Kuliah Gratis ke Negara Waffle dengan Beasiswa Full Covered dari Pemerintah Negaranya Langsung, Ada Gitu?

1
2665
Foto setelah thesis defense (kiri) dan foto wisuda depan kampus (kanan).

Berkuliah ke Eropa menjadi impian bagi sebagian pelajar Indonesia yang ingin studi ke luar negeri. Namun, Belgia mungkin masih belum menjadi salah satu destinasi studi yang cukup populer di Indonesia. Dalam artikel kali ini, Robyn Irawan, membagikan pengalamannya kepada para pembaca bagaimana caranya mendapatkan beasiswa studi ke Belgia. 


 

“Aseikkk, akhirnya keterima kuliah gratis S2 di Eropa. Wuidih, negaranya Inggris / Belanda / Jerman nih? Bukan ketiganya. 🙂 Wah, lalu beasiswanya LPDP ya? Nope. Hmm, Erasmus palingan kan? Try again :P. Nyerah deh, emang ada dari mana lagi? Dari pemerintah Belgia langsung lho, it’s called VLIR-UOS :D”

Perjalanan Pencarian dan Mendapatkan Beasiswa

Setelah meraih gelar S1 di bidang matematika, saya sudah memiliki minat yang tinggi di bidang statistika. Bidang tersebut terasah sewaktu saya mengerjakan skripsi tentang pemodelan statistika untuk penyebaran penyakit dengue, kurang lebih fokusnya di bidang biostatistika. Motivasi untuk studi lanjut ke luar negeri muncul setelah suksesnya pengerjaan skripsi ini dan berhasil dipublikasikan di jurnal internasional.

Pencarian beasiswa pun saya mulai dengan membuat daftar beasiswa fully funded yang dibuka untuk berbagai jurusan (seperti LPDP) hingga beasiswa yang khusus untuk bidang tertentu. Tantangan dalam mencari beasiswa penuh S2 bagi saya adalah tidak banyak informasi mengenai beasiswa penuh yang spesifik untuk jurusan statistika terutama fokusnya di bidang biostatistika ataupun epidemiologi.

Bidang biostatistika maupun epidemiologi telah berkembang pesat di negara-negara maju di Eropa, terutama dengan fokus pengembangan model-model statistik untuk beragam macam kasus. Namun, langkanya informasi mengenai beasiswa bidang tersebut sempat membuat saya ingin pindah haluan untuk mencari bidang studi S2 lainnya. Percobaan pendaftaran selama 2 tahun pencarian beasiswa juga belum membuahkan hasil hingga saya hampir menyerah. Selain itu, juga terdapat banyak tekanan dari pihak keluarga yang meminta untuk berhenti mencari beasiswa, terutama karena adanya kepercayaan anak dari daerah kecil cukup S1 saja dan tidak mungkin bisa terpilih mendapatkan beasiswa penuh untuk studi ke luar negeri.

Walaupun tekanan datang terus-menerus, saya tetap percaya usaha dan persiapan yang telah saya lakukan tidak mungkin gagal. Jika kita tidak berhenti mencoba, pasti ada jalan yang ditunjukkan untuk kita suatu saat, bahkan mungkin melalui perantara yang tidak pernah diduga. Pada saat itu, saya sedang bekerja sebagai asisten dosen dan tutor bahasa asing. Melakoni pekerjaan tersebut mungkin tidak terkesan “wow”, tapi justru dengan pekerjaan inilah saya menumbuhkan banyak relasi di bidang akademik yang sangat suportif.

Percaya atau tidak, informasi mengenai beasiswa ke Belgia, VLIR-UOS, saya akhirnya peroleh secara tidak langsung melalui mahasiswa saya sendiri lho. Mahasiswa tersebut pada saat itu bertukar cerita dengan saya di mana temannya mendapatkan beasiswa setelah mencarinya melalui suatu situs yang berisi daftar beasiswa dalam dan luar negeri yang bisa didaftar oleh Warga Negara Indonesia dan selalu ter-update setiap ada informasi beasiswa yang baru. Situs tersebut adalah Beasiswa Pascasarjana.

Setiap malam, saya melakukan browsing situs tersebut dan berharap akan adanya update jika ada informasi mengenai beasiswa fully funded untuk bidang statistika dan benar saja sangat sulit untuk menemukannya.

Potongan tampilan depan situs Beasiswa Pascasarjana.
Potongan tampilan depan situs Beasiswa Pascasarjana.

Sekitar awal November, ada salah satu beasiswa yang baru di-update di situs tersebut dengan judul “Beasiswa Training dan S2 di Luar Negeri Full” dan isinya berupa rincian dari beasiswa VLIR-UOS Awards Scholarships.

