Menyambung kisah inspirasional Suharto sebelumnya dalam menempuh pendidikan bahasa Mandarin di Beijing, berikut cerita dan pengalaman Suharto yang saat ini sedang menempuh pendidikan tinggi lanjutan di Negeri Tirai Bambu.
Halo lagi Suharto, kabarnya saat ini kamu sedang menempuh pendidikan S2 Sastra Mandarin di Beijing, Tiongkok. Bisa diceritakan pengalamanmu mendaftar S2 tersebut?
Ya, saat ini saya sedang menempuh pendidikan S2 di Beijing Language and Culture University, lebih tepatnya mengambil program studi Linguistik. Beijing Language and Culture University, biasa disingkat BLCU, merupakan salah satu universitas program Bahasa Mandarin terfavorit di Beijing. Universitas ini menjadi pedoman bagi pengajaran Bahasa Mandarin, banyak bahan pembelajaran Bahasa Mandarin di Tiongkok maupun Indonesia semua berasal dari BLCU. Oleh karena alasan tersebut, maka saya memantapkan hati untuk melanjutkan S2 di BLCU.
Saya mendaftar S2 di BLCU melalui proses beasiswa Chinese Government Scholarship 2016, biasanya beasiswa tersebut hanya membuka jalur universitas atau melalui Kedutaan Besar Tiongkok di Jakarta, namun saat itu pertama kalinya dibuka lewat jalur Kemenristekdikti (Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi) dengan nama beasiswa China-Indonesia Exchange Extraordinary Scholarship. Ada pun dokumen persyaratan beasiswa antara lain: form pendaftaran, dua surat rekomendasi, study plan, transkrip nilai, ijazah, surat keterangan kesehatan. Semua persyaratan ini harus dikirimkan ke Kemenristekdikti. Setelah dinyatakan lolos proses administrasi, tinggal menunggu pengumuman proses beasiswa selanjutnya.
Beasiswa ini dibuka pada bulan Maret-April, saya pun menunggu hasil beasiswa selama beberapa bulan. Ketika teman lain mendapat email konfirmasi dari pihak universitas, saya sama sekali tidak ada pemberitahuan apapun, sempat berpikir tidak lolos. Sekitar pertengahan bulan Agustus ada pengumuman dari DIKTI dan nama saya dinyatakan lolos sebagai penerima beasiswa ini. Akhir Agustus saya daftar ulang ke BLCU dan memulai kehidupan program S2.
Selama proses pendidikan S2 Suharto, apa ada pengalaman atau cerita unik yang Suharto alami?
Mempelajari linguistik bahasa Mandarin membuat saya sadar bahwa pengetahuan saya terhadap bahasa Indonesia sendiri pun masih kurang. Seringkali saya membandingkan kedua bahasa ini, mencari persamaan dan perbedaannya dari aspek linguistik. Saya pun kembali belajar dan lebih memahami bahasa Indonesia yang baik dan benar. Di beberapa mata kuliah, saya sempat mempresentasikan perbandingan kedua bahasa ini.
Di salah satu perkuliahan, saya pernah mempresentasikan sistem fonem bahasa Indonesia. Meskipun bahasa Mandarin dan Indonesia berasal dari dua rumpun bahasa yang berbeda, namun masih ada sedikit persamaan baik itu fonem vokal maupun konsonannya. Dengan mengetahui persamaan dan perbedaannya, maka akan lebih mudah dalam mempelajari dan mengajarkan kedua bahasa tersebut.
Mahasiswa Tiongkok yang mengikuti presentasi itu pun terlihat sangat antusias, mereka mengikuti pengucapan fonem dan beberapa kata bahasa Indonesia. Di akhir presentasi, mereka masih mengajukan pertanyaan. Presentasi ini menjadi salah satu pengalaman unik buat saya, bisa memperkenalkan bahasa Indonesia. Kedepannya, saya berharap ada kesempatan untuk mengajar bahasa Indonesia di bumi Tiongkok ini.
Kesulitan-kesulitan atau tantangan-tantangan apa saja yang Suharto hadapi selama pendidikan S2 dan bagaimana cara Suharto mengatasinya?
