untuk mencapai impiannya. Inilah perjalanan Santo hingga dapat mengajar di Changchun, Republik Rakyat Tiongkok.
***
Menemukan Impian Mengajar di Luar Negeri
Menjadi guru sebenarnya bukan impian saya, tak pernah terpikir atau bahkan ada minat untuk jadi guru. Kalau mengingat masa lalu di sekolah, saya ini biasa-biasa saja, termasuk hubungan dengan guru-guru dan hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan. Tidak pernah masuk ranking, tidak paling bawah juga. Yah, di tengah-tengah agak ke bawah sedikit, yang penting setelah ambil rapot, dirumah tidak kena marah oleh orang tua.
Sebelum menjadi guru, saya bekerja di beberapa perusahaan tapi tidak punya passion. Mungkin saat itu mencari kerja di Indonesia tidak terlalu susah, jadi saya berpindah-pindah dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain. Sebulan sebelum menikah, saya sedang menganggur, saat itulah saya mendapat pekerjaan sebagai guru di sebuah SMA. Gaji tidak seberapa, tapi karena terdesak harus punya penghasilan sebelum menikah, saya ambil saja. Saat itu saya mengajar musik, ekonomi dan akuntansi/bisnis. Diterima mungkin karena saya bisa sedikit bermain piano dan kebetulan latar belakang master saya adalah keuangan.
Di sekolah tersebut banyak guru-guru dari manca negara. Biasanya waktu makan siang, saya mengobrol dengan mereka, rasanya iri melihat mereka bisa bekerja di luar negeri mereka. Ada timbul rasa penasaran, apakah saya juga bisa berbuat yang sama? Dari situ mereka memberikan beberapa tips untuk bisa bekerja sebagai guru di luar negeri, meskipun kadang-kadang agak menjengkelkan kalau melihat beberapa yang meremehkan seakan-akan orang Indonesia tidak memiliki kemampuan untuk itu. “Kamu belum punya pengalaman and expertise..”. Mungkin juga karena tidak terima bangsa saya diremehkan lagi pula masih punya darah muda, waktu itu saya bertekad untuk membuktikan bahwa mereka salah.
Mereka bilang, “pengalaman itu penting, dan kamu baru beberapa tahun jadi guru. Bangun dulu pengalaman, network, kemampuan”. Dengan kata lain, jangan mimpi deh kalau mau bekerja di luar negeri dengan pengalaman sedikit. Saya mencoba mengirim lamaran ke beberapa sekolah di luar negeri, tidak ada satupun yang di balas. Maka saya memfokuskan diri untuk menambah pengalaman dan mengembangkan kemampuan saya contohnya belajar terus tentang ilmu-ilmu keguruan untuk mendapat sertifikasi, meningkatkan TOEFL setinggi-tingginya, ikut aktif dalam organisasi yang bermanfaat, belajar mengelola murid-murid di dalam dan luar kelas.
Upaya Meraih Impian ke Changchun
Selama sekitar 12 tahun saya bekerja sebagai guru di dua sekolah internasional. Banyak hal yang saya rasa sudah saya bangun dan rasanya harusnya sudah cukup. Tetapi mengirim begitu banyak lamaran, tidak satu pun di balas. Saya hampir putus asa dan mulai melupakan ide ini. Di sekolah yang ke dua di Indonesia, kepala sekolahnya sangat baik dan saya sangat menghormati dia. Dia seperti mentor buat saya. Dia terus menyemangati saya untuk tetap berbuat yang terbaik dan terus mengembangkan diri. “It is all about opportunity” katanya.
Memang saya harus bersabar, walaupun susah tetapi yang dia katakan benar adanya. Saat itu saya mendapat kesempatan beasiswa dari sekolah tersebut untuk menempuh Master of Education dari sebuah universitas di Australia. Dengan sertifkat ini, saya akan lebih diakui di dunia internasional. Saya rasa mungkin ini salah satu hambatan buat saya, karena semua kualifikasi didapatkan dari institusi dalam negeri, dan mungkin saja ini menjadi suatu masalah bagi orang di luar negeri untuk mencari kesetaraan dari kualifikasi tersebut. Sekitar 2 tahun saya bekerja dan juga kuliah online, saya lulus di tahun 2011. Setelah itu saya mulai kembali mengirim lamaran ke sekolah di luar negeri walaupun tidak banyak. Masih belum di terima tapi sudah ada beberapa yang membalas, bahkan ada satu dua wawancara. Bulan Mei 2012, saya melihat suatu lowongan di China. Singkat cerita, lamaran saya diterima, bekerja di sekolah ini dan sampai sekarang masih bekerja di sekolah yang sama.
Ini lah sedikit pengalaman saya hingga dapat mengajar di negeri tirai bambu Masih banyak pengalaman dan tantangan dalam masa transisi dari Jakarta ke Changchun dan juga pengalaman dan tantangan yang terus ada sampai saat ini. Tapi itu semua kita lihat saja sebagai bumbu kehidupan. Bukan kah katanya “what does not kill me, make me stronger” iya kan?
Salam hangat dari sini. Semoga Tuhan selalu memberikan rahmatNya buat bangsa Indonesia agar bisa segera kembali pulih dari masalah rumit dimasa pandemi ini, (saya juga sudah rindu mau liburan pulang kampung biar bisa makan nasi padang.) Saya rasa kalau bangsa kita tetap bersatu dan terus berusaha dengan tujuan yang tulus, kita semua pasti bisa. Amin.