Menjadi Siswa Muslim di Amerika Serikat

0
5754

Hari ini, 17 Juli 2015, merupakan Idul Fitri ke-4 saya di Negeri Paman Sam. Banyak sekali pengalaman menarik selama total sekitar empat tahun menjadi bagian dari minoritas Muslim di Amerika Serikat. Di postingan ini, saya akan berbagi beberapa cerita pengalaman tersebut.

Tidak Kesulitan Untuk Beribadah

Tidak seperti yang ditakutkan banyak anggota keluarga saya di rumah, selama di Amerika saya tidak terhambat untuk melaksanakan ibadah. Ini termasuk berwudhu, shalat lima waktu, membaca Al-Quran, dan berpuasa di bulan suci Ramadhan. Saya bersyukur sebagian besar masyarat Amerika Serikat yang saya temui sangat toleran. Hal ini, saya kira dikarenakan budaya Amerika Serikat yang sanagn menghargai kebebasan, termasuk kebebasan beragama.

Tiga minggu pertama saya di Amerika Serikat, saya ditampung oleh sebuah keluarga beragama Yahudi. Tiga minggu itu pula kebetulan jatuh bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Orang tua angkat saya dengan senang hati menawarkan membangunkan sahur, menunda jam makan malam sampai waktunya saya berbuka puasa (biasanya sampai jam 9 malam), dan mengantar saya ke masjid untuk shalat Ied.

Saat saya di Amerika Serikat untuk kuliah di The College of Wooster, saya pun tidak pernah ada masalah untuk melaksanakan shalat lima waktu di kamar asrama. Meskipun kamar asrama dibagi dengan seorang murid lain yang berasal dari Amerika Serikat, ia tidak pernah ada masalah dengan saya shalat di kamar. Saat saya akan shalat, ia akan selalu mematikan TV dan berusaha untuk tidak membuat banyak suara. Saya juga beruntung karena kamar asrama berada di komplek kampus dan tidak jauh dari perpustakaan atau ruang-ruang kelas. Jadi, bila saya perlu shalat di tengah belajar di perpustakaan, saya bisa dengan mudah ke kamar asrama untuk shalat. Rasanya hampir seperti ke mushola SMA saya di Jakarta untuk shalat saat jam makan siang.

Menjadi Siswa Muslim di Amerika Serikat
Saya dan murid muslim lain di The College of Wooster melaksanakan shalat Idul Fitri 2012 di Akron, OH

Di tim basket, pelatih saya pun tidak pernah ragu untuk mengizinkan saya untuk shalat di tengah latihan atau pertandingan bila diperlukan. Di pertandingan-pertandingan yang berada di luar kampus, ia selalu memastikan bahwa saya mendapatkan tempat shalat yang bersih dan layak. Ia bahkan ikut membantu mencari arah kiblat yaitu ke arah timur laut.

Di kelas dosen-dosen saya juga selalu mengerti bila saya tidak berada di kelas untuk kegiatan agama. Contohnya, biasanya setiap tahun saya selalu bolos sekolah satu hari untuk pergi shalat Idul Adha. Idul Fitri biasanya jatuh pada libur musim panas, sedangkan Idul Adha selalu jatuh pada saat hari sekolah. Dosen-dosen saya tentunya tidak ada masalah dengan itu, asalkan saya memberitahu sejak jauh hari, mengejar catatan-catatan yang tertinggal, mengumpulkan tugas yang dijadwalkan hari itu, dan bila ada ujian hari itu, saya melaksanakan  susulan.

Yang menarik, biasanya beberapa dari ujian akhir semester saya diadakan di malam hari selama 3 jam. Waktu ini sering berada di jam shalat maghrib (yang biasanya sangat pendek, hanya 1.5 – 2 jam). Dosen biasanya tidak ragu untuk mengizinkan saya keluar kelas selama ujian, dan membukakan ruang kelas yang kosong untuk saya shalat, lalu melanjutkan ujian lagi.
Muslim Student Association

