Indah Pada Waktunya: Untung Tidak Lolos Mentorship IM

2
2685
Penulis di lingkungan kampus
Perjalanan hidup Djodi tidak selalu mulus, namun kesabarannya berbuah indah.

Perjalanan Djodi menuju kampus impiannya penuh dengan perjuangan. Berkali-kali ditolak berbagai program beasiswa dan pernah gagal menembus Mentorship IM karena kurang kepercayaan diri, tidak disangka ia akhirnya dipertemukan dengan seseorang yang membuat hidupnya berubah. Siapa orang itu dan apa yang terjadi sampai Djodi bisa seperti sekarang? Mari baca kisahnya di bawah ini.

***

Halo! Namaku Djodi, mahasiswa jurusan pendidikan di University of Pennsylvania, Senang bisa menulis artikel pertamaku di Indonesia Mengglobal yang kubuat dalam dua hari. Aku tipe orang yang “suka bercerita, tapi akhirnya tidak jadi karena merasa tidak ada yang spesial”. Aku juga bukan orang yang paling religius, tapi terkadang bisa menjadi spiritual karena aku percaya ada sesuatu yang lebih besar dari manusia seperti aku ini. Banyak hal biasa yang terjadi di hidupku seperti kebanyakan orang, tapi banyak juga hal-hal aneh yang bikin heran kenapa bisa seperti itu. Salah satu dari keanehan tersebut adalah perjalananku sampai di posisi sekarang karena kebetulan dipertemukan dengan Indonesia Mengglobal.

Wong Jowo yang Berusaha Mengglobal; Tuhan: “Sek yo

Jiwa mengglobalku sudah meronta-ronta sejak berkuliah di UI sepuluh tahun lalu. Dengan privilege seadanya, aku berusaha mahir dalam berbahasa Inggris, Prancis, dan Jepang, berharap suatu hari nanti bisa makan siang cantik di Champs-Élysées dan tinggal di Jepang yang perumahannya berbukit-bukit (yang kedua alhamdulillah sudah kesampaian). Aku sudah kenal Indonesia Mengglobal semenjak kuliah di UI dulu, sekitar tahun 2014 dan 2015. Banyak cerita di Indonesia Mengglobal dari beberapa orang yang berhasil kuliah ke luar negeri dan itu benar-benar menginspirasi. Aku tidak begitu ingat kapan pertama kali kenal program Indonesia Mengglobal Mentorship, tapi aku baru pertama kali daftar tahun 2019. Aplikasiku lolos tahap pertama dan bisa melaju ke tahap wawancara. 

Pada bulan Juli 2019, aku mengikuti dua wawancara pada hari yang berbeda dengan orang yang berbeda. Yang pertama, (kalau tidak salah) seorang manajer di Facebook dan menetap di London bersama suaminya yang orang Inggris. Yang satunya, seorang pemuda yang berprofesi sebagai guru di Singapura dan merupakan lulusan program S1 dari universitas di Amerika Serikat. Aku sudah lupa nama mereka, tapi yang kuingat aku minder sekali diwawancarai orang-orang keren seperti mereka. Bahasa Inggris sudah seperti nay-tuhv spee-kr (baca: penutur asli), pengalaman luas, pencapaian selangit. Walaupun sudah latihan, wawancaraku berjalan kurang lancar dan penampilanku kurang mengesankan. Grogi serta pertanyaan-pertanyaan di luar dugaan menjadi faktor utama aku menjawab pertanyaan dengan gemetaran. Alhasil, aku gagal menjadi Mentee Indonesia Mengglobal tahun tersebut, PLUS gagal menjadi Awardee Beasiswa LPDP 2019. Dua-duanya terhenti di tahap wawancara dan tahap terakhir. Ibarat, sudah mandi, pakai baju rapi, pakai sepatu, dan sudah di depan pintu teras, tapi tidak jadi pergi. 

