Meraih cita-cita untuk bersekolah tingkat magister di luar negeri bukan upaya yang mudah bagi Syaban. Sempat ditolak beberapa kali, namun dengan usaha yang konsisten, Syaban kini berhasil berkuliah di Kobe University dengan beasiswa ADB. Di artikel ini, Syaban berbagi tentang beasiswa ADB dan kuliah magisternya yang didukung oleh beasiswa tersebut.
Sejak tahun 1988, Asian Development Bank (ADB) menawarkan beasiswa jenjang magister untuk negara-negara berkembang yang menjadi peminjam dari ADB. Program beasiswa yang ditawarkan bernama ADB-Japan Scholarship Program (ADB-JSP), bidang perkuliahan yang dilingkupi antara lain ekonomi, manajemen, sains dan teknologi, dan kajian pembangunan. Indonesia sebagai salah satu negara anggota dari ADB masuk dalam daftar negara yang bisa mendaftar untuk program ini. Dari program ini, telah lahir banyak alumni yang mengabdi di tanah air. Namun, beasiswa ADB sepertinya tidak terlalu banyak terdengar di Indonesia karena penyebaran informasi yang kurang masif. Padahal, setiap tahunnya program ini membuka kesempatan bagi 150 orang untuk berkuliah jenjang master di universitas-universitas di Australia, Amerika Serikat, Hong Kong, India, Jepang, Selandia Baru, Singapura, Thailand, Pakistan, dan Filipina. Karena itu, melalui artikel ini saya akan berbagi tentang beasiswa ADB yang mensponsori kuliah magister saya di Kobe University, Jepang.
Persyaratan dan Proses Seleksi
Hal pertama yang harus dilakukan ketika ingin mendaftar beasiswa ini adalah mengidentifikasi universitas dan jurusan apa saja yang masuk dalam skema beasiswa. Karena tidak semua jurusan dan institusi pendidikan di Jepang masuk dalam skema beasiswa ADB-JSP, untuk mengetahui institusi dan jurusan apa saja dapat mengunjung link ini. Selain itu, beasiswa ini mensyaratkan calon penerimanya untuk memiliki pengalaman kerja minimal dua tahun dan usia di bawah 35 tahun.
Setelah mengidentifikasi universitas dan jurusan apa yang sesuai, pengalaman pribadi yang saya lakukan adalah menulis draf proposal penelitian dan menghubungi calon dosen pembimbing yang dirasa memiliki keahlian sesuai dengan tema penelitian. Berbeda dengan negara lain, sistem penerimaan mahasiswa tingkat magister di Jepang harus sudah mendapatkan calon pembimbing untuk membimbing penulisan penelitian dan mendapatkan letter of consent. Tanpa letter of consent dari calon pembimbing, maka calon mahasiswa tidak dapat mendaftar ke kampus. Setelah semua proses tersebut dilalui, maka sampaikanlah kepada dosen tersebut bahwa untuk membiayai perkuliahan magister ini biayanya berasal dari skema beasiswa ADB-JSP. Fase mendaftar kampus dan beasiswa ADB-JSP ini dilakukan secara bersamaan setelah mendapat persetujuan dari calon dosen pembimbing.
Keputusan final dari penerima beasiswa berada di ADB. Adapun prosesnya terdiri dari tiga fase: Pertama, kampus menominasikan calon penerima ke ADB; Kedua, ADB menyerahkan shortlisted-candidate ke Pemerintah Jepang (karena beasiswa ini bersumber dari dana Pemerintah Jepang); Ketiga, setelah ada keputusan dari Pemerintah Jepang lalu ADB menyerahkan hasilnya ke kampus kembali. Aspek kemampuan finansial juga menjadi faktor pertimbangan bagi ADB dalam memberikan beasiswa, sehingga surat keterangan resmi penghasilan juga harus dilampirkan. Dokumen yang dibutuhkan selama proses pendaftaran kampus dan beasiswa ADB-JSP (dokumen ini yang dibutuhkan selama proses pendaftaran ke Kobe University pada tahun 2017, universitas lain mungkin berbeda):
Pendaftaran Kampus | Pendaftaran ADB-JSP |
1. Formulir Pendaftaran Kampus
2. Letter of Consent dari calon dosen pembimbing 3. Ijazah dan Transkrip 4. Sertifikat Kemampuan Bahasa Inggris 5. Surat Rekomendasi 6. Draf Proposal Penelitian |
1. Formulir ADB-JSP
2. Slip Gaji 3. Surat Keterangan Bekerja 4. Surat Keterangan Penghasilan Orang Tua (Ibu & Bapak) |
KeuntunganBeasiswa ini menanggung semua pengeluaran penting selama berkuliah antara lain tuition fee, biaya hidup, asuransi, tunjungan buku, tunjungan penelitian dan tiket pesawat pulang-pergi satu orang. Untuk yang sudah menikah, beasiswa ini membolehkan penerimanya untuk membawa pasangan dan anak tetapi tidak ada tunjungan tambahan untuk itu. Meski demikian, melihat teman-teman saya yang membawa keluarganya, sepertinya biaya hidup yang diberikan sudah dapat menutupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari di Jepang.
