Neuroscience menjadi salah satu bidang krusial di kehidupan manusia mengingat ilmu ini mempelajari seluruh kegiatan sel dalam otak dan sistem saraf manusia. Kali ini Ivone (Columnist UK & Europe) berkesempatan untuk menuliskan kisah salah satu pelajar cemerlang Indonesia yang telah berkecimpung di dunia neuroscience di Eropa selama 10 tahun terakhir. Sedang menjalani studi doktoralnya, Rizky Lasabuda akan menceritakan pengalaman serta perspektifnya mengenai neuroscience.
Awal Ketertarikan di Dunia Neuroscience
Perjalanan Rizky dalam dunia neuroscience dimulai sejak dirinya memutuskan melanjutkan studi sarjananya tentang Life Science di Hogeschool van Arnhem en Nijmegen (HAN) dengan konsentrasi Molecular Pathogenesis pada tahun 2011 silam.
Ketertarikannya akan bidang ini bermula dari internship yang dilakukannya di Department of Clinical Genetics, Erasmus MC, Rotterdam di tahun ketiga studi sarjananya. Di momen ini Rizky menemukan interest-nya akan dunia neuroscience dari penelitian yang dikerjakannya mengenai Down Syndrome dan Hirschsprung disease. “Jadi saat itu saya felt amazed, how come that this tiny thing (neuron cell) can govern all of human body,” jelas Rizky.
Hal itu membuat Rizky ingin mendalami ilmu ini lebih dalam dengan melanjutkan studi S2. Menjalani exchange di kampus peringkat 2 Eropa untuk bidang neuroscience, VU University Amsterdam, di tahun akhir studi sarjananya, Rizky memutuskan untuk melanjutkan studi magisternya dengan konsentrasi ke clinical neuroscience dari keempat fokus yang ditawarkan (Behavioural Neuroscience, Clinical & Translational Neuroscience, Fundamental Neuroscience, dan Complex Trait Genetics). Sempat kembali ke Indonesia selama 2 tahun setelah kelulusan magisternya, Rizky memutuskan kembali ke Eropa untuk melanjutkan studi doktoral. Pilihan studi doktoralnya jatuh pada Universidad del Pais Vasco di bidang clinical neuroscience.
Ambisi untuk Membangun Indonesia
Ketika berbicara mengenai long tem goal, Rizky menjelaskan panggilannya untuk kembali dan membangun Indonesia. Rizky percaya bahwa Indonesia membutuhkan pemuda-pemudi cemerlang untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dan membentuk bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik.
Sedikit berbeda dengan studi neuroscience yang sekarang sedang dijalaninya, Rizky melihat dirinya sendiri dalam 20 tahun ke depan untuk berkecimpung di dunia politik dan kebijakan publik. Namun tentu, studi doktoral yang dijalaninya tidak menjadi sia-sia melainkan dapat membantunya menjalani peran tersebut.
“Iya, karena in general, studi doktoral itu juga membentuk mindset kita untuk melihat masalah secara general dan membangun framework penyelesaiannya. Jadi dengan pengalaman studi doktoral ini, saya percaya bahwa cara berpikir ini dapat membantu banyak dalam penyelesaian masalah di Indonesia,” tutur Rizky.
Dari Science hingga Marketing: State of Art Neuroscience
Rizky menuturkan bahwa neuroscience merupakan cabang ilmu yang mempelajari aktivitas sel saraf yang berdampak ke aktivitas tubuh manusia. “Sebenarnya jika diibaratkan, seluruh aktivitas dan perilaku manusia itu tidak lebih dari berbagai reaksi kimia dan pengaruh hormon yang terjadi di antara sel tubuh manusia. Seluruhnya dikontrol oleh komunikasi sel saraf satu sama lain, dan itu yang dipelajari di neuroscience,” papar Rizky.
Prospek kerja dari lulusan neuroscience juga beragam dari bidang akademis seperti post-doctoral, assistant professor, academic researcher, dan profesor serta di bidang industri dan kesehatan seperti peneliti di bidang klinis, teknisi, psikologi, genetik, dan farmasi.
Selain itu, ilmu dari neuroscience sendiri dapat diterapkan di berbagai bidang kehidupan manusia, seperti neuroeducation, neuropsychology, neuroinformatic, neuroengineering hingga neuromarketing. “Iya bahkan sekarang banyak penelitian di neuroscience mengenai bagaimana aktivitas sel dalam marketing, sehingga bisa dilakukan optimasi strategi marketing sehingga penjualan dapat ditingkatkan. Di neuropsikologi sendiri bisa dipelajari misal mengapa seseorang bisa kencanduan main HP atau ketergantungan akan suatu hal tertentu,” imbuh Rizky.