Sedih, menyesal, rendah diri, putus asa, dan lelah karena bukan baru tahun itu saja aku gagal. Sejak dari tahun 2017, aku sudah gagal di sembilan program beasiswa ke luar negeri. Aku kira 2019 akan menjadi tahunku karena setelah sebelumnya selalu terhenti di tahap administrasi, tahun itu entah mengapa aku dengan mudah lolos sampai tahap wawancara. Namun ternyata Tuhan membuatku harus menunggu lagi. Saat itu, aku sudah setengah hilang arah karena sudah kehabisan gairah untuk mengumpulkan energi lagi guna mencoba lagi. Untungnya, aku tidak membuang impianku dan quit, namun aku hanya memilih berhenti sejenak dan fokus ke pekerjaan. 

Ketika kamu lelah, jangan keluar, tapi istirahatlah.

Nanti dilanjutkan lagi setelah sudah siap.

Tahun 2020, aku sudah tidak terlalu berharap apa-apa karena sudah sering gagal dan kecewa. Ketika Indonesia Mengglobal kembali membuka program mentorship-nya, aku hanya sekadar daftar dengan niat seadanya saja. Tapi herannya, setiap tahapan berjalan mulus dan cepat, wawancara pun aku lalui dengan santai tanpa persiapan karena aku tidak berharap apa-apa. Sampai-sampai aku tidak sadar sudah tinggal menunggu pengumuman final hingga ujungnya berakhir “Indah”.

Indah Shafira Zata Dini

Aku tidak begitu ingat bagaimana dan dari mana pertama kali mengetahui sosok Indah Shafira, mungkin ketika ada takeover Instagram Harvard Indonesia, atau mungkin dari hal lain. Satu yang aku tahu pasti, pada awal tahun 2020 aku sudah mengikuti Indah di media sosial karena aku juga bekerja dan ingin melanjutkan studi di bidang pendidikan. Selain itu, aku juga sebelumnya pernah tinggal di Fukuoka, kota di Pulau Kyushu, Jepang, satu pulau dengan universitas asal Indah, APU di Beppu. Keren sekali lihat sosoknya jadi valedictorian di APU dan masuk Harvard Graduate School of Education.

Ketika pada Juni 2020 Indah meluncurkan video paling hits di kanal YouTube-nya, “Dari Lampung ke Harvard”, aku semakin terinspirasi dan mengidolakannya. Di bulan Juli, tepatnya tanggal 5, aku menerima surel dari Indonesia Mengglobal bahwa aku berhasil terpilih menjadi salah satu Mentee pada program Mentorship tahun tersebut dan bisa mengakses daftar Mentor yang bisa dipilih sendiri. Sungguh terkejut aku ketika melihat nama Indah Shafira di salah satu daftar Mentor. Langsung saja tanpa pikir panjang aku taruh namanya di prioritas urutan pertama. Hingga titik itu pun aku masih tetap tidak berharap apa-apa, hanya mengikuti alur kehidupan yang berjalan di depan mataku saja.

Sebulan kemudian, pada tanggal 1 Agustus 2020 pukul 10 pagi WIB, Indonesia Mengglobal mengirimkan pesan berisi pengumuman bahwa aku telah dipasangkan dengan Indah Shafira sebagai Mentee-Mentor! Wow! Padahal hari itu aku sedang murung dan galau dengan hidup. Tapi berita itu begitu membahagiakan sekaligus mengharukan bagiku. Bagaimana tidak, setelah beberapa tahun menemui kegagalan, aku bakal bisa berkenalan dan dibimbing sosok panutan yang aku ikuti di media sosial. Belakangan aku mengetahui kalau Indah juga baru pertama kali mendaftar menjadi mentor di Indonesia Mengglobal. Bayangkan, kalau aku diterima sebagai Mentee di 2019, mungkin aku tidak akan mendapatkan dia sebagai mentor. Perjalanannya panjang dan melelahkan, tapi berakhir “Indah” pada waktunya. Entah, saat mengetahui aku mendapatkan Indah sebagai mentor, aku tahu kalau aku akan berhasil kuliah di Amerika Serikat.
Indah Pada Waktunya: Untung Tidak Lolos Mentorship IM

Aku sampai membuat pesan terima kasih khusus untuk Indonesia Mengglobal.

