Pre-Master: Penting atau Hanya Formalitas Belaka?

0
3285

Pre-master adalah program persiapan yang kerap ditawarkan oleh universitas kepada mahasiswa baru sebelum program S2 dimulai. Biasanya, program ini ditawarkan kepada mahasiswa baru yang belum sepenuhnya memenuhi persyaratan untuk mengikuti program S2 di universitas tersebut. Apakah pre-master penting untuk dijalani sebelum memulai S2? Apa yang dipelajari saat pre-master dan apakah menjadi tambahan biaya kuliah? Columnist Indonesia Mengglobal, Dini Putri Saraswati berkesempatan untuk mewawancarai Ikhwan Dawam, mahasiswa S2 International Relations di University of Nottingham di Kuala Lumpur, Malaysia, yang pernah menempuh program pre-master di Leiden University di Leiden, Belanda.

 

Siang itu, seorang teman berteriak kegirangan karena notifikasi e-mail-nya berbunyi. Ternyata, pengirimnya adalah salah satu kampus terbaik pilihannya di luar negeri. Maklum, sudah beberapa bulan terakhir ini ia berkutat dengan berkas pendaftaran jenjang S2 di universitas tersebut. Beberapa kali saya melihatnya mondar-mandir di depan ruangan dosen di kampus S1-nya demi mendapatkan surat rekomendasi dari dosen pembimbingnya. Tak jarang ia terlihat membaca buku-buku latihan soal tes bahasa Inggris dan juga meminta saya untuk membantu mengoreksi esai yang dibuatnya. Pokoknya, segala cara ia lakukan untuk mengejar impiannya melanjutkan studi di kampus idamannya tersebut.

 

Namun, betapa terkejutnya ia saat membaca isi e-mail tersebut. Ia diterima untuk melanjutkan studi magisternya dengan prasyarat mengikuti pre-master selama satu tahun atau dengan kata lain Letter of Acceptance (LoA) yang ia terima bersifat conditional. Ia sempat terdiam dan merenung sejenak. Nilai tes bahasa Inggrisnya cukup memuaskan, Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) di ijazah S1-nya juga tidak kurang dari 3.00. Apa yang salah? Bukankah semua persyaratan sudah terpenuhi?

 

Beberapa dari kita mungkin pernah mengalami situasi seperti di atas. Mendapat ‘surat cinta’ dari kampus impian yang menyatakan bahwa kita harus menjalani pre-master sebelum memulai kuliah program magister di luar negeri. Tapi, apa sih sebenarnya pre-master itu? Apakah benar-benar diperlukan? Apakah itu artinya kita tidak memenuhi persyaratan untuk berkuliah di kampus tersebut sehingga harus mengikuti pre-master? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, saya berkesempatan untuk mewawancarai Ikhwan Dawam atau yang lebih akrab disapa Ikhwan, yang telah menjalani pre-master selama satu tahun di Leiden University di Leiden, Belanda.

 

Leiden University
Leiden University – Sumber foto: Dok. I. Dawam

 

Menurut Ikhwan, pre-master adalah program penyetaraan sebelum menempuh jenjang S2. Di Leiden University, seseorang yang diprasyaratkan untuk pre-master adalah mereka yang tidak memenuhi salah satu atau beberapa persyaratan untuk diterima di kampus tersebut. Misalnya, nilai IPK di bawah standar yang ditetapkan, nilai tes bahasa tidak mencukupi persyaratan, merupakan lulusan Hoger Beroepsonderwijs (HBO) atau sekolah vokasi, dan/atau jurusan S1 dan S2 yang dianggap tidak linier. Untuk memenuhi kekurangan-kekurangan tersebut, maka seseorang diwajibkan untuk mengikuti pre-master terlebih dahulu. “Saya menjalani pre-master karena jurusan S1 saya, Ilmu Hubungan Internasional, dianggap tidak linier dengan jurusan yang saya minati di Leiden University, yaitu Modern Middle East Studies. Meskipun terkesan memiliki korelasi, Modern Middle East Studies lebih fokus kepada aspek budaya, sedangkan Ilmu Hubungan Internasional melihat dari sudut pandang politik,” tegasnya.