Beasiswa VLIR-UOS memberikan kesempatan bagi penerimanya untuk mengikuti training atau kuliah S2 di universitas-universitas atau lembaga pendidikan yang ada di Flandria, Belgia. Beasiswa ini hanya diperuntukkan bagi beberapa negara berkembang yang masuk daftar VLIR-UOS saja, salah satunya adalah Indonesia. Satu hal yang sangat menarik perhatian saya waktu itu adalah beasiswa ini hanya terbatas untuk jurusan dan kampus yang telah ditunjuk. Alangkah surprising, saya menemukan program International Course Program (ICP) in Master of Statistics di University of Hasselt sebagai salah satu program yang ditawarkan beasiswa ini.

Tampilan depan kampus University of Hasselt yang merupakan foto pertama depan kampus yang saya ambil.
Tampilan depan kampus University of Hasselt yang merupakan foto pertama depan kampus yang saya ambil.

Setelah mengecek langsung situs kampusnya, benar adanya beasiswa disediakan untuk program tersebut. Dan yang lebih exciting bagi saya adalah ternyata program ini dibuka dengan 3 kelompok keilmuan (sekarang 4 kelompok) yang dicover oleh VLIR-UOS, yaitu ICP Biostatistics, ICP Bioinformatics, dan ICP Quantitative Epidemiology (sekarang ditambah keilmuan Data Science, tapi tidak masuk program ICP dari VLIR-UOS). Dua dari 3 kelompok keilmuan adalah bidang yang sudah saya targetkan dan saya memilih biostatistics karena mencakup lebih banyak mata kuliah pemodelan statistika untuk kasus-kasus yang lebih luas.

Kuota setiap jurusan ICP yang ditawarkan oleh VLIR-UOS hanya disediakan 12 kursi awardee yang terdiri dari semua pendaftar dari negara-negara yang masuk daftar VLIR-UOS. Namun, ada kemungkinan kuota penerima beasiswa VLIR-UOS berkurang menjadi 10 kursi untuk tahun 2022 berdasarkan informasi dari website VLIR-UOS.

Berdasarkan pengalaman saya dan melihat jumlah awardee setiap program ICP VLIR-UOS, jumlah penerima dari Indonesia setiap tahunnya untuk 1 program ICP berkisar pada rentang 1-3 orang. Bisa dibilang VLIR-UOS termasuk beasiswa yang sangat selektif. Kriteria target dari VLIR-UOS diutamakan dari kalangan akademisi, pekerja sosial, maupun NGOs; diutamakan juga untuk pendaftar dari daerah yang terpencil serta minoritas; bersedia kembali ke negara masing-masing setelah studi; namun fresh graduate juga sangat diperbolehkan untuk mendaftar (banyak teman saya yang fresh graduate juga keterima).

Pendaftaran beasiswa VLIR-UOS dilakukan bersamaan dengan pendaftaran kampusnya langsung. Pada saat memilih program studi ICP, nantinya akan terunduh secara otomatis formulir VLIR-UOS langsung dari situs kampusnya setelah kita submit dokumen-dokumen yang diperlukan. Setelah mendaftar melalui situs kampus, kita juga harus mengirimkan berkas fisik yang berupa formular VLIR-UOS dan dokumen-dokumen penting lainnya langsung ke University of Hasselt melalui pos sebelum tanggal deadline-nya.

Untuk University of Hasselt, dokumen persyaratannya berupa: Ijazah dan Transkrip Nilai S1; Ijazah dan Transkrip Nilai SMA; nilai TOEFL (min. 80) atau IELTS (min 6.0); Curriculum Vitae; fotocopy passport; passport photo (pasfoto standar paspor); motivation letter; 2 sealed recommendation letters; dan beberapa dokumen lainnya.

Proses menunggu hasil ini harap-harap cemas karena dalam kasus saya tidak ada wawancara bagi pendaftarnya. Kita akan langsung mengetahui hasilnya melalui email pada bulan Mei pertengahan. Namun, proses ini berbeda-beda tergantung program ICP yang kita daftar, beda kampus maka beda ketentuannya. Berdasarkan pengalaman teman sejurusan saya juga waktu itu, dia mendapatkan jadwal wawancara dengan salah satu profesor di sana karena background teman saya adalah farmasi dan hendak mengambil program ICP Master of Statistics bidang Quantitative Epidemiology.