Sugoi Mentor, PRICELESS Mentorship

Sesi mentoring pertama melalui voice call bersama Indah adalah yang paling berkesan sejauh ini. Malam itu, pertama kalinya aku ngobrol dengan mahasiswi Harvard. Bahkan hanya dua tahun lalu, sosok pelajar Indonesia di kampus Ivy League yang tenar di media sosial belum sebanyak sekarang, apalagi yang kuliah di bidang pendidikan. Pada saat itu hanya Indah yang aku ikuti, jadi kesempatan bisa kenalan dan belajar banyak dari mentorku ini benar-benar tiada tara. Pada sesi malam itu, Indah bercerita banyak tentang pengalaman dia mendaftar dan selama kuliah di Harvard. Dari situ juga aku baru tahu cara penyebutan kata “HGSE” (semacam “haag-see”). Lalu kami juga saling menceritakan kehidupan kami di Kyushu dulu. Karena sama-sama pernah tinggal di Jepang, jadi banyak topik seru yang dibicarakan!

Sepanjang program mentorship berjalan, aku jadi memiliki ketajaman dalam menulis, tips dan trik dalam aplikasi, hingga pengetahuan mengenai jurusan-jurusan di bidang pendidikan. Tapi yang paling besar dan berpengaruh, aku rasa ada pada motivasi yang muncul. Dengan Indah membagikan pengalaman, tulisan, serta masukannya padaku, dia secara tidak langsung telah “memanusiawikan” kampus sekelas Harvard yang sebelumnya di mataku selalu terkesan seperti kampus “dewa”: terlampau jauh dan sulit dicapai oleh kemampuanku. Dari sesi-sesi bersama mentor, aku jadi semakin yakin bahwa aku juga bisa untuk berada di kampus impianku. Selain membahas kampus, kami juga sering bertukar pikiran dan pengalaman di bidang pendidikan dan karier. FUN FACT: Aku belum pernah ketemu sama Indah secara langsung, jadi ayo nanti kita ketemu, Ndah!

INDAH PADA WAKTUNYA

Penulis berfoto di kampusnya
Setelah perjalanan panjang, Djodi berhasil diterima di University of Pennsylvania Graduate School of Education

Singkat cerita, di bulan Februari 2021 aku diterima di tiga kampus Amerika, yaitu University of Pennsylvania, Columbia University, dan Johns Hopkins University. Dan empat bulan kemudian di tahun yang sama, aku berhasil meraih Beasiswa LPDP Perguruan Tinggi Utama Dunia dengan mulus dan lancar. Dalam hatiku, agak terharu dan merinding juga bisa berakhir indah begini. Saat itu aku bergumam kepada Tuhan, “YA ALLAH, KENAPA BARU SEKARANG?”. Bertahun-tahun aku menunggu hari ini tiba, berjuang keras, terseok-seok, gagal terus, sampai mau berhenti dan menyerah. Dari mulai aku semangat daftar yang keren-keren, hingga lambat laun daftar yang biasa-biasa saja biar gampang diterima, tetap saja ditolak. Tapi ketika aku sudah tidak terlalu berharap dan pasrah, SEMUA DATANG SEKALIGUS, MULUS TANPA HAMBATAN, YANG BAGUS-BAGUS, BERSAMAAN.

Aku rasa semuanya sudah dirangkai cantik oleh-Nya. Aku bisa bertemu Indah sebagai mentor yang hebat dan menginspirasi adalah salah satu jalan yang dibukakan, dan semua itu tidak akan didapat seandainya aku tidak mendaftar Indonesia Mengglobal Mentorship Program. Teruslah percaya, karena semua akan indah pada waktunya.

Penulis bersama salah satu patung di UPenn
Djodi berfoto di depan patung Benjamin Franklin

***

Editor: Nefertiti Karismaida

2 KOMENTAR

  1. Dan Djodi membuat UPenn menjadi manusiawi buat para pencari kampus 😀
    Terima kasih untuk tulisan manusiawinya!

Tinggalkan Balasan ke Rani Batal balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here