7 Perbedaan Lebaran di Inggris Raya dan Indonesia

0
884
Happy Eid Al-Fitr 1444 H (Sumber: https://www.pexels.com/)
Happy Eid Al-Fitr 1444 H (Sumber: https://www.pexels.com/)

Hari raya idul fitri telah berlalu. Namun, suasana fitrahnya pun masih bisa dirasakan hingga saat ini (03/05/2023). Momen ini selalu menjadi saat-saat yang dinantikan bagi seluruh umat muslim di dunia. Pasalnya, hari raya idul fitri atau lebaran menjadi ujung tonggak kemenangan umat muslim setelah menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan selama 30 hari, mulai dari menahan lapar dan dahaga hingga menahan dari segala hal yang dapat mengurangi pahala ibadah puasa. Perayaannya pun sangat beragam, tergantung dengan tradisi dari masing-masing daerah.

Perbedaan perayaan lebaran ini juga dirasakan oleh Alya Salma Dayna atau yang akrab dipanggil dengan Alya, diaspora yang bekerja dan tinggal di Glasgow, Skotlandia, Inggris Raya. Tahun ini bukan tahun pertama bagi Alya merayakan lebaran di luar kampung halamannya, Indonesia. Perempuan asal Jakarta ini menceritakan pengalaman di tahun keduanya berlebaran di Inggris Raya yang ternyata jauh berbeda dengan suasana lebaran di Indonesia. Alya menyebutkan setidaknya ada 7 perbedaan lebaran di Inggris Raya dan Indonesia. Simak cerita lengkapnya di bawah ini.

7 Perbedaan Lebaran di Inggris Raya dan Indonesia
Alya Salma Dayna alias Alya selesai menjalankan solat idul fitri di Glasgow Central Mosque (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

*****

  1. Tidak Ada Takbiran

Mobil bak terbuka dengan beduk raksasa digebuk berkeliling desa sambil bersaut-sautan menggemakan takbir untuk menyambut datangnya hari raya idul fitri esok hari adalah pemandangan yang bisa dilihat setahun sekali di Indonesia. Tak heran, perayaan ini, yang sering disebut dengan takbiran ini, selalu meriah dan ramai. Hal ini diakui Alya menjadi salah satu perbedaan besar yang dirasakannya selama berlebaran di Glasgow. Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa malam idul fitri di Glasgow tidak ada bedanya dengan hari-hari sebelumnya. Sama saja seperti hari biasa. Tidak ada beduk raksasa di masjid apalagi suara anak-anak kecil yang dengan riang gembira menggemakan takbir keliling desa.

2. Bukan hari libur nasional

Penduduk di Inggris Raya tetap bekerja seperti biasa saat hari raya idul fitri berlangsung. Sebagai umat muslim yang tinggal di Inggris Raya, biasanya mereka mengajukan cuti dari jauh-jauh hari untuk merayakan lebaran. Namun, pengalaman Alya tahun ini agak berbeda. Dia mengajukan cuti secara mendadak dan menariknya ijin cutinya langsung disetujui oleh atasannya. Tidak dibikin ribet. Alhamdulillah, ya!

7 Perbedaan Lebaran di Inggris Raya dan Indonesia
Suasana lebaran yang tidak ada bedanya dengan hari normal (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

3. Solat idul fitri (ied) berkloter

Umumnya, solat ied di Indonesia hanya dilakukan sekali secara berjamaah di masjid. Hal ini yang seringkali menyebabkan jamaah solat ied mengular sampai tumpah ke jalan raya dan biasanya juga jalanan ditutup di hari raya untuk keperluan solat ied ini juga. Hal ini tidak terjadi di Glasgow. Uniknya justru masjid mengumumkan bahwa solat ied dilakukan secara berkloter, mencapai tiga kloter dan ada slot waktunya. Jadi, jamaah bisa memilih kapan mereka ingin solat ied. Masih belum diketahui apakah dalih di balik ini. Bisa jadi untuk menghindari jamaah yang mengular seperti di Indonesia, ngga, ya, kira-kira?

