Berangkat dari ketertarikannya di bidang perempuan dan anak-anak, Rani Hastari, Kontributor Indonesia Mengglobal melanjutkan studi S2-nya di University of Leeds, Inggris jurusan Childhood Studies. Selama berkuliah di Inggris, Rani mendapatkan banyak pengalaman akademik dan non-akademik. Artikel ini menjadi refleksi bagi Rani selama ia menempuh studi S2.
Perempuan dan impian. Dua hal yang membuat saya terus bergerak. Menempuh studi MA Childhood Studies di University of Leeds di Inggris dengan beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) adalah salah satu keputusan terbaik yang pernah saya ambil.
Saya teringat hari-hari di masa kecil, ketika ibu memperkenalkan Kartini melalui buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Saya tergerak untuk menjawab keresahan-keresahan terkait berbagai isu sosial dan berusaha memaknai kehidupan. Seperti yang pernah Kartini sampaikan tentang “gadis modern” dan maknanya, “…berdaya upaya bukan hanya untuk keselamatan bahagia dirinya sendiri saja, melainkan juga untuk masyarakat luas, yang ikhtiarnya pun akan membawa bahagia kepada banyak sesamanya.”
Memenuhi Panggilan Hati, Mendalami Kajian Anak dan Kaum Muda
Seperti yang pernah sahabat saya bilang, “Masing-masing dari kita akan menemukan panggilan hati”. Apabila Kartini terpanggil untuk memperjuangkan perempuan pada masanya, saya juga terinspirasi untuk belajar lebih lanjut terkait kesetaraan gender dan mengaplikasikannya dalam konteks anak dan kaum muda. Saya meneliti kembali gap dari latar belakang, pengalaman saya, dan praktik di Indonesia – sehingga pilihan ini sesuai dengan yang dibutuhkan dan dapat diaplikasikan secara konkrit dan kontekstual baik dalam program maupun kebijakan.
Kajian anak dan kaum muda cukup kompleks, sehingga perlu menggali secara menyeluruh dari berbagai perspektif. Dalam isu perkawinan anak, misalnya, tidak hanya perlu melihat faktor kemiskinan dan tingkat pendidikan saja. Jurusan Childhood Studies di University of Leeds menawarkan pendekatan multidisiplin dari psikologi, kebijakan sosial, sosiologi, antropologi, pendidikan, dan sebagainya. Saya senang karena di mata kuliah Theorising Childhood and Youth, digali segi psikologi dan sosiologi anak dan kaum muda. Saya sudah sejak lama tertarik dengan dua cabang ilmu ini – di skripsi S1 di Universitas Indonesia, saya juga banyak menggunakan materi psikologi untuk menggali analisa gender dalam bidang anak. Selain itu, proses belajar-mengajar di jurusan ini juga melibatkan para ahli, akademisi, peneliti, dan praktisi dari Centre for Childhood, Education and Social Justice dan Centre for Research on Families, Lifecourse and Generations yang dapat memperkaya diskusi dan pembelajaran praktik baik.
Memilih mata kuliah juga bukan sekadar “mana yang mudah”. Seperti halnya pertanyaan dari beberapa orang tentang mengapa saya mengambil jurusan ini karena terdengar “tidak umum” atau “bukan yang banyak dicari di dunia kerja”. Salah satu mata kuliah favorit saya adalah Child Poverty and Well-being yang menggali keterkaitan antara kemiskinan dan kesejahteraan anak yang multidimensi. Salah satu teman saya mengatakan bahwa mata kuliah ini sulit, sehingga “peminatnya” sedikit. Benar saja, di kelas hanya ada enam mahasiswa dan saya satu-satunya dari Asia. Namun, saya memantapkan hati bahwa mata kuliah ini yang benar-benar ingin saya pelajari. Diskusi pun menjadi lebih dalam dan kami dapat lebih banyak mengeksplor materi. Keyakinan ini, profesor serta teman yang sangat mendukung juga telah membantu saya untuk menyelesaikan mata kuliah ini dengan predikat istimewa.
Sebelumnya, tidak banyak teman yang dapat saya ajak diskusi terkait hal ini. Pendidikan master yang saya ambil ini membuka ruang aman dan nyaman bagi saya – bertemu dan belajar langsung dari para profesor yang namanya biasa saya lihat di berbagai jurnal dan buku, serta mendapatkan sahabat-sahabat baru yang begitu mendukung dan antusias dalam mendiskusikan isu anak dan kaum muda.
Memahami Sistem dan Praktik Baik Perlindungan Anak dan Partisipasi Kaum Muda
Salah satu alasan saya memilih Leeds adalah kesempatan untuk terlibat serta belajar secara langsung tentang perlindungan anak dan partisipasi kaum muda. Jurusan Childhood Studies bekerja sama dengan Leeds City Council baik dalam pengajaran maupun kesempatan magang. Sebagai salah satu kota ramah anak di Inggris, Leeds memiliki komitmen untuk mewujudkan lingkungan yang aman dan melibatkan anak serta kaum muda dalam kebijakan. Nomor layanan dan informasi terkait perlindungan anak sangat mudah didapatkan di tempat dan transportasi publik, ruang terbuka untuk bermain dan berkumpul pun banyak tersedia. Selain itu, Leeds memiliki Dewan Muda (Youth Council) dan wali kota anak yang juga berperan penting.