Understanding the Initial Stage of Epilepsy
Saat ini, Rizky sedang sibuk menjalani studi doktoralnya dengan topik berjudul “Dendritic Spines and Astrocytes in Early Stage Epileptogenesis” yang befokus pada penentuan pre-gejala penyakit epilepsi, terkhususnya pada medial temporal lobe epilepsy (MTLE).
Sampai saat ini, epilepsi umumnya terdeteksi ketika seseorang sudah terjangkit di level moderat hingga cukup berat, dan treatment akhir penyakit ini dilakukan dengan cara invassive treatment di mana episentrum terjadinya epilepsi dari jaringan otak diangkat. Namun, dalam kasus MTLE, treatment ini tidak dapat dilakukan karena pusat terjadinya epilepsi berada di dalam temporal lobe alias mayoritas dalam hippocampus yang menyebabkan pengangkatan jaringan otak sulit dilakukan. Oleh karena itu, ketika pre-gejala MTLE ini dapat dideteksi, maka penanganannya dapat dilakukan dari sedini mungkin.
Secara garis besar epilepsi dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu gen dan faktor eksternal, sehingga dapat diprediksi gejala dan awal mula eptilogenensisnya. Melalui proyek ini, gejala-gejala epilepsi ini diharapkan dapat dikenali dan dikarakterisasi early onset kapan seseorang mulai terjangkit epilepsi.
Salah satu proyek penelitian Rizky dilakukan dengan membandingkan reaksi dari neuronal cell tikus sebelum dan sesudah di-induce epilepsi, di mana hal ini dapat dilihat dari cell firing (komunikasi antara sel saraf), action-potential threshold-nya dan seberapa sensitif sel saraf tersebut akan perlakuan yang diberikan dalam hal morfologi.
Didanai Pemerintah Spanyol
Rizky menjelaskan bahwa studi doktoralnya merupakan proyek yang dibiayai dari pemerintah pusat Spanyol di Universidad del Pais Vasco dan intitusi Achucarro Basque Center for Neuroscience.
Berbeda dengan aplikasi Ph.D. yang biasanya terpisah antara funding dan aplikasi posisinya, Rizky mendapatkan posisi Ph.D. ini beserta fundingnya selama 4 tahun melalui aplikasi yang sama dari lowongan posisi Ph.D. yang ditemukannya di website FENS (Federation of European Neuroscience Societies). Selain lowongan posisi Ph.D., di dalam situs ini juga tersedia berbagai informasi, dimulai dari post-doc, latest issues, conference, hingga publikasi mengenai neuroscience di Eropa.
“Jadi proyek ini diawali dari supervisor saya yang mengajukan pendanaan ke pemerintah Spanyol akan proyek yang dikerjakannya dan membutuhkan mahasiswa doktoral. Setelah mendapatkan grant, supervisor saya kemudian membuka lowongan posisi Ph.D. tersebut di website FENS. Jadi selama saya menjalani studi doktoral ini, saya melakukan pertanggungjawaban baik ke supervisor saya dan ke pemerintah Spanyol,” jelas Rizky.
———–
Artikel ini ditulis oleh Ivone Marselina Nugraha, Columnist IM Europe & UK dan merupakan hasil wawancara dengan Rizky Lasabuda, BASc, MSc dengan profil:
Rizky Lasabuda, BASc, MSc merupakan mahasiswa doktoral tahun ketiga di Fakultas Neuroscience, Universidad del Pais Vasco/University of the Basque Country. Bekerja di Achucarro Basque Center for Neuroscience, Rizky menjalani studi doktoralnya dengan pendanaan dari Pemerintah Spanyol melalui Ministerio de Economia y Competitividad. Sebelumnya, ia menyelesaikan studi sarjananya di Life Science, Hogeschool van Arnhem en Nijmegen (HAN) pada tahun 2015 dan studi magisternya di VU University Amsterdam pada tahun 2017. Memiliki ketertarikan di dunia bisnis, Rizky juga sempat membangun startup Travelbuddy.id di tahun 2018. Di tengah kesibukan studi doktoralnya, Rizky juga menjalani peran sebagai Presiden Komisaris di CV ART Bhumi Mandiri Sejahtera, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang ekspor impor.
———-
*Semua foto disediakan oleh narasumber
**Editor: Haryanto