Pandemi Tak Menghalangi Seorang Dokter Gigi untuk Meneliti sampai Ke Luar Negeri

1
1321
Taufik Abdullah Mappa College of Dental Medicine Taipei Medical University
Bersama Advisor pada Upacara Kelulusan Program Master’s Degree. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Walaupun di tengah keterbatasan pada masa pandemi, Taufik, seorang dokter gigi yang memutuskan untuk melanjutkan studi ke Taiwan, dapat menghasilkan penelitian yang berdampak bagi dunia medis, mendapatkan penghargaan di forum ilmiah internasional, hingga memperoleh tawaran untuk melanjutkan pendidikan doktoral bahkan sebelum selesai studi magister. Bagaimana cerita Taufik agar dapat memaksimalkan peluang di tengah masa penuh tantangan ini? Yuk simak cerita pengalamannya dalam artikel berikut.

***

Taufik Abdullah M, lebih akrab disapa Taufik, merupakan alumni dari mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin (FKG UNHAS), Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia. Setelah menyelesaikan pendidikan profesi kurang dari dua tahun, saya memutuskan untuk kembali mengabdi di almamater merah FKG UNHAS. Menekuni bidang akademisi dan klinisi merupakan target saya kedepannya. 

Keputusan Penentu Masa Depan

Berprofesi sebagai dentist, tentu memiliki beberapa pilihan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya seperti pendidikan spesialisasi profesi dokter gigi, lanjut program magister dan doktoral atau bahkan memilih untuk fokus mengembangkan klinik serta karir di institusi tempat bekerja.

Yeppp, semua keputusan memiliki resiko masing-masing, begitu pula dengan pilihan saya untuk melanjutkan pendidikan master di luar negri. Pengalaman pertama bagi saya untuk studi di luar negeri dan memilih Taiwan sebagai negara tujuan dalam menimbah ilmu. Kok memilih Taiwan? Pastinya pertanyaan ini selalu di lontarkan oleh sebagian orang yang pernah saya jumpai. Bersekolah di luar negeri merupakan study plan saya setelah lulus di jenjang profesi dokter gigi. Termotivasi dari beberapa senior dan teman sejawat yang studi di luar negeri menginisiasi saya mengikuti beberapa event mengenai study abroad, meng-apply beberapa universitas luar negeri, serta mencari banyak informasi tentang scholarship di setiap negara dan universitas yang menjadi target. Dari sekian universitas yang telah saya daftarkan, akhirnya keterima di College of Oral Medicine, Taipei Medical University, Taiwan.

Bergabung sebagai mahasiswa master di Taipei Medical University pada tahun 2020 memberikan banyak pelajaran hidup. Bertemu dan berteman dengan mahasiswa lokal dan internasional lainnya membuka wawasan saya tentang banyak hal, seperti tentang menghargai adanya perbedaan, mendapatkan keluarga baru di tanah rantau, beradapatasi dengan kultur yang ada, semua menjadi tantangan hidup sebagai mahasiswa. Hidup jauh dari keluarga membuat saya berprinsip untuk tidak banyak mengeluh dengan kondisi yang akan dan telah terjadi, karena jalan dan rintangan hidup setiap orang berbeda-beda. So, keep enjoy and easy going.

Perjalanan Penuh Tantangan di Tengah Keterbatasan

Mengawali perkuliahan secara daring dari Indonesia – Taiwan dikarenakan kasus Covid-19 saat itu terus meningkat di semua negara sehingga aktivitas pembelajaran dilakukan secara online. Awal semester fall 2020, kelas sudah berjalan namun saya masih tetap berada di Indonesia, dinas di rumah sakit, urusan di kampus, lanjut klinik merupakan rutinitis selama pandemik Covid-19, apa lagi ditambah kuliah online yang harus saya jalani sambil bekerja. Ini merupakan tantangan yang harus saya lalui selama masa Covid-19. Hingga akhirnya, di awal november 2020 pengurusan visa dan ijin masuk Taiwan bagi pelajar telah dilonggarkan, dengan beberapa prosedur yang harus diikuti yaitu bagi pelajar yang memasuki Taiwan diharuskan melakukan tes antigen Covid-19 sebelum keberangkatan, wajib melakukan prosedur karantina selama 21 hari di hotel yang telah diatur oleh pihak kampus dan pemerintah. Berangkat study abroad dalam kondisi pandemik memberi tantangan tersendiri, seperti banyaknya dokumen tambahan yang diwajibkan. Namun, setelah semua proses ini selesai barulah diperbolehkan untuk bergabung ke kampus, melengkapi administrasi pendaftaran dan mengikuti proses belajar tatap muka.