Sampailah pada bulan Mei, sembari saya juga mendaftar program beasiswa lainnya, saya akhirnya menerima kabar baik melalui email bahwa saya menerima beasiswa tersebut. Sebagai informasi tambahan, jika kita berhalangan untuk berangkat studi pada tahun tersebut, kita bisa meminta undur untuk berangkat dan menjadi awardee pada tahun selanjutnya. Jika profil kita cukup bagus namun belum terpilih, ada kemungkinan juga kita masuk ke waiting list (dikabarkan via email) dan kita bisa terpilih jika ada awardee semula yang menunda keberangkatannya.

Potongan email pemberitahuan hasil beasiswa VLIR-UOS.
Potongan email pemberitahuan hasil beasiswa VLIR-UOS.

Keberhasilan ini juga menunjukkan kepada keluarga dan kerabat saya bahwa walaupun dari daerah yang terpencil, nothing is impossible if you keep trying, it’s just the matter of time.

Setelah menerima beasiswa ini, persiapan untuk keberangkatan seperti medical check-up, pembuatan visa, housing, dan sebagainya diselesaikan, tidak lupa reunion dengan keluarga dan rekan-rekan yang sudah sangat suportif. Dalam hal ini, saya banyak dibantu dan di-support oleh dosen pembimbing S1 saya sendiri dan saya belajar banyak sebagai asisten beliau dalam dunia perdosenan dan publikasi jurnal bersama serta recommendation letter. Beliau literally sangat membantu dan mempermudah jalan saya menuju studi S2, thanks a lot Dr. Benny Yong!

Foto bersama Dr. Benny Yong di Bandara Kualanamu, Medan setelah proyek bersama, 2 hari sebelum ke Belgia.
Foto bersama Dr. Benny Yong di Bandara Kualanamu, Medan setelah proyek bersama, 2 hari sebelum ke Belgia.

Kehidupan sebagai Mahasiswa Internasional di Hasselt, Belgia

Perjuangan sebagai mahasiswa S2 dan awardee VLIR-UOS di Belgia sangat challenging bagi saya terutama dalam hal adaptasi lingkungan, cultural shock, dan time management. Hal-hal seperti language barrier, makanan, transportasi, dan lain sebagainya pasti sudah menjadi bagian yang harus diperhatikan sebelum berangkat. Di samping hal-hal tersebut, saya sangat senang dan beruntung sudah bisa tiba di Hasselt, Provinsi Limburg, kota yang tidak terlalu besar seperti Brussels, Ghent, ataupun Liege di Belgia, but it’s a compact city! Bahkan ada ‘Jepang’ di tengah Kota Hasselt.

Untuk awardee program ICP Master of Statistics angkatan saya pada tahun 2018 saat itu, kami berasal dari Indonesia, Filipina, Vietnam, Kenya, Uganda, Ethiopia, Zimbabwe, dan Afrika Selatan. It feels great to meet a lot of friends from around the world!

Foto di Japanse Tuin (Japanese Garden) di tengah Kota Hasselt, Belgia (kiri) dan Foto bersama di lobby kampus UHasselt bersama awardees VLIR-UOS ICP Master of Statistics (kanan).
Foto di Japanse Tuin (Japanese Garden) di tengah Kota Hasselt, Belgia (kiri) dan Foto bersama di lobby kampus UHasselt bersama awardees VLIR-UOS ICP Master of Statistics (kanan).

Selain teman-teman internasional, tentu saja kita ada juga Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Belgia, lho! Ada juga Kedutaan Besar Indonesia di Ibu Kota Belgia, Brussels. Kedua himpunan ini benar-benar membuat kami solid sebagai Warga Negara Indonesia yang berada di Belgia dengan kegiatan-kegiatan yang mempererat hubungan di antara kami.

Untuk di UHasselt sendiri, kami memiliki PPI Hasselt yang menjadi wadah bagi mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di Hasselt untuk berkumpul dan berkegiatan bersama-sama. Salah satu kegiatan besarnya adalah mengikuti kegiatan World Evening di kampus UHasselt setiap tahunnya, di mana setiap negara membuka stand makanan khas negaranya untuk dicicipi oleh peserta acara yang hadir dan party bersama-sama. Living in Hasselt won’t be the same without PPI, cheers!

Kegiatan welcoming PPI Belgia (kiri atas); PPI Hasselt di World Evening (kanan atas); Foto bersama PPI Hasselt (kiri bawah); dan Kunjungan Bapak Wakil Presiden Indonesia saat itu ke Kedutaan Besar Indonesia di Belgia.
Kegiatan welcoming PPI Belgia (kiri atas); PPI Hasselt di World Evening (kanan atas); Foto bersama PPI Hasselt (kiri bawah); dan Kunjungan Bapak Wakil Presiden Indonesia saat itu ke Kedutaan Besar Indonesia di Belgia.

