“Renewable energy tengah menjadi isu hangat yang diperbincangkan secara global. Pada 12 November 2021 kemarin, the 26th UN Climate Change Conference of the Parties (COP26) baru saja selesai dilaksanakan di Glasgow, United Kingdom. Konferensi yang dilaksanakan selama 12 hari ini menekankan pentingnya peran 200 negara untuk berperan aktif dalam mengontrol perubahan iklim melalui pengurangan emisi melalui penggunaan energi terbarukan.”
“Di artikel ini, Siti Nurlaila Indriani (alumni Master of Engineering – Sustainable Energy, RMIT University, Australia), membagikan pengalamannya dalam memilih dan mendalami bidang renewable energy, dengan berpartisipasi di program Patriot Energi serta menempuh studi S2 di RMIT.”
***
Hai Indri! Bisa ceritakan tentang awal mula ketertarikan Anda terhadap isu renewable energi?
Saya mulai tertarik tentang isu renewable energy itu sejak SMP, ketika saya tugas membuat makalah tentang energi. Saya menemukan informasi menarik bahwa kilang minyak pertama itu adanya di Balikpapan, di kota tempat saya lahir dan dibesarkan. Selain itu, karena saya juga waktu itu banyak membaca buku tentang energi, saya mempelajari bahwa pekerjaan yang dibutuhkan di mana pun dan kapan pun adalah pekerjaan yang terkait dengan kebutuhan pokok manusia, yaitu pangan, air, dan juga energi. Kemudian ketika SMA, saya mempelajari tentang revolusi industri yang membahas sejarah perkembangan peradaban manusia dari zaman praaksara hingga perkembangan teknologi. Energilah yang menyebabkan perkembangan teknologi yang luar biasa hingga pada akhirnya menyebabkan terjadinya imperialisme di masa lalu.
Karena bacaan-bacaan ketika SMP dan SMA tentang energi itulah saya menjadi tertarik untuk mempelajari energi lebih lanjut. Sebelum lulus SMA, saya sudah membuat daftar jurusan-jurusan kuliah terkait energi yang saya minati, termasuk pekerjaan-pekerjaan yang terkait dengan jurusan tersebut. Saya sempat diterima di ITB melalui jalur beasiswa 0 Rupiah, namun pada akhirnya saya mengambil Teknik Fisika UGM karena ada mata kuliah-mata kuliah pilihan yang bisa menjadi konsentrasi tentang renewable energy, dengan juga pertimbangan bahwa energi tidak terbarukan pasti suatu saat akan habis.
Bisa ceritakan tentang pengalaman Anda pada akhirnya mengikuti Patriot Energi?
Program Patriot Energi setiap tahunnya memiliki fokus yang berbeda. Patriot Energi II di tahun 2016 berfokus kepada pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) skala komunitas. Saya mengetahui informasi tentang pendaftaran Patriot Energi sehari sebelum wisuda S1, dikarenakan ada teman-teman UGM yang sudah ikut Patriot Energi I. Apalagi kegiatan ini berkaitan dengan energi yang merupakan passion saya. Menurut saya, passion adalah ketika kita mendengarkan suatu kata, rasa interest dan passion kita akan langsung muncul. Hal itu yang saya rasakan ketika mendengar tentang Patriot Energi, ditambah dengan daerah penempatan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) dan juga berhubungan dengan community development. Selain itu, saya juga sangat berminat untuk mempelajari ilmu-ilmu sosial. Namun karena dari kecil saya lebih sering mengikuti lomba-lomba eksak, saya pada akhirnya mengambil jurusan teknik. Patriot Energi mewadahi passion saya tersebut dengan adanya community development dan renewable energy plantation for community, yang membuat keteknikan dan sosial itu seimbang.
Patriot Energi 2016 berfokus pada pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di setiap desa penempatan. Pembangunan PLTS tersebut merupakan salah satu proyek ESDM dengan melibatkan perusahaan-perusahaan sebagai vendor. Tugas Patriot Energi adalah sebagai fasilitator, yang melakukan report pembangunan di lapangan seperti apa, mempersiapkan masyarakat untuk pembangunan, serta mendata bagaimana social empowerment atau community development dapat dilakukan dengan melihat sumber daya manusia yang ada. Dengan adanya energi yaitu listrik, kami harus menganalisis apakah ekonomi masyarakat bisa bertumbuh atau tidak. Sebagai contoh, di daerah penempatan saya di Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara, terdapat kacang mete sebagai salah satu sumber daya alam yang potensial. Dengan adanya listrik, apa yang dapat dilakukan sehingga value kacang mete tersebut dapat meningkat? Misal, apakah kemudian kacang mete tersebut dapat disangrai atau dioven, sehingga value-nya meningkat.