 

LoA Conditional dari Leiden University yang menyatakan harus menjalani pre-master
LoA Conditional dari Leiden University yang menyatakan harus menjalani pre-master – Sumber foto: Dok. I. Dawam
LoA Conditional dari Leiden University yang menyatakan harus menjalani pre-master
LoA Conditional dari Leiden University yang menyatakan harus menjalani pre-master – Sumber foto: Dok. I. Dawam

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lantas, berapa lama durasi pre-master? Ikhwan menyatakan bahwa durasi pre-master berbeda-beda, tergantung dari kelengkapan persyaratan berkas administrasi pendaftaran kita. Di Leiden University sendiri, terdapat empat pilihan durasi pre-master, yaitu 15 kredit, 30 kredit, 45 kredit, dan 60 kredit. Perlu diketahui, program dengan jumlah kredit di atas 30, harus diselesaikan setidaknya dalam waktu satu tahun. Ikhwan sendiri telah menyelesaikan 45 kredit selama satu tahun.

 

Pre-Master: Jembatan antara S1 dan S2  

Mahasiswa pre-master harus menyelesaikan paket mata kuliah wajib sesuai dengan jumlah kreditnya, sehingga tidak dapat memilih mata kuliah lain di luar paket tersebut. Terdapat dua jenis metode perkuliahan, yaitu lecture dan seminar. Di dalam satu kelas lecture biasanya terdapat 50 – 100 mahasiswa karena merupakan mata kuliah umum yang dapat dihadiri oleh mahasiswa jurusan lain. Di kelas lecture ini biasanya dosen akan lebih aktif berbicara. Metode selanjutnya adalah seminar yang dihadiri oleh 10 – 15 orang karena mata kuliahnya biasanya lebih spesifik. Berbeda dengan kelas lecture, kelas seminar ini lebih banyak melibatkan mahasiswa untuk melakukan presentasi dan diskusi.

 

Terkait mata kuliah yang dipelajari, Ikhwan mengungkapkan bahwa terdapat beberapa mata kuliah substansial atau yang berkenaan dengan jurusan yang akan diambil saat S2, seperti Introduction to the Study of Islam, History of the Middle East, dan Ideology and Politics of the Middle East. Selain untuk mengenalkan studi Timur Tengah, mata kuliah tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan akademis melalui penulisan karya ilmiah dan diskusi. “Ada tugas akhir yang harus dikerjakan di setiap mata kuliah, biasanya berupa penulisan esai tentang mata kuliah tersebut. Dari esai tersebut akan dinilai bagaimana kemampuan penulisan mahasiswa, misalnya penulisan sitasi, penggunaan bahasa Inggris, hingga kemampuan berpikir kritis. Sedangkan, di kelas seminar, setiap mahasiswa akan ditantang untuk aktif berdiskusi. Sebelum perkuliahan, dosen akan memberikan materi bacaan beserta pertanyaan diskusi untuk dibahas keesokan harinya. Semua mahasiswa pasti akan mendapatkan kesempatan untuk berbicara karena jumlah mahasiswanya tidak banyak”, Ikhwan memaparkan. Kadang kala mahasiswa pre-master juga mengikuti perkuliahan mahasiswa S1 sebagai salah satu metode untuk melakukan brainstorming sebelum memulai studi S2.

 

Di akhir program akan diadakan ujian yang akan menentukan apakah seseorang lulus pre-master atau tidak. Beberapa komponen nilai ujian tersebut dapat diulang, misalnya ujian tertulis. Namun, ada juga yang tidak dapat diulang, misalnya nilai keaktifan. “Perlu diingat bahwa beberapa pre-master di Leiden University tidak dapat diulang atau diperpanjang masa kreditnya saat kita gagal alias tidak dapat melanjutkan ke program S2 yang dituju. Oleh karena itu, persiapkan ujian akhir dengan baik agar dapat segera melanjutkan studi ke jenjang selanjutnya”, tukasnya.