Finally, dapat bergabung secara langsung dalam kelas yang telah saya ambil di awal semester Fall 2020. Bertemu teman-teman kelas mahasiswa lokal dan internasional dari beberapa negara merupakan hal yang menarik, karena di departemen dental technology hanya saya mahasiswa dari Indonesia, merupakan kebanggaan tersendiri untuk bisa sharing dan diskusi mengenai negara masing- masing ke mahasiswa lokal dan internasional lainnya. Pembelajaran yang cukup santai di dalam kelas dan fokus menyelesaikan research untuk tugas thesis. Sistem pembelajaran di sini sangatlah berbeda saat berkuliah di sarjana kedokteran gigi. Kata “santai” adalah hal yang sangat sulit saya dapatkan dulu sebagai mahasiswa FKG. 

Terlepas dari kegiatan di kampus, saya memang lebih hobi meng-explore Taiwan, walaupun bukan traveller sejati. Namun bila ada waktu luang, terasa rugi bila hanya berdiam di dalam kamar. Makanya saya sering memanfaatkannya dengan berolahraga, berkeliling Taipei, ataupun mencoba kuliner Taiwan. Menjajaki night market, tentunya menjadi sasaran kami karena sesuai dengan isi dompet mahasiswa. Di sisi lain, kendala terbesar selama menetap di Taipei adalah bahasa. Karena Taiwanese memakai bahasa tradisional mandarin sebagai bahasa nasional, jadi jika teman-teman mempunyai planning untuk kuliah ataupun kerja di Taiwan sangat disarankan untuk belajar bahasa mandarin sebelumnya, agar lebih leluasa berkomunikasi dengan penduduk lokal.

Pandemi Tak Menghalangi Seorang Dokter Gigi untuk Meneliti sampai Ke Luar Negeri
Memeriahkan Kegiatan Lomba Marathon BNI Taiwan. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Setelah hampir dua tahun menetap di Taipei, tentu banyak suka dan duka yang telah dilalui, pastinya semua mahasiswa pun mengalaminya. Kadang senyum dan tangis bisa muncul diwaktu yang sama. Dan hanya dengan cara memotivasi diri sendiri adalah solusi untuk menghilangkan beban mental tersebut. Saya yakin, tidak ada perjuangan yang berakhir sia-sia. Perjuangan saat menempuh master degree boleh dikata singkat namun butuh dorongan yang lebih untuk menyelesaikannya. Hampir tiap hari saya menempuh perjalanan sekitar 45 menit dari rumah ke laboratorium menggunakan motor, atau kisaran satu jam lebih bila menggunakan transportasi umum seperti MRT dan bus. Kebetulan laboratorium dan kampus saya itu berbeda lokasi dan jaraknya cukup jauh. Karena penelitian yang saya kerjakan fokus pada material implant di bidang kesehatan jadi terkadang memaksa untuk pulang larut malam. Hujan dan dingin ketika musim ini tiba telah menjadi teman malam saya saat pulang ke rumah untuk istirahat. Mengeluh bukanlah solusi, itu hanya akan menambah beban pikiran. Ini yang menjadi mindset saya agar bisa melewati challenges yang lebih besar kedepannya. 

Bila ditanya bagaimana sih beban mahasiswa yang sekolah di luar negeri, mungkin saya pribadi agak sulit untuk menjelaskannya melalui artikel ini. Namun bila diilustrasikan mungkin ibarat balon yang terus dipaksa untuk mengembang, yang akan meletus sewaktu-waktu bila tekanan udara di dalam balon tersebut sudah tidak dapat ditampung lagi. Begitulah gambaran tekanan yang sebagian besar mahasiswa di luar negeri rasakan. Bila mau dikata, beban mahasiswa internasional bukan cuma di dalam kampus, tapi sampai setelah di luar kampus pun seringkali masih ada juga.

Kegiatan lainnya yang saya ikuti untuk menambah relasi di tanah rantau yaitu bergabung di organisasi PPI Taiwan sebagai pengurus pada periode 2021/2022. Banyak pengalaman dan cerita dari teman-teman yang sudah cukup lama studi di Taiwan. Walaupun kami mempunyai banyak kesibukan sebagai mahasiswa tapi tetap bisa meluangkan waktu dalam berkontribusi untuk membangun Indonesia melalui kegiatan dan kajian-kajian tentang issu yang sedang terjadi di nusantara. Dan akhirnya, setelah satu periode mengemban amanah bersama forum PPI Taiwan, pada bulan Juli 2022 lalu periode kepengurusan kami pun dinyatakan demisioner. Senang rasanya bisa ikut berpartisipasi dalam organisasi tersebut. 

Pandemi Tak Menghalangi Seorang Dokter Gigi untuk Meneliti sampai Ke Luar Negeri
Kegiatan PPI Taiwan di Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Memulai Aplikasi Program Doktor Lebih Dini

Sebagai mahasiswa master tingkat akhir, tentunya prioritas utama adalah menyelesaikan program magister yang sedang berjalan. Bila ada waktu senggang saya memanfaatkan untuk membuat beberapa rencana hidup kedepannya. Mengerjakan progres eksperimen yang sudah berjalan sekitar 60%, saya pun berpikir untuk meng-apply program PhD, yang merupakan target saya setelah menyelesaikan program master. Dengan niat memanfaatkan waktu yang ada, saya berkomitmen untuk langsung lanjut ke program doktoral setelah menempuh jenjang magister. Melalui seminar internasional yang diadakan oleh College of Oral Medicine, Taipei Medical University saya mendapatkan kesempatan untuk berkomunikasi dengan salah satu keynote speaker/guru besar dari institusi Indiana University School of Dentistry, Amerika Serikat. Mendapatkan peluang untuk studi ke United States (US) adalah impian yang mungkin banyak orang idamkan, termasuk saya. Oleh karena itu, saya membuat pilihan untuk meng-apply program doktoral di US dan Taiwan sebagai alternatif. 

