From the Editor-in-Chief: How We Stay Relevant after 11 Years?

0
1265
Tim manajemen dan mentees Indonesia Mengglobal dalam suatu acara gathering, di Jakarta, bulan Januari 2023. (source: personal documentation)

Dalam 11 tahun sejak didirikan, Indonesia Mengglobal sudah menyaksikan berbagai perubahan dalam perkembangan dunia beasiswa.  Dimulai saat mendapatkan akses pendidikan di luar negeri hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang, hingga berkarya di kancah global menjadi suatu norma atau hal yang umum, yang diimpikan oleh banyak orang. Bersamaan dengan itu, mulai muncul diskursus yang berkaitan dengan beasiswa, seperti modal finansial yang dibutuhkan untuk mendaftar beasiswa, kontribusi alumni luar negeri dan sebagainya. Sebagai salah satu platform pelopor dalam informasi mengenai berkarya di kancah global, maka Indonesia Mengglobal merasa harus aktif untuk memberikan perspektif yang solutif dan konstruktif dalam menanggapi diskursus-diskursus tersebut.

Ketidaksetaraan Kesempatan dalam Beasiswa

Saya teringat saat menjalani kuliah di UK, saya bertemu dengan rekan sesama pelajar Indonesia yang belajar di departemen yang sama. Sebelum melanjutkan studi di UK, rekan saya itu tinggal di sebuah kota di bagian timur Indonesia. Dia bercerita bahwa saat harus mengambil tes IELTS, dia harus berangkat ke Jakarta. Di pulau tempat ia tinggal, bahkan di kota terbesar di regional itu, belum ada pusat tes yang dapat menyelenggarakan IELTS.

Saya membandingkan kondisi rekan saya itu dengan kondisi saya yang tinggal di Pulau Jawa. Saya hanya perlu memikirkan bagaimana mengerjakan ujian IELTS sebaik mungkin, karena ada  lebih dari satu pusat tes yang dapat menyelenggarakan IELTS di kota tempat saya tinggal. Sementara, rekan-rekan dari luar Pulau Jawa harus memikirkan juga tansportasi dan akomodasi yang membutuhkan biaya, tenaga dan waktu.

Dari situ saya menyimpulkan bahwa walaupun persyaratan beasiswa umumnya menjunjung kesetaraan, akan tetapi kesempatan untuk menjadi kandidat yang memenuhi syarat ternyata tidak setara.

From the Editor-in-Chief: How We Stay Relevant after 11 Years?
From the Editor-in-Chief: How We Stay Relevant after 11 Years?
Townhall pertama tim manajemen Indonesia Mengglobal 2023/2024, Maret 2023. (Source: dokumentasi tim OVP Indonesia Mengglobal)

Sekolah di Luar Negeri=Privilege?

Tidak bisa dipungkiri, berkarya di kancah global, baik dalam bentuk studi maupun bekerja, masih menjadi kemewahan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Banyak faktor yang mengakibatkan hal tersebut terjadi.

Pertama, karena kondisi pembangunan Indonesia yang belum merata, sehingga ini memberikan kesempatan yang berbeda untuk orang yang tinggal di lokasi geografis yang berbeda. Dari cerita yang saya sebutkan di atas, mereka yang tinggal di daerah luar Jawa harus melakukan usaha ekstra keras dibandingkan dengan mereka yang tinggai di Jawa.  Hal ini disebabkan karena akses untuk memenuhi persyaratan beasiswa belum seperti yang ada di Pulau Jawa.

Kedua, post-colonial syndrome. Saya teringat, saat itu di SMA, ada seorang pelajar dari USA, peserta pertukaran pelajar yang datang ke sekolah saya. Pada hari pertama siswa itu datang, seluruh siswa mengelilingi peserta pertukaran pelajar tersebut, dengan tatapan kagum. Fast forward, beberapa tahun kemudian, saat mendapatkan kesempatan menuntut ilmu di UK, saya merasakan sendiri realitas kehidupan di dunia Barat, yang ternyata tidak semuanya lebih baik dari dunia Timur. Justru saya yakin, jika diberi kesempatan dan akses yang sama dengan mereka yang tinggal di negara Barat, kita dapat memiliki nilai tawar yang setara dengan mereka. Hanya saja, masa lalu kita, sebagai bangsa yang pernah dijajah, membuat kita sulit melihat diri kita sebagai bangsa yang setara dengan mereka.

Ketiga, meskipun banyak lembaga pemberi beasiswa yang menyediakan beasiswa penuh, pada kenyataannya, seorang calon penerima beasiswa harus mengeluarkan uang dari kantong sendiri untuk membiayai persiapan beasiswa tersebut. Dengan kata lain, persiapan beasiswa tidak dilakukan secara gratis, sehingga ada faktor kemapanan finansial yang berperan di situ.  Sementara, biaya yang dikeluarkan untuk persiapan beasiswa tersebut tidak sedikit dan setiap orang memiliki kemampuan finansialnya masing-masing.