Kegiatan sehari-hari selain belajar adalah bersepeda, memasak sendiri, mengejar bus dan kereta api, groceries shopping, doing the laundries, belajar bahasa lokal, dll. sudah menjadi “makanan” sehari-hari. Tidak jarang merasa kangen dengan Indonesia dengan semua fasilitas yang begitu gampangnya diperoleh, namun sulit atau tidak ada di Belgia.

Tetapi, somehow kegiatan-kegiatan tersebut boosting kemandirian pribadi yang mungkin hampir tidak pernah dilakukan di Indonesia, terutama cooking my own meals. Tapi ada satu hal yang saya sangat senangi sebagai warga Provinsi Limburg, yaitu letaknya di perbatasan dengan 2 negara tetangga: Belanda dan Jerman. Setiap minggu saya pasti rutin ke Maastricht, Belanda untuk belanja di Asian Supermarket (banyak produk Indonesia: Ind*mie, sambal XYZ, tempe, bumbu micin, dll.) dan mencari makanan Indonesia hanya dengan naik bus selama 1 jam dengan bus umum dari Hasselt, so convenient!

Perkuliahan di UHasselt, Belgia

Mengenai perkuliahan, terus terang sangat challenging, terutama karena program Master of Statistics di UHasselt berada di bawah Center for Statistics, di mana profesor-profesor ternama bidang statistika banyak melakukan proyeknya untuk pemerintah yang berpengaruh besar.

Beberapa hal mencolok yang membedakan sistem perkuliahan di sini dengan Indonesia selain bahasa adalah: jadwal perkuliahan mingguan yang berbeda-beda, tidak ada Ujian Tengah Semester, presensi kelas tidak wajib, banyak ujian yang berupa project-based dibandingkan ujian tertulis, adanya second chance exam setiap tahun jika belum lulus pada ujian pertama (semacam remedial), sistem penilaian dan IPK yang sangat berbeda dan a bit confusing sewaktu dikonversi, etc.

Perjuangan untuk lulus juga harus dilalui dengan sangat tekun, mengingat kata profesor kita saat masa orientasi: “Persentase mahasiswa kita yang lulus tepat 2 tahun setiap angkatan biasanya berkisar antara 35-40%”. It was really giving us pressure, but I’m glad to finish it. Phew.

Masa terberat waktu kuliah tentu adalah waktu semester terakhir saya pada tahun 2020  awal, di mana pandemik Covid-19 mulai memasuki Eropa saat itu. Pada saat itu saya sedang menyusun tesis saya yang berupa pemodelan statistika untuk data dengue rate Kota Bandung dan program Master of Statistics pada saat itu menawarkan untuk melakukan internship di Bandung untuk pengerjaan tesis dan pengumpulan data. Namun, karena keadaan yang masih belum aman di Belgia maupun Indonesia membuat rencana untuk ke Bandung pun dibatalkan.

Pengerjaan tesis selama 4 bulan tanpa ke luar rumah tentu menjadi suatu tantangan besar, terutama pada mental. Luckily, walaupun semuanya dilakukan secara daring, saya dapat bertahan pada situasi tersebut dan berhasil menyelesaikan tesis dan defense pada akhir bulan Juni 2020. Setelah menyelesaikan ujian second chance juga di bulan Agustus akhir, finally I achieved my master’s degree, Yay!

Glimpses of my journeys in Belgium: Cycling, waffle, old buildings, Indonesian folks, etc.
Glimpses of my journeys in Belgium: Cycling, waffle, old buildings, Indonesian folks, etc.

Last but not the least, mari kita lihat kembali how it all starts. Dari semula seseorang dari pulau kecil memiliki sebuah keinginan untuk studi lanjut keluar negeri dan melihat sisi lain dunia di Benua Eropa. Pengalaman yang tidak akan terlupakan bagi saya yang saat ini telah kembali ke Indonesia dan tengah mengabdi sebagai dosen program studi Matematika di Universitas Katolik Parahyangan. Perjalanan studi saya sangat membantu dalam mengembangkan kemampuan pemodelan statistika mahasiswa dan jurusan saya untuk terus berinovasi dan critical thinking. I tried my best to inspire people around me untuk tidak ragu untuk terus mencoba hal yang mereka ingin capai dan memberikan yang terbaik, karena dengan demikian cita-cita mereka bisa tercapai. Even though ones have their limit, but the least things you can do is DO YOUR BEST, Jia You!!!

*Semua foto disediakan oleh Penulis.
**Editor: Haryanto

1 KOMENTAR

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here