Meskipun pemeluk agama Islam adalah minoritas kecil di kampus saya, kurang lebih 20 murid dari sekitar 2100 total), The College of Wooster memiliki grup yang cukup solid. Setiap tahun, kami dibiayai oleh kampus untuk mengadakan acara-acara yang bertujuan untuk memperkenalkan budaya Islam kepada lingkungan kampus. Di 3 tahun terakhir, kami pernah mengundang musisi sufi, mengadakan acara perayaan Idul Adha, mengadakan tur ke Masjid terdekat dari kampus dan masih banyak lagi. Kami juga mengadakan shalat Jumat berjamaah setiap hari Jumat dan makan malam bersama komunitas Muslim satu bulan sekali. Acara-acara ini tentunya terbuka untuk umum, termasuk warga kota Wooster di luar kampus yang juga banyak yang beragama Muslim (kebanyakan imigran dari Asia Selatan).

Menjadi Siswa Muslim di Amerika Serikat
Salah satu kegiatan Muslim Student Association di The College of Wooster: Perayaan Hari Raya Idul Adha

Idul Fitri

Hari raya terbesar bagi umat Islam inilah yang paling menarik untuk dirayakan di Amerika Serikat. Sebenarnya, tidak sulit menemukan lokasi untuk shalat Ied. Bahkan di kota kecil di kampus saya yaitu Wooster, OH, hanya perlu naik mobil selama setengah jam untuk sampai ke Masjid terdekat. Namun, kita semua tahun bahwa hari raya Idul Fitri jauh lebih besar daripada shalat Ied. Silaturahmi dan kekeluargaan kadang menjadi bagian terpentingdari hari raya ini, dan ini pula lah yang sulit ditemui.

Lebaran pertama saya di Amerika Serikat, keluarga angkat saya mengantarkan untuk shalat di Masjid yang dikelola oleh sebuah komunitas imigran Bangladesh. Lebaran kedua, saya dan teman-teman kampus pergi ke masjid terdekat dari kampus yang sebagian besar anggotanya adalah imigran dari Asia Selatan. Di dua lebaran ini, meskipun saya senang karena berkesempatan untuk melaksanakan shalat Ied, juga disuguhi makanan hari raya yang lezat dari budaya lain juga melihat bagaimana hari lebaran dirayakan di budaya negara lain, perayaan ini tidak mengingatkan saya akan perayaan hari raya di Jakarta.

Dua lebaran terakhir saya di Amerika Serikat saya rayakan di ibukota negara Washington, DC, dimana komunitas Indonesia nya sangat besar. Saya dan beberapa teman dari Indonesia shalat di Masjid yang dikelola oleh komunitas Indonesia di Washington, DC. Khutbahnya berbahasa Indonesia, dan sebelum pulang, kami juga dibekali snack khas Indonesia. Biasanya tahu isi, risol, atau martabak telur.

Menjadi Siswa Muslim di Amerika Serikat
Merakayan Idul Fitri 2015 bersama “keluarga” di Washington DC

Setelah shalat, kami mengunjungi kenalan orang Indonesia di wilayah Washington DC area. Sama seperti di Indonesia, kami disuguhi kue-kue kering khas lebaran seperti kastengel, putri salju, dan nastar. Sama seperti di Indonesia, anggota keluarga dan kerabat yang lebih muda beramai-ramai “sungkem” dengan anggota keluarga yang lebih tua. Sama seperti di Indonesia, menu makan siang kami adalah lontong, lengkap dengan opor ayam, sayur, dan rendang. Perayaan lebaran dua tahun ini spesial, karena meskipun jauh dari keluarga, saya menemukan komunitas lain yang membuat saya merasa dikelilingi oleh keluarga. Dan meskipun ini tidak ideal, tapi inilah yang terbaik yang bisa didapat di tanah perantauan.

Kesimpulan

Intinya, pada umumnya masayarat Amerika Serikat di lingkungan kampus akan sangat toleran dengan kepercayaan agamamu, sehingga tidak perlu takut ibadahmu akan terhambat selama studimu di Amerika Serikat. Memang, kadang diperlukan usaha sedikit lebih keras untuk melaksanakan ibadah, tapi bila kamu memang berniat dan taat, tentunya ini tidak akan jadi masalah. Pilihan untuk beribadah selalu ada, keputusan untuk menjalankannya ada di diri kita masing-masing.

 

Foto adalah koleksi pribadi penulis. Feature image is taken by Yorgun Marcel.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here