Masih teringat usaha yang telah saya lakukan untuk mendaftar program PhD di US. Sembari mengikuti kuliah yang sedang berjalan, mengikuti program intern di klinik dental, mengerjakan penelitian master yang butuh laporan progres tiap minggunya kepada profesor. Semuanya itu menguras waktu dan tenaga namun saya tetap optimis untuk melengkapi dokumen yang dibutuhkan oleh universitas yang saya target, seperti ikut ujian GRE, TOEFL iBT, dan pengurusan penyetaraan ijazah Indonesia ke US, serta melengkapi form dan esai yang menjadi syarat awal sebagai pendaftar program PhD. Lelah dan pesimis tentunya saya rasakan selama proses kelengkapan aplikasi. Terkadang saya sudah berpikir untuk mundur, mengapa harus merepotkan diri sendiri untuk hal yang belum pasti, kenapa harus mengorbankan tenaga dan materi untuk hal belum tentu saya dapat. Sudah terbersit niat untuk tidak melanjutkan pendaftaran ini. Namun, apa yang saya lakukan? Yess… saya melanjutkan aplikasi pendaftaran tersebut, karena saya berpikir akan lebih menyesal bila tidak mencoba kesempatan ini. Mengenai hasilnya bakal sesuai harapan ataupun tidak, setidaknya saya sudah mencoba dan tidak ada kata menyesal. 

Terlepas dari hal itu, saya pun harus fokus menyelesaikan penelitian program master. Jika teman-teman pernah rasakan, penelitian master dan PhD itu berbeda.  That’s right! Ini bergantung pada professor masing-masing, beda advisor tentu beda tantangan yang didapatkan, sehingga terkadang master dan PhD hampir memiliki tekanan yang sama. 

Akhirnya, semua perjuangan itu terbayarkan. Dua bulan sebelum melakukan seminar hasil, saya mengikuti beberapa konferensi internasional seperti di India, Kaoshiung city di Taiwan, dan Indonesia. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program master. Dan alhasil dari salah satu dari konferensi internasional tersebut, saya mendapatkan juara pertama untuk kategori oral speaker. Senang dan bangga ternyata penelitian yang saya kerjakan membuahkan hasil. 

Pandemi Tak Menghalangi Seorang Dokter Gigi untuk Meneliti sampai Ke Luar Negeri
Penghargaan Atas Penelitian yang Dilakukan Pada Konferensi Internasional. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Selang berberapa hari, pengumuman PhD pun tiba. Mendapat email di terima program PhD di Indiana University dan Taipei Medical University adalah satu hal yang sangat sulit terbayangkan. Rasa haru tentunya tak bisa terbendung. Mungkin inilah hasil dari perjuangan yang telah saya lakukan. Lelah dan tangis, terasa terbayarkan. saya semakin optimis untuk menyelesaikan seminar hasil program master

Dan di awal bulan Juni 2022 target thesis defense dan wisuda telah komplit saya selesaikan. Saya pun mendapatkan penghargaan akademik sebagai wisudawan terbaik di College of Oral Medicine untuk program Master. Bila mengingat semua perjuangan yang telah saya lakukan mungkin tidak seberapa, dibanding teman-teman yang lain. Akan tetapi, dengan hal ini saya sangat bangga dengan semua pencapaian yang telah saya capai. Tentunya jangan cepat merasa puas. 

Pandemi Tak Menghalangi Seorang Dokter Gigi untuk Meneliti sampai Ke Luar Negeri
Thesis Defense dari Penelitian tentang 3D Bioprinting untuk Regenerasi Tulang yang Lebih Cepat. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Masih banyak tantangan yang harus dilalui kedepannya. saya pun memutuskan untuk menetap di Taipei dan lanjut program PhD di School of Dentistry, Taipei medical University, Taiwan. Berharap semoga tantangan kedepannya bisa saya lalui, jauh lebih baik lagi. Tetap semangat untuk memotivasi diri sendiri, up and down tentunya akan terus terjadi pada setiap orang, dan itulah tantangan hidup.

***

1 KOMENTAR

  1. Permisi selamat malam, saya ingin bertanya tentang program master di TMU apakah bisa? Saya tertarik tentang program master di TMU tetapi masih bingung dikarenakan ada 2 program, yaitu school of dentistry dan school of dental technology. Kira-kira apakah saya bisa email/contact dokter?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here