Jadilah Duta Untuk Bangsamu

0
2170
2019 Fulbright Foreign Language Teaching Assistant
Berpartisipasi dalam Pertunjukan Budaya di 2019 Fulbright FLTA (Foreign Language Teaching Assistant) Mid-year Conference di Washington DC
New England Indonesian Festival
Menghadiri acara komunitas Indonesia “The New England Indonesian Festival (NEIF) 2019”

 

Beberapa hari yang lalu, seorang teman dari luar negeri berkata padaku “don’t worry buddy, we’ll meet up again soon in Indonesia. it’s a small country, isn’t it?.” Temanku berasal dari salah satu negara di Amerika Selatan dan tahun depan, dia berencana berkunjung ke Bali. Setelah menghela nafas panjang, lalu ku mulai memberi kuliah tentang Indonesia dan pengetahuan geografi kepadanya.  

“Indonesia membentang sepanjang 5.120 kilometer dari timur ke barat. Bentang itu jauh lebih panjang ketimbang jarak London ke Teheran sejauh 4.403 kilometer. Populasi Indonesia sendiri lebih dari 260 juta”.  Aku yang tinggal di Kalimantan dan jauh dari pusat kota, juga akan cukup lama untuk berkunjung ke Bali. Di akhir perbincangan tersebut, dia berkata “Man! I never knew Indonesia was that big! Thank you for the Indonesia 101!” 

Lalu kami pun tertawa. Percakapan kami tentu bercanda dan sangat santai. Namun, aku cukup prihatin, bahkan di era yang serba terbuka ini, banyak yang belum tahu tentang Indonesia. Dan ironisnya, kejadian seperti ini bukan pertama kalinya aku dapati saat aku berada di luar negeri. 

Sebelumnya, perkenalkan, namaku Kunto Nurcahyoko. Sekarang aku mengajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) di Harvard Kennedy School, Harvard University. Aku mengikuti program 2019 Fulbright-Badan Bahasa Foreign Language Teaching Assistant. Selama dua semester, aku mengajar Bahasa Indonesia di Ash Center. Siswaku berasal dari berbagai kalangan, ada yang berprofesi sebagai mahasiswa, dosen, peneliti, dokter maupun dari kalangan umum.  Sebelum ditugaskan di Harvard, aku mengajar Bahasa Inggris di STKIP Pamane Talino Kalimantan Barat.

Dari kecil, aku sangat suka belajar bahasa. Lahir dan besar di Indonesia, aku yakin kita tidak asing dengan pembelajaran bahasa. Misalnya, aku berbicara Bahasa Jawa kepada orang tuaku di rumah. Saat di sekolah, aku belajar Bahasa Indonesia dan Inggris. Ketika aku bekerja di Kalimantan, aku juga belajar beberapa bahasa lokal suku Dayak Kanayant seperti Bahasa Ahe dan Belangin. 

Sebenarnya, mengajar Bahasa Indonesia di Harvard membuatku sadar akan banyak hal, salah satunya adalah bahwa pemahamanku tentang Indonesia menjadi sangat penting, terutama bagi siswaku yang belum pernah ke Indonesia. Teman dan siswaku awalnya masih memiliki beberapa miskonsepsi tentang Indonesia. Misalnya, mereka menganggap Indonesia masih sangat konservatif, terbelakang dan semua daerah rawan gempa bumi dan tsunami. Tentu hal ini dikarenakan kurangnya informasi dan interaksi dengan Indonesia. 

Sebagai orang Indonesia, khususnya diaspora, miskonsepsi semacam inilah yang harus kita luruskan. Saat aku memilih pengajaran bahasa sebagai karir profesionalku, aku merasa bahwa ini adalah kesempatan bagiku untuk mempromosikan Indonesia. Aku sadar bahwa, mengajarkan bahasa tidak cukup hanya dengan mengajarkan struktur bahasa dan kosakata. Salah satu komponen yang justru penting diajarkan adalah pemahaman lintas budaya. Karenanya, aku merasa bahwa saat disini, aku menjadi “duta” negaraku.