Energi tentunya dapat mengubah hidup masyarakat dari berbagai aspek. Namun, hal yang utama dan mendasar adalah mengajarkan masyarakat untuk menggunakan listrik dengan bijak. Walaupun nanti yang mengajarkan hal tersebut kepada masyarakat adalah pihak vendor atau kontraktor, sebagai Patriot Energi, kami yang bertugas untuk mempersiapkan dan membahasakan hal tersebut kepada masyarakat. Misal dengan mereka mendapatkan jatah listrik 300 watt, apa yang harus mereka lakukan? Kita memberikan pemahaman bahwa penggunaan listrik harus hemat dan penggunaan alat elektronik berdaya besar harus dihindari. Pengalaman Patriot Energi memberikan banyak pengalaman bagi saya untuk melihat potensi masyarakat apa yang bisa dikembangkan dengan adanya listrik. Misalnya dengan adanya listrik, kegiatan masyarakat yang seperti apa yang bisa dilakukan yang dikombinasikan dengan sumber daya alam atau potensi keahlian masyarakat.
Apakah ada keterkaitan pemilihan jurusan kuliah di RMIT dengan pengalaman sebelumnya ketika menjadi Patriot Energi?
Dalam menentukan jurusan di jenjang Magister, saya sudah melakukan penelaahan pada saat saya menempuh S1. Ada 64 kampus yang saya list yang menawarkan jurusan renewable energy. Namun, saya mencari jurusan renewable energy yang spesifik dengan minat saya seperti energy efficiency, energy management, energy economic, energy policy, dan itu semua tercakup dalam term sustainable energy. Dari 64 kampus tersebut, terdapat 16 kampus yang kurikulumnya melingkupi sustainable energy. Kemudian dari 16 kampus tersebut, saya menyeleksi kembali kampus-kampus yang yang memiliki mata kuliah terkait energi yang pernah saya pelajari sebelumnya di studi S1 saya seperti rekayasa energi surya, panas bumi, air, konservasi energi, namun dengan level lebih advanced. Dari 16 ada dua kampus yang sesuai dengan kriteria saya tersebut, yaitu di Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT) di Australia dan di University of Glasgow di UK. Saya akhirnya memilih S2 di Australia dikarenakan pertimbangan masa kuliah dua tahun, yang menurut saya adalah waktu yang ideal untuk bisa mempelajari lebih banyak hal, dibandingkan dengan studi di UK yang hanya satu tahun.
Saya merasa pengalaman di lapangan ketika mengikuti program Patriot Energi sangat sesuai dan membantu proses pembelajaran saya di RMIT, apalagi dengan metode belajar RMIT yang menitikberatkan kepada project dan assignment dibandingkan pendekatan teoritis. Apa yang saya alami di lapangan sangat relevan dengan apa yang dipelajari dan dibahas di kelas. Pengalaman lapangan tersebut juga yang membawa saya menerima dua beasiswa, yaitu beasiswa LPDP dan NZAS. Waktu itu saya sempat sudah mau berangkat ke Auckland, New Zealand melalui beasiswa NZAS untuk studi Master of Energy System, yang berfokus pada panas bumi. Namun saya mendapatkan pengumuman bahwa saya diterima di beasiswa LPDP untuk studi di RMIT, dan saya merasa lebih cocok dengan kurikulum RMIT yang mempelajari tentang sustainable energy, sehingga saya melepas beasiswa NZAS yang tidak ada keterikatan ataupun termasuk penalti.
Setelah selesai S2, bisa diceritakan Anda kini bekerja di mana? Bagaimana pengalaman selama menjadi Patriot Energi dan kuliah S2 berpengaruh terhadap karir Anda sekarang?