Proses belajar pendidikan S2 memang cukup sulit rasanya, namun saya berusaha menjalaninya dengan optimis dan menikmati setiap prosesnya. Apalagi jurusan Linguistik memerlukan waktu studi selama 3 tahun dengan beban 40 sks. Perkuliahan pun harus duduk satu kelas bersama mahasiswa lokal Tiongkok lainnya. Dilihat dari kemampuan bahasa Mandarinnya jelas saya ketinggalan jauh, Mandarin merupakan bahasa ibu mereka. Saya pun takut saat berbicara maupun berpendapat di kelas, salah nada maka salah artinya, itulah Mandarin. Dengan banyak latihan berbicara dan membaca banyak buku, saya berusaha memberanikan diri menyatakan pendapat.
Saya juga tidak bisa mengerti 100% perkuliahan yang disampaikan dengan pengantar bahasa Mandarin. Selain pengetahuan linguistik yang kurang, kemampuan Mandarin yang terbatas membuat lambat untuk memahaminya. Oleh karena itu, saya selalu berusaha duduk di depan dan membawa alat rekam suara setiap perkuliahan berlangsung. Saya akan mendengarkan rekaman itu berulangkali dan bertanya kepada teman mahasiswa lokal jika masih belum mengerti.
Ada masukan bagi mereka yang bercita-cita menempuh pendidikan lebih lanjut (universitas) di Beijing, Tiongkok?
Kemampuan berbahasa Mandarin mungkin harus menjadi bekal bagi mereka yang bercita-cita menempuh pendidikan di Beijing-Tiongkok, entah itu program dengan pengantar Inggris atau pun Mandarin. Setidaknya Mandarin percakapan dasar, karena beberapa tempat masih belum bisa berbahasa Inggris. Bahkan di area kampus, hanya beberapa dosen yang mampu berbahasa Inggris secara fasih. Dengan bekal Mandarin dasar , kita akan bisa berkomunikasi dengan orang lokal di segala situasi.
Jalinlah pertemanan yang baik dengan mahasiswa lokal. Boleh dibilang saya beruntung karena perkuliahan dengan mahasiswa lokal, sehingga saya pun bisa menjalin pertemanan dengan mereka. Tiap kali menyelesaikan tugas kuliah, saya pasti meminta tolong kepada teman mahasiswa lokal untuk memeriksanya terlebih dulu, meminta pendapat mereka, sebelum dikumpulkan ke dosen. Saya pun punya banyak kesempatan latihan berbicara Mandarin saat bersama-sama dengan mereka. Kami pun bisa saling bekerjasama dan mendukung dalam perkuliahan.
Terakhir, apa ada kata-kata penutup yang ingin diberikan dan kira-kira apa rencana Suharto setelah lulus S2?
Untuk rencana selepas S2, masih banyak impian lain yang ingin diwujudkan, salah satunya ingin mencoba kesempatan berkarir di Beijing. Saya ingin mencoba bagaimana rasanya bekerja dengan orang-orang Tiongkok, melihat etos kerja dan mempelajari pola pikir mereka dalam bekerja. Saya berharap dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dari kuliah (inginnya sih tidak jauh-jauh dari bahasa Mandarin juga). Harapan saya adalah dapat berkontribusi untuk kedua negara ini, Tiongkok, dan Indonesia.
Terakhir, sebagai pesan penutup, saya ingin mengutip ungkapan Mandarin 好好学习,天天向上 (hao hao xue xi, tian tian xiang shang/belajarlah dengan giat dan tiap hari kamu akan ada kemajuan). Saya bukan mahasiswa yang pandai ataupun jenius, tapi saya mau belajar dan berusaha, sehingga bisa mendapatkan beasiswa sampai ke Beijing-Tiongkok. Semua itu bukan hal yang mudah, semua itu perlu proses. Perlu juga berserah kepada Tuhan YME, berjuang bersama-NYA. Jadi semangatlah dalam belajar dan menggapai setiap impian, maka impian itu DIA akan mengubahnya menjadi sebuah kenyataan.