Aku percaya bahwa semua orang Indonesia yang berada baik di dalam dan di luar negeri, merupakan duta bangsa. Dulu, aku berpikir bahwa tugas mempromosikan duta hanya diperuntukkan bagi mereka yang berprofesi sebagai seniman, diplomat, atlet atau ilmuwan yang ada di luar negeri. 

Namun, semakin aku terlibat dalam pekerjaanku, aku semakin yakin bahwa kita dapat menjadi diri kita sendiri dan menyebarkan informasi tentang Indonesia kepada orang yang ada di sekitar kita. Jika kita sedang berada di negara lain, baik untuk wisata, studi, bekerja atau tujuan lain, kita secara tidak sadar juga menjadi “wajah” bagi negara kita. Jadi, kalau kamu merupakan salah satu diaspora Indonesia, jangan takut dan segan untuk menjadi “duta” Indonesia. Apa saja yang dapat kita lakukan jika kita sedang berada di luar negeri? 

Pertama, carilah informasi dan bergabung dengan komunitas yang ada di sekitar kita, baik komunitas masyarakat Indonesia atau komunitas lokal. Dengan aktif berpartisipasi dalam kegiatan komunitas, peran kita akan semakin terlihat. Sangat mungkin kalau kita adalah orang Indonesia pertama dan satu-satunya yang mereka temui. Dengan begitu, kita dapat menjelaskan apa yang kita ketahui tentang Indonesia. 

Selain bergabung dalam kegiatan komunitas, akan sangat disarankan untuk juga mengikuti acara budaya. Ajak teman kita untuk juga berpartisipasi atau sekedar datang ke dalam acara-acara seperti pentas budaya Indonesia dan lain-lain. Bukan menjadi hal yang rahasia kalau Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman budaya yang luar biasa. Interaksi budaya seperti ini sangat penting sebagai awal bagi orang di luar negeri mulai berbincang tentang Indonesia.

Jika kesempatan tersebut susah kita temui atau tidak ada waktu yang cukup untuk mengikuti acara-acara semacam itu, jangan kuatir, masih ada wadah lain yaitu media sosial. Akun Facebook, Instagram, Youtube, Blog dan lain-lain merupakan sarana yang cukup ampuh bagi kita untuk mempromosikan Indonesia. Dengan menulis, mengunggah dan menyebarkan informasi tentang Indonesia di akun sosial media yang kita miliki, kita juga juga mempromosikan Indonesia. 

Nah, kita juga harus mengingat bahwa penjelasan kita harus tetap santun dan tidak menggurui. Kita harus bijak dalam memberikan informasi. Indonesia merupakan sebuah negara dengan tingkat kemajemukan yang sangat tinggi. Karenanya, mendefinisikan budaya dan nilai yang ada di Indonesia menjadi hal yang tidak mudah. 

Namun, dengan mengutarakan apa yang kita tahu tentang bangsa ini, terutama saat kita menjadi diaspora, kesempatan bagi warga negara lain untuk memahami bangsa kita akan bertambah. Jadi, jangan kuatir, kita tidak harus menjadi diplomat, duta seni atau pekerja profesional untuk menjadi seorang duta Indonesia. Siapapun dirimu, jadilah duta untuk bangsamu.

2019 Bazaar Indonesian Community of New England
Berpartisipasi dalam acara Komunitas Indonesia – 2019 Bazaar Indonesian Community of New England (ICONE) di Boston

 


BAGIKAN
Berita sebelumyaSummer Programme at SMU: Rediscovering My Long-Lost Dream to Study in Singapore
Berita berikutnyaDiscussing ASEAN: Indonesian Students in Spain’s Conference on International Relations
Kunto Nurcahyoko is an English lecturer at Pamane Talino College of Education (STKIP Pamane Talino) in West Kalimantan, Indonesia. He received Masters of Language Education from The Ohio State University and Universitas Negeri Semarang in 2013, through an Indonesian Government Scholarship. After finishing his masters, he started teaching in one of frontier regions in Landak Regency, Indonesia. He’s currently teaching Indonesian Language Course (BIPA) at Harvard Kennedy School, Harvard University under 2019 Fulbright-Badan Bahasa Foreign Language Teaching Assistant Program. He is committed to continuing research in language learning, multiculturalism, and educational policy in Indonesia.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here