4. Tidak ada arus mudik lebaran

Meskipun Alya biasa tidak mudik saat lebaran tetapi bagi orang yang biasa mudik, pasti merasakan perbedaan euphoria yang besar saat berlebaran di Inggris Raya. Pasalnya, hari normal tetap berjalan seperti biasa di hari ied. Transportasi umum juga masih dipenuhi para pekerja bukan para pemudik.

5. Tidak Ada Ketupat

Perjuangan memasak makanan khas lebaran sangat terasa. Tidak semua bahan-bahan yang biasa digunakan untuk makanan Indonesia tersedia di Inggris Raya. Alya yang tinggal di kota besar di Skotlandia saja mengaku bahwa dia tidak bisa menemukan ketupat untuk lontong opornya. Ketupat yang biasa dijual di pinggir-pinggir jalan di Indonesia tidak ditemui di Inggris Raya. Alhasil, kreativitas diaspora sangat penting untuk menggantikan ketupat dengan bahan lain dalam pembuatan lontong lebarannya.

7 Perbedaan Lebaran di Inggris Raya dan Indonesia
Aneka masakan khas Indonesia yang biasa disantap saat lebaran juga dibuat oleh diaspora di Glasgow (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

6. Diaspora rasa keluarga

Jauh dari keluarga menjadikan diaspora di Inggris Raya berkumpul jadi satu dan menjadi keluarga baru di tanah rantau. Berkumpul Bersama diaspora serasa berkumpul dengan keluarga di kampung halaman. Itulah yang dirasakan Alya yang selama lebaran dia berkumpul dengan diaspora lainnya. Makan masakan indonesia, ngobrol asik seputar gossip hangat yang terjadi di Indonesia, menjadi kegiatan favorit Alya saat berkumpul Bersama diaspora lainnya. “Gak ada keluarga, tapi disini bikin keluarga sendiri. Dapat keluarga dari luar Indonesia juga. Dapat ucapan dari teman-teman yang non-muslim juga”, cetus Alya yang menikmati lebaran keduanya di Glasgow.

7. Perayaan lebaran yang tidak terduga

Tidak seperti di Indonesia yang didominasi oleh muslim, umat muslim menjadi minoritas di Inggris Raya. Sehingga, informasi terkait hari raya idul fitri tidak menjadi sorotan utama media. Terasa sulit untuk mengetahui kabar terkini terkait hilal untuk hari raya. Hasilnya, Alya terkaget-kaget bahwa lebaran tahun ini jatuh pada hari Jumat, 21 April 2023. Pasalnya, Alya mengira dan sudah berencana untuk merayakan lebaran pada hari Sabtu. Dia juga mengaku bahwa ini menjadi tantangan baginya karena dia harus mengubah rencana lebaran yang telah dirancang dari jauh-jauh hari.

*****

Kurang lebih, itulah perbedaan lebaran di Inggris Raya dan Indonesia yang dirasakan oleh Alya. Masih banyak serba-serbi tradisi lebaran di Indonesia yang sangat dirindukan oleh Alya dan diaspora di Inggris Raya. Akankah ada artikel lanjutan terkait ini? Pantau terus postingan berita Indonesia Mengglobal di https://www.indonesiamengglobal.com/.


BAGIKAN
Berita sebelumya“We Will Make Time For What Matters Most”: Meidyca Febriandila’s Mentorship Program Testimony
Berita berikutnyaThe Value of A Liberal Arts Education
Annisa works remotely as a news contributor for an aquaculture magazine in Indonesia and also works in the Community Development Service in Scotland, UK. She's just graduated with a master's degree in Sustainable Aquaculture from the University of Stirling with a British Council Scholarship for Women in STEM. During her time studying in the UK, she actively encouraged women to pursue careers in STEM. Annisa dedicates her free time as a columnist for @indonesiamengglobal. She also loves to be involved in nature/outdoor and social activities.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here