Saya bersyukur terpilih sebagai Research Assistant di Voice, Influencing and Change (VIC) Team – Leeds City Council – mewakili University of Leeds. Proposal yang saya ajukan selaras dengan program Leeds City Council terkait partisipasi kaum muda. Saya terlibat dalam proyek Building Challenging Conversations among Young People yang menekankan dialog antargenerasi terkait diskriminasi dan hate crimes. Kaum muda menjadi subjek yang perlu dilibatkan secara bermakna, terutama di tengah situasi yang cukup sensitif terkait Brexit pada saat itu. Bekerja bersama tim ini, saya mendapatkan banyak hal baru terkait sistem dan kebijakan di Leeds – termasuk pentingnya kerja sama antara pemerintah, pekerja sosial, dan kaum muda.
Selain itu, saya juga mendapatkan pengalaman berharga ketika menjadi Teaching Assistant di beberapa sekolah yang saya ditugaskan. Sama seperti saat memulai bergabung sebagai Research Assistant di Leeds City Council, saya juga perlu mendapatkan Disclosure and Barring Service (DBS) Certificate sebagai jaminan bahwa saya aman untuk bekerja dengan anak dan kaum muda. Sebelum tahap wawancara, saya harus menyelesaikan tiga modul beserta ujiannya terkait safeguarding dan perlindungan anak. Dalam hal ini, sistem perlindungan ditegakkan dengan serius di berbagai lini. Saya juga sempat bertugas di salah satu sekolah inklusi – anak-anak dengan disabilitas mendapatkan pendidikan berkualitas dengan setara.
Mendengarkan dalam Kesunyian: Dukungan Kesehatan Mental
Dengan slogan “We are international”, Leeds menjadi rumah bagi banyak orang dari berbagai negara. Jauh dari keluarga, kehidupan yang berbeda, kewajiban untuk menyelesaikan studi, masalah personal, dan banyak hal lainnya memungkinkan seseorang mengalami tekanan.
Kesehatan mental menjadi salah satu prioritas. Leeds menjangkau orang-orang yang rentan. Tekanan emosional banyak dihadapi orang dalam kesunyian. Banyak layanan gratis yang tersedia. Informasi ini mudah didapatkan – di meja ruang berkumpul, di balik pintu toilet, serta poster dan iklan di banyak titik ruangan dan jalan. Beberapa istilah yang memicu/sensitif terkait kesehatan mental juga menjadi kata kunci di mesin pencari yang akan memunculkan informasi layanan secara otomatis.
Selain itu, berbagai fasilitas yang mendukung kesehatan mental juga tersedia. Di University of Leeds, mahasiswa dapat mengakses dukungan melalui pusat informasi. Universitas ini juga menyediakan pertemuan dengan konselor, kelas yoga, dan support groups – semuanya secara gratis. Bagi mahasiswa yang memiliki kendala dalam proses studi, sakit saat ujian, maupun alasan lainnya juga dapat mengajukan proses mitigating circumstances untuk mendapatkan respons dan dukungan dari universitas.
Memahami dan Merayakan Keberagaman
Hal menarik yang membuat hati hangat di Leeds adalah ketika saya diterima dengan baik di komunitas yang benar-benar baru untuk saya. Masa-masa ketika saya memaknai arti “sama” dan “beragam”.
Sebagai seorang muslim, saya dapat menjalankan rutinitas dan ibadah sehari-hari. Toko dan makanan halal mudah ditemui, masjid ada di beberapa titik (dan sangat layak). Di kampus, ada ruangan khusus yang dapat digunakan untuk beribadah. Salah satu toilet perempuan juga berkesan bagi saya karena dilengkapi fasilitas wudhu yang sangat baik. Apabila ujian atau pembelajaran dilakukan bertepatan dengan ibadah atau hari libur keagamaan, mahasiswa maupun pengajar dapat mengajukan penyesuaian atau pengaturan jadwal kembali. Selain itu, seminggu sekali diadakan buka puasa gratis di bulan Ramadan di kampus; saat itulah, pertama kalinya saya mendengarkan kembali suara adzan setelah sekian lama.
Kepedulian dan pesan perdamaian. Ketika saya berintaksi dengan orang baru yang mengetahui bahwa saya seorang muslim, tidak jarang saya mendapatkan semangat dan ucapan untuk kita saling berbagi kebaikan. Setelah bencana di Palu pada 28 September 2018, beberapa kegiatan doa bersama lintas agama di kampus diadakan oleh beberapa komunitas (termasuk dari negara lain) untuk Indonesia. Salah profesor juga mengirim email dan menanyakan situasi.
Sementara itu, kebersamaan dengan warga Indonesia lainnya juga menjadi warna tersendiri. Di Inggris, kami memaknai kembali arti menjadi Indonesia – beragam, bukan seragam. Banyak aktivitas dilakukan bersama, termasuk dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia – mulai dari konferensi, festival budaya, upacara kemerdekaan, sesi diskusi dan berbagi, makan bersama, kompetisi, sekadar berkumpul santai, dan banyak lainnya. Saya juga berkesempatan menjadi kepala divisi akademik di PPI Leeds di mana para mahasiswa dapat berbagi dan saling membantu untuk studi, menyelenggarakan seminar, dan sebagainya.
Perjalanan ini membuat saya memaknai kembali tentang studi dan kehidupan di Inggris. Banyak hal yang membuka mata dan menyentuh hati kita selain dari ruang kelas. Semoga saya dan kita juga dapat menjadi bagian untuk kisah lebih baik ke depan.
*All photos are provided by the author