From the Editor-in-Chief: How We Stay Relevant after 11 Years?

Rapat Tim Editorial 2023/2024 (Source: personal documentation)

Menjunjung Inclusivitas dan Sensitif dengan Berbagai Isu

Kami sadar, bahwa setiap orang datang dengan latar belakang yang berbeda. Latar belakang  tersebut memberikan titik start yang berbeda untuk setiap individu. Sebuah tips yang relevan untuk sebuah seorang individu, belum tentu relevan untuk  individu lain, karena ada faktor-faktor yang melekat pada individu tersebut yang menjadi pertimbangan.

Kami memutuskan untuk memperluas gaya artikel kami, yang tidak hanya membicarakan tentang tips-tips praktikal dan informatif seputar berkarya di kancah global, akan tetapi kami juga menawarkan bentuk artikel yang bersifat aspirational atau inspirational mengenai seseorang yang sudah menakhlukkan tantangannya, dengan beragam latar belakang dan berbagai bentuk tantangan.

Sepanjang tahun 2022-2023, kami sudah menyajikan artikel dengan berbagai latar belakang, seperti mahasiswa Indonesia di luar negeri yang memiliki disabilitas , stereotip gender dalam beasiswa, harus mengalami gap year sebelum kuliah, menakhlukkan tantangan sebagai student-parents, bangkit setelah berkali-kali ditolak beasiswa, serta mendapatkan pekerjaan pada ranah global pada masa pandemi. Tujuannya, memberikan motivasi  agar orang-orang di luar sana, yang memiliki tantangan yang sama dengan kontributor,  untuk tidak menyerah dalam menggapai aspirasinya.

From the Editor-in-Chief: How We Stay Relevant after 11 Years?
Taufik, kontributor kami, yang harus mengalami gap year selama 3 tahun sebelum melanjutkan kuliah undergraduate di Korea Selatan (source: website Indonesia Mengglobal)

Kami juga memperluas keberagaman dalam artikel kami, baik dalam segi negeri tujuan studi maupun daerah asal kontributor. Kamu mengangkat cerita  mengenai mereka yang menuntut ilmu di negara-negara yang belum banyak dikenal sebagai tujuan studi, seperti Lithuania, India, Thailand dan Sri Lanka. Kami juga memastikan adanya representasi ataupun keterwakilan pada artikel-artikel kami. Oleh karena itu,  kami menghadirkan kontributor dari berbagai lokasi geografis di Indonesia, seperti Papua Selatan, Banten, Nusa Tenggara Barat dan sebagainya.  Kami memastikan bahwa artikel kami tidak hanya relevan untuk mereka yang tinggal di kota besar, atau berasal dari kelompok mayoritas.

From the Editor-in-Chief: How We Stay Relevant after 11 Years?
Silvera Erari, kontributor kami yang berasal dari Merauke, Papua Selatan (source: website Indonesia Mengglobal)

Apa yang kami lakukan memang belum bisa sepenuhnya mengurangi gap terhadap akses kesempatan untuk pendidikan di Indonesia.  Untuk mengurangi gap pada akses pendidikan di Indonesia tentunya butuh kerja sama dari lintas sektor.  Akan tetapi, besar harapan kami, melalui cerita-cerita informatif dan inspiratif yang kami bagikan secara gratis melalui platform ini, kami dapat membantu lebih banyak orang untuk keluar dari self-limiting belief yang mereka punya, untuk kemudian berani mengejar mimpi.

Kami ingin meyakinkan bahwa mampu berkarya di kancah global bukan suatu mimpi yang mustahil, akan tetapi suatu kemungkinan yang dapat diraih oleh semua orang, tanpa melihat latar belakangnya. Ya, kami meyakininya, karena kami dan para kontributor kami sudah melakukannya.

Salam,

Rizkiya Ayu Maulida

Editor-in-Chief Indonesia Mengglobal 2023/2024


BAGIKAN
Berita sebelumya7 Perbedaan Ramadan di Indonesia dan Inggris Raya
Berita berikutnyaSkipping a Step and Go Further Faster: Going Straight to PhD from Bachelor Degree
Kiky is an academician in Communication field, focusing on the implementation of communication strategy in public sector. She obtained her Master's degree from School of Media and Communication, University of Leeds, UK and her Bachelor's degree from Department of Communication, Universitas Gadjah Mada. In her daily activities, aside of doing her responsibility as a lecturer with civil servant status at one of public universities in Jakarta, she likes to raise awareness in several issues, such as gender equality, youth empowerment and animal welfare. She can be contacted through rizkiya.maulida@gmail.com or her Instagram account @rizkiyamaulida

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here