 

Ikhwan juga menambahkan bahwa menjalani pre-master tidak semudah ia yang bayangkan. Sistem perkuliahan di Belanda sangat padat sehingga hampir tidak ada waktu untuk bersantai. “Saat kuliah di Indonesia, saya terbiasa untuk belajar sehari sebelum ujian dan tetap lulus. Sayangnya, di Belanda hal itu tidak dapat diterapkan sehingga saya lebih banyak menghabiskan waktu di perpustakaan untuk membaca jurnal-jurnal yang diberikan oleh dosen,” ujarnya.

 

Pre-Master: Sebuah Proses Adaptasi

Berada di negara yang baru tentu membuat Ikhwan harus segera membiasakan diri. Perbedaan musim hingga kendala bahasa menjadi tantangan tersendiri baginya. “Teman-teman satu angkatan saya banyak yang dari bermacam-macam negara, tetapi tetap didominasi oleh mahasiswa dari Belanda. Keberagaman tersebut membuat saya belajar lebih banyak tentang budaya dari negara lain serta memperluas koneksi dengan orang-orang dari latar belakang yang berbeda,” ia menegaskan.

 

Suasana di Leiden, Belanda
Suasana di Leiden, Belanda – Sumber foto: Dok. I. Dawam

 

Selama mengikuti pre-master, Ikhwan juga turut serta dalam kegiatan organisasi yang diadakan oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Leiden. “Melalui PPI, saya sering membantu teman-teman dari Indonesia dalam menyukseskan acara promosi kebudayaan hingga berpartisipasi di kompetisi olahraga bagi mahasiswa Indonesia di Eropa,” ia menambahkan.

 

Walaupun pre-master ini sangat berkesan bagi Ikhwan, menurutnya ada sisi negatif yang juga ia rasakan, yaitu memakan biaya dan waktu yang tidak sedikit. Biaya pre-master di Leiden University sendiri pada tahun 2017 sekitar 4.000 Euro atau sekitar 69.500.000 Rupiah per program. “Bagi mereka yang tidak memiliki cukup biaya untuk pre-master, tentu ini akan menjadi kendala tersendiri. Apalagi beasiswa yang diperuntukkan untuk program ini terbilang jarang ditawarkan. Sehingga, perlu dipertimbangkan dengan baik jika ingin menjalani pre-master,” ujarnya.

 

Lebih lanjut Ikhwan berpesan agar mengikuti pre-master dengan baik sebagai pembekalan sebelum melanjutkan ke jenjang magister. “Tidak perlu malu jika kita harus mengikuti pre-master. Justru, program ini adalah sebuah momentum untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin sebelum benar-benar menjadi mahasiswa S2,” tukasnya. Menurutnya, mengikuti pre-master jauh lebih baik daripada memaksakan diri untuk langsung melanjutkan studi magister.

 

Menjalani pre-master juga sangat berguna bagi mahasiswa yang akan melanjutkan studi ke jenjang S2 karena dapat mengembangkan potensi diri sembari beradaptasi di lingkungan yang baru. “Setelah saya menjalani pre-master, saya merasa lebih percaya diri saat melanjutkan studi S2 karena sudah terbiasa dengan tugas-tugas yang diberikan semasa menjalani pre-master. Selain itu, kemampuan akademik saya, seperti menulis dan berdiskusi terutama dalam bahasa Inggris juga semakin meningkat sehingga lebih memudahkan dalam beradaptasi dengan perkuliahan S2,” pungkasnya.

 

Ikhwan di Monschau, Jerman
Ikhwan di Monschau, Jerman – Sumber foto: Dok. I. Dawam

 

***

Ikhwan Dawam, biasa dipanggil Ikhwan, memulai perjalanannya di Belanda tahun 2017 untuk melanjutkan studi S2 Modern Middle East Studies di Leiden University. Saat ini ia sedang menempuh studi S2 International Relations di University of Nottingham Malaysia. Untuk mengisi waktu luang, ia senang berjalan-jalan, berwisata kuliner serta menonton musical drama.

***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here