Mempelajari Demokrasi, Pluralisme, dan Kehidupan Beragama di Amerika Serikat: Cerita Galih Sebagai Penerima Beasiswa SUSI

0
306
Galih bersama peserta SUSI dan Derek Green, Mantan Anggota Dewan Kota Philadelphia di City Hall. Sumber: dokumentasi pribadi.

Mengenal Beasiswa SUSI dan Proses Seleksinya

Ibnu Galih Madini, atau yang biasa disapa Galih, adalah seorang mahasiswa jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Dia pertama kali mengetahui beasiswa SUSI dari seorang alumni di tahun 2023. 

Study of the U.S. Institutes (SUSI) merupakan program akademik yang bertujuan untuk memberi kesempatan kepada mahasiswa S1 dari berbagai negara, termasuk Indonesia, untuk mempelajari bidang-bidang kajian Amerika Serikat secara intensif. Program yang dinaungi oleh Biro Pendidikan dan Kebudayaan Amerika Serikat ini berlangsung selama lima-enam minggu dan dilaksanakan di berbagai kampus mitra di Amerika Serikat. Lokasi pelaksanaan program dan kampus mitra yang dituju berbeda dari tahun ke tahun.

Secara umum, informasi mengenai program SUSI dapat diakses melalui situs Bureau of Education and Cultural Affairs Amerika Serikat atau Kedutaan Besar Amerika Serikat di setiap negara. Sedangkan untuk informasi yang lebih lanjut dapat ditemukan mahasiswa di kampus dalam negeri yang menjadi mitra beasiswa SUSI. Galih sendiri mengetahui program ini dari seorang alumni SUSI di tahun 2023. Setelah mendapatkan informasi tersebut, Galih melakukan riset lebih dalam dan segera mempersiapkan diri untuk mengikuti proses seleksi SUSI. 

Proses seleksi SUSI mencakup tahap administrasi dan wawancara dengan durasi kurang lebih tiga bulan sejak pendaftaran ditutup di bulan Desember hingga pengumuman di bulan Maret. Adapun dokumen yang harus dikumpulkan di tahap seleksi administrasi mencakup formulir data diri pribadi, transkrip nilai akademik, esai, dan surat rekomendasi. Selain itu, mahasiswa harus memiliki kemampuan berbahasa Inggris namun tidak diminta untuk mengumpulkan sertifikat TOEFL atau IELTS. Kemampuan Bahasa Inggris ini akan dinilai saat tahap wawancara yang dilakukan bersama koordinator program SUSI dan perwakilan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta atau Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Surabaya. 

Mempelajari Demokrasi, Pluralisme, dan Kehidupan Beragama di Amerika Serikat: Cerita Galih Sebagai Penerima Beasiswa SUSI

Galih menerima sertifikat dari Dialogue Institute, instansi penyelenggara SUSI bidang Religious Diversity and Democracy di Amerika Serikat. Sumber: dokumentasi pribadi. 

Berdasarkan pengalaman Galih, selain mempersiapkan pemberkasan, hal yang perlu ditekankan dalam proses pendaftaran SUSI adalah penguasaan materi oleh peserta. SUSI memiliki bidang pembelajaran yang beragam setiap tahunnya. Di tahun 2024, terdapat dua bidang yang ditawarkan kepada peserta, yakni Keberagaman Agama dan Demokrasi (Religious Diversity and Democracy) serta Perubahan Iklim dan Lingkungan (Climate Change and the Environment). Galih sendiri memilih bidang Religious Diversity and Democracy karena sesuai dengan minat dan pengalaman pribadinya. 

Memilih topik yang sesuai dengan latar belakang diri sendiri penting karena dapat membantu pendaftar untuk menulis esai yang lebih mendalam. Hal ini juga mempermudah mahasiswa untuk mendapatkan surat rekomendasi dari dosen atau seorang profesional yang mengetahui dengan baik latar belakangnya. Galih sendiri mendapatkan surat rekomendasi dari seorang Rabi yang ia kenal dari acara keagamaan. Penguasaan topik SUSI yang dipilihnya juga membantu Galih dalam proses wawancara sehingga ia terpilih menjadi penerima beasiswa.

Merasakan Sistem Pembelajaran Baru

Salah satu keunikan program SUSI adalah sistem pembelajarannya yang mengombinasikan sesi perkuliahan dengan site visits. Galih memulai perjalanan akademiknya di Temple University, Pennsylvania. Di sana ia belajar mengenai kondisi demokrasi dan keberagaman beragama di Amerika Serikat.

Mempelajari Demokrasi, Pluralisme, dan Kehidupan Beragama di Amerika Serikat: Cerita Galih Sebagai Penerima Beasiswa SUSI

Sesi perkuliahan Peran Agama dalam Keberagaman, Kesetaraan, dan Inklusi oleh Dr. Tiffenia Archie. Sumber: dokumentasi pribadi. 

Selama mengikuti perkuliahan di Temple University, Galih mengaku sempat mengalami gegar budaya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan metode pembelajaran yang tidak terpaku pada ceramah konvensional, melainkan diskusi interaktif antara mahasiswa dan dosen. Selain itu, Galih juga merasa sangat terbantu dengan lengkapnya fasilitas kampus untuk mendukung produktivitas mahasiswa. 

Selain mempelajari teori di kelas, Galih juga melakukan kunjungan ke situs-situs bersejarah dalam demokrasi maupun pluralitas beragama di Washington DC dan Arizona. Untuk pembelajaran lapangan mengenai demokrasi Amerika Serikat, Galih sempat berkunjung ke Supreme Court, the US Congress, dan the US Capitol. Topik keberagaman beragama juga dapat dipelajari melalui kunjungan ke masjid, gereja katedral, dan gereja ortodoks. 