Selain itu keuntungan lain sebagai penerima beasiswa ini adalah kesempatan untuk bertemu dan berdiskusi dengan pengambil kebijakan ADB dan Pemerintah Jepang melalui even Welcome Gathering dan Research Forum. Penerima beasiswa ADB-JSP dari 15 universitas di Jepang pada tahun pertama akan dikumpulkan di ADB Research Institute di Tokyo untuk bertemu dan mengikuti seminar dengan pembicara dari Pemerintah Jepang dan ADB sendiri melalui acara Welcome Gathering.
Pengalaman saya mengikuti kegiatan Welcome Gathering sangat membuka wawasan terkait dengan kontribusi apa yang dapat diberikan untuk percepatan pembangunan di regional atau kawasan Asia. Selain itu, melalui acara networking, saya mendapat kesempatan untuk berdiskusi dengan Special Senior Advisor to the President of ADB mengenai penelitian saya tentang manajemen bencana di tingkat pemerintah daerah. Dari diskusi tersebut saya baru mengetahui ternyata ADB sebagai institusi juga banyak mengerjakan program manajemen bencana dan percepatan desentralisasi. Mungkin itu alasan mengapa saya diterima di beasiswa ini.
Keunggulan lain adalah acara Research Forum yang diadakan di tahun kedua. Acara ini bertujuan untuk memaparkan hasil penelitian atau kemajuan penelitian dari para penerima beasiswa ADB-JSP. Semua penerima beasiswa akan kembali dikumpulkan di Tokyo untuk melakukan presentasi dan mendapatkan masukan dari petinggi ADB. Saya pribadi belum sampai pada tahap ini, masih menunggu sampai tahun 2019 nanti. Tetapi, saya sangat menunggu kegiatan ini karena melalui kegiatan ini ada kesempatan untuk saya menyampaikan aspirasi saya langsung ke pengambil kebijakan di ADB dan Pemerintah Jepang.
Kuliah di Kobe UniversityKombinasi antara kesesuaian area of expertise dari professor pembimbing dan profil Kota Kobe menjadi faktor utama untuk saya memilih berkuliah di Kobe University. Dikarenakan berkuliah tingkat magister di Jepang sangat menekankan pada penelitian sebagai produk akhir, kesesuaian dengan dosen pembimbing thesis menjadi sangat esensial. Kajian penelitian master saya berfokus pada manajemen bencana dan pemerintah lokal, dimana dosen pembimbing saya merupakan ahli di bidang ini, khususnya studi tentang pemerintah lokal.
Kota Kobe sendiri merupakan salah satu daerah di Jepang dan dunia yang menjadi rujukan dalam menananggulangi bencana alam, khususnya ketika bagaimana mereka menangani bencana Gempa Bumi Hanshin-Awaji tahun 1995. Di samping itu, yang baru saya temukan ketika kuliah di sini adalah dokumentasi dari sisa bencana Gempa Bumi Hanshin-Awaji 1995 masih tersimpan dengan baik di kota ini dalam bentuk museum dan resource center. Hal ini memberikan ruang yang lebih luas untuk saya ketika mempelajari penerapan manajemen bencana mereka dan berharap bisa dikontribusikan untuk pembangunan manajemen bencana di Indonesia kelak.
Profil mahasiswa yang belajar di program saya, yakni Graduate School of International Cooperation Studies, banyak berasal dari negara berkembang atau mahasiswa lokal Jepang dengan tema utama penelitian mereka berkisar pada isu pembangunan di negara berkembang. Profil ini menjadikan atmosfer akademik di lingkungan ini sangat unik dan semua keunikan tersebut memberikan saya banyak pengetahuan serta sudut pandang baru tentang bagaimana negara-negara berkembang menyelesaikan urusan domestik mereka, termasuk dalam penanganan urusan ekonomi, gender, administrasi publik, pendidikan, atau demokratisasi dan HAM. Keadaan ini memberikan kesempatan bagi saya untuk dapat mengukur dan membandingkan keadaan di Jepang maupun di negara-negara berkembang lainnya dengan keadaan di Indonesia.
Penutup
Setiap proses menembus beasiswa memang sangat beragam dan melelahkan yang kadang kita tidak mengerti faktor apa yang membuat kita ditolak atau diterima di program beasiswa tersebut. Pengalaman pribadi saya, selama dua tahun saya berjuang untuk melanjutkan sekolah dan gagal beberapa kali: gagal pada wawancara LPDP sebanyak dua kali, gagal wawancara beasiswa Chevening, dan yang terakhir gagal pada saat wawancara beasiswa Kemkominfo. Ternyata, pada akhirnya, usaha saya membuahkan hasil – saya menemukan kesesuaian antara visi kuliah saya dengan beasiswa ADB dan dengan Graduate School of International Cooperation Studies, Kobe University, Jepang. Selamat berjuang bagi kalian yang sedang berusaha mencari beasiswa. Percayalah, usaha kalian akan memberikan hasil pada waktu yang tepat.