Beberapa saat sebelum saya lulus studi S2 saya, saya sudah apply ke beberapa perusahaan seperti PLN, Telkom, dan lain-lain, namun karena saya belum di Indonesia, saya tidak jadi mengikuti tes, dengan mempertimbangkan beasiswa yang masih berlaku hingga sampai Januari 2020. Saya juga sempat diterima sebagai dosen di Telkom University, namun tidak saya ambil. Setelah pulang ke Indonesia, saya fokus untuk apply ke beberapa international project seperti IRENA, World Bank, GIZ, sampai pada akhirnya kini saya sekarang bekerja di PT Sustainability and Resilience (su-re.co). Kantor saya berbasis di Bali dengan international environment dan kami mengerjakan international project yang berkaitan dengan isu-isu lingkungan. Saya diterima pada saat pandemi COVID-19, sehingga saya bekerja mostly from home. Sekarang sistem di kantor saya membebaskan untuk bisa WFH, apalagi role saya sebagai researcher yang tidak mengharuskan saya untuk turun ke lapangan.
Patriot Energi dan pengalaman S2 saya tentunya sangat relevan dan membantu karir saya, dikarenakan kini saya mengerjakan isu-isu yang terkait dengan climate change, clean energy, waste management, sustainable agriculture, land mitigation yang seluruhnya berkaitan dengan isu sustainability. Isu-isu yang saya kerjakan sangat relevan dengan pengalaman saya sebelumnya dan passion saya, dengan skala yang lebih luas sangat luas. Kalau sebelumnya di Patriot Energi dan S2 saya sempat mempelajari isu-isu tersebut, namun kini saya merasa pengaplikasian ilmu tersebut menjadi semakin luas dan kaya di karir saya sekarang.
Bagaimana harapan Anda bagi perkembangan renewable energy di Indonesia? Adakah pesan-pesan bagi anak muda untuk terus semangat berkontribusi di bidang renewable energy seperti Anda?
Sejujurnya, ada rasa pesimis dan skeptis yang saya rasakan mengenai renewable energy transition di Indonesia. Studi di Australia membuat saya belajar bahwa prioritas pemerintah, social understanding, social awareness, technology implementation di Australia lebih tanggap dibandingkan dengan kondisi di Indonesia. Perubahan iklim merupakan fenomena yang nyata dan tidak bisa kita abaikan. Saat ini, pemerintah Indonesia telah merumuskan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), salah satunya adalah coal phase-out scenario di tahun 2060. Namun masalah energi itu terletak di capacity dan intermitensi. Kenapa sampai sekarang batubara dan gas masih bertahan? Karena sumber energi tersebut menyediakan energi yang affordable karena tidak mengalami masa intermitensi dan kapasitasnya besar.
Oleh karena itu, diperlukan kontribusi anak muda yang bijaksana serta yang memiliki ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai konteks lokal. Semuanya harus seimbang antara pemahaman mengenai konteks lokal, kondisi, hambatan, risiko, tantangan dan peluang sehingga kita mengetahui opsi apa yang dapat dilakukan, mengingat kondisi di setiap daerah di Indonesia berbeda. Jadi harus diusahakan bagaimana renewable energy ini bukan hanya perbincangan golongan tertentu seperti pemerintah dan pemangku kebijakan, namun dapat juga menjadi perbincangan masyarakat desa dan anak-anak sekolah. Dengan pemahaman yang merata, tentunya teknologi dapat diterapkan dengan lebih mudah. Pesan saya, apapun yang teman-teman pelajari dan minati saat ini, misalnya tentang renewable energy atau lingkungan, tetaplah semangat untuk menekuninya. Akan ada di suatu titik, apa yang kita pelajari akan sangat berguna untuk diaplikasikan, apalagi ditambah dengan mengetahui kondisi real di lapangan, sehingga kita dapat tahu dan memilih bagaimana bersikap lebih bijaksana nantinya untuk berkontribusi di bidang yang kita tekuni.
***
PROFIL
Siti Nurlaila Indriani (Indri) menyelesaikan pendidikan S2 di Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT) University, Australia, pada tahun 2019 dengan jurusan Master of Engineering – Sustainable Energy, dengan beasiswa LPDP. Sebelumnya, Indri menempuh pendidikan S1 di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 2015. Pada tahun 2016, Indri bertugas sebagai Patriot Energi di Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara, selama delapan bulan, sebagai fasilitator pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Saat ini, Indri bekerja sebagai researcher di PT Sustainability and Resilience (su-re.co), sebuah think-do-be-tank yang berfokus pada lingkungan di Bali. Indri mempunyai minat yang besar di isu-isu yang berhubungan dengan perubahan iklim, energi terbarukan, community development, lingkungan, dan developing country.