Pluralisme dan Dialog Antar Komunitas Beragama di Amerika Serikat

Hal yang paling berkesan bagi Galih dari pengalamannya mengikuti program SUSI adalah kesempatan untuk melihat bagaimana multikulturalisme dan pluralisme dapat berjalan di kehidupan bermasyarakat. Di Philadelphia sendiri, Galih merasakan budaya masyarakat yang sangat toleran. Sebagai seorang Muslim yang sedang berada di negara minoritas Islam, ia juga merasa aman dari diskriminasi dan mendapat dukungan dari komunitas lokal. “Di Amerika Serikat melihat bahwa mereka (masyarakat) saling menghormati perbedaan dan saling terbuka,” tutur Galih.  

Selain itu, Galih juga mendapatkan banyak perspektif baru dari dialog yang dilakukan dengan berbagai tokoh agama. Setelah melakukan site visits, para mahasiswa yang tergabung dalam program SUSI melakukan simposium atau sesi diskusi dengan Pastor atau Rabi. Dalam pertemuan ini, Galih beserta mahasiswa lainnya dapat bertukar pikiran mengenai bagaimana hidup dengan perbedaan beragama maupun pendekatan yang dapat digunakan untuk merespon konflik beragama. 

Mempelajari Demokrasi, Pluralisme, dan Kehidupan Beragama di Amerika Serikat: Cerita Galih Sebagai Penerima Beasiswa SUSI

Galih bersama para penerima beasiswa SUSI saat kunjungan ke Chenrezig Tibetan Buddhist Center of Philadelphia. Sumber: dokumentasi pribadi.

Melalui kunjungannya ke Abrahamic House di Washington DC, Galih juga mencatat bahwa masyarakat harus melihat seluruh agama pada dasarnya memiliki satu persamaan, yakni ajaran perdamaian. Apabila masyarakat dapat fokus pada persamaan tersebut daripada mempermasalahkan perbedaan yang ada, maka hal tersebut dapat mendorong pluralitas yang berjalan dengan baik sesuai dengan keyakinan beragama masing-masing. “Jika toleransi beragama sudah terimplementasi, (maka) dapat saling memahami,” imbuh Galih. 

Mewujudkan Indonesia yang Menghargai Perbedaan

Setelah mendapatkan sudut pandang baru mengenai pluralitas di Amerika Serikat, Galih merasa terpacu untuk membagikan pemahaman tersebut kepada komunitas terdekatnya di Indonesia. Terlebih dengan adanya isu politik identitas yang kuat, Galih berharap untuk dapat turut serta mendorong terlaksananya dialog antar komunitas beragama di Indonesia. Menurutnya, perbedaan yang tidak tersampaikan dapat memicu potensi konflik berkelanjutan. 

“Dari berdialog muncul pengetahuan bahwa perbedaan agama itu tidak buruk. Harapannya nanti (masyarakat) jadi sadar kalau pluralisme itu harus ada,” ucap Galih. 

Pesan Galih untuk Calon Pelamar Beasiswa SUSI

Pertama-tama, mahasiswa harus menguasai bidang SUSI yang menjadi pilihannya. SUSI mengusung topik yang berbeda setiap tahunnya, maka penting untuk terus mencari informasi mengenai program yang ditawarkan dan persyaratannya. Setelah memastikan bidang SUSI yang dipilih selaras dengan kemampuan dan pengalamannya, mahasiswa dapat membuat esai yang personal.

Selain itu, Galih juga menyarankan mahasiswa untuk meminta surat rekomendasi kepada seseorang yang mengenal secara baik dan berhubungan dengan bidang SUSI yang dipilih. Akhirnya, para calon pelamar beasiswa SUSI juga harus memiliki komitmen tinggi untuk mengikuti rangkaian program dengan sepenuh hati. 

Short Bio

Ibnu Galih Madini is a student of Islamic history and civilization at the State Islamic University of Sunan Kalijaga Yogyakarta. He has a keen interest in government, politics, public policy, leadership, negotiation, international diplomacy, and languages. In his spare time, he has experience as a liaison officer for the Minister of Culture of the United Arab Emirates during G20 Indonesia. A Liverpool FC fan and avid traveller.

Mempelajari Demokrasi, Pluralisme, dan Kehidupan Beragama di Amerika Serikat: Cerita Galih Sebagai Penerima Beasiswa SUSI

Mimpi Belajar di Amerika Jadi Selangkah Lebih Dekat Dengan USAID TEMAN LPDP

Apakah kalian juga ingin melanjutkan studi lanjut di universitas-universitas di Amerika Serikat seperti Galih? Apakah kalian siap melangkah lebih dekat menuju mimpi-mimpi besar? Sekarang kalian tidak perlu bingung lagi harus memulai dari mana! Indonesia Mengglobal berkolaborasi dengan USAID TEMAN LPDP untuk mempermudah akses informasi terkait pendidikan sarjana, pascasarjana, dan doktoral di Amerika Serikat. Lewat partnership ini, IM dan USAID TEMAN LPDP akan menggelar webinar setiap bulannya dan juga memberikan reward bagi para partisipan Mentorship dan PhD Bootcamp yang tertarik melanjutkan pendidikan di Amerika Serikat selama partisipan memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Silahkan ikuti Instagram @usaidteman untuk mendapatkan berita terbaru tentang kerjasama ini!

Editor: Armafitriani Zaitoon

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here