Perjalanan Berlayar Mengenal ASEAN dan Jepang Melalui SSEAYP (2)

0
2716
Processed with VSCO

Adalah suatu kebanggaan tersendiri bisa mewakili bangsa di panggung internasional. Seperti apa yang telah dilakukan oleh Ranitya Nurlita dalam the Ship for Southeast Asian and Japanese Youth Program (SSEAYP). Perjalanannya mengikuti seleksi program tersebut hingga diterima bisa dibilang tak mudah (baca di sini). Namun rupanya, tantangan yang ia hadapi dalam proses seleksi justru menjadi batu loncatan untuk memetik ragam pengalaman tak terlupakan, sekaligus membentuk dirinya menjadi pribadi yang lebih baik. 

Bagaimana SSEAYP mengubah hidup dara yang akrab dipanggil Lita tersebut?. Simak ceritanya berikut ini. 

Hari yang dinanti setelah berjuang selama 6 bulan sejak awal bulan Mei 2016 akhirnya tiba juga.  Pada tanggal 24 Oktober 2016, saya beserta 27 pemuda dan 1 national leader berpanji “Kontingen Garuda 43” siap bertugas sebagai Duta Muda Bangsa dalam the Ship for Southeast Asian and Japanese Youth Program (SSEAYP). Setiap alumni program ini mengistilahkannya #SSEAYPSick. Hal ini sangat wajar, karena kami hidup selama 52 hari di atas kapal yang sama, selalu berinteraksi, dan berkegiatan bersama dengan 330 pemuda lainnya dalam jadwal yang sangat teratur. Saat harus kembali ke negara masing-masing, kehidupan harus di-setting ulang seperti semula. Meskipun demikian, banyak nilai dan pelajaran yang saya petik selama mengikuti program. Berikut adalah nilai-nilai SSEAYP yang kelak akan mengubah hidup saya di masa depan.

Diskusi untuk Belajar tanpa Batas

Selama program, 60% dari kegiatan kami adalah berdiskusi. Diskusi dibagi menjadi 8 tema diantaranya Youth Entreperneurship, Cross Cultural Understanding Promotion, Environment-Natural Disaster Reduction, Food and Nutrition Education, Health Education (Measures Against HIV/AIDS), International Relations (ASEAN-Japan Cooperation), School Education, dan  Information and Media. Dengan 8 tema tersebut, masing-masing Participating Youths (PYs) mendapatkan grup diskusi sesuai minat dan bakat dari hasil esai yang dikirim ke pihak kabinet Jepang.

Karena aktif mendalami isu lingkungan sejak 5 tahun lalu, saya memilih tema Environment, Natural Disaster Reduction (NDR). Sebenarnya NDR cukup baru bagi saya, karena sebelumnya saya hanya mendalami isu persampahan dan gaya hidup hijau. Karena tertarik dengan ilmu baru ini, saya berharap dapat mendalaminya setelah program berakhir. Isu lingkungan memang sangat komplek, oleh karena itu perlu bagi saya untuk mengetahui apa saja yang ada di dalamnya.

Ranitya saat Diskusi bersama participating Youth yang lain
Penulis sedang mempresentasikan hasil diskusi timnya

Dalam kegiatan diskusi, saya mempelajari tentang bencana di ASEAN dan Jepang. Diskusi ini dibagi menjadi 5 sesi utama, mencakup bencana di ASEAN dan Jepang; International Frameworks (Hyugo dan Sendai), Disaster Risk Reduction (DRR) di Asia-Pacifik; Disaster Prevention Programs di ASEAN dan Jepang; dan Disaster Preparedness Plan, Disaster Relief Programs di ASEAN dan Jepang; Solusi dan Hambatan Pemuda dalam DRR,  Lessons learned dari ASEAN dan Jepang; Belajar dalam komunikasi Bencana, dan Inisiasi Pemuda dalam DRR tiap negara peserta SSEAYP; serta mengembangkan Action Plan yang akan diimplementasikan di negara masing-masing

Di akhir kegiatan diskusi yang berlangsung selama hampir 1 bulan, Kontingen Garuda 43 berhasil menggagas sebuah program “I AM ABLE” yang akan dilaksanakan di daerah masing-masing.  Tujuan program ini adalah meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap People with Differently Abled (PDA) dan pentingnya penggunaan sign language untuk menciptakan masyarakat inklusif.  Kami diharapkan menjadi penghubung antara komunitas differently abled dengan pihak-pihak terkait. Dengan mempelajari sign language komunikasi antara masyarakat biasa dengan PDA akan lebih mudah. Sehingga, kesenjangan antara PDA dan masyarakat biasa dapat dikikis.

Mengunjungi berbagai macam tempat untuk belajar tentang bencana adalah hal yang membuka mata, seperti Ikebukuro Life Safety Learning Center di Tokyo dan Museum Gempa Kobe. Selain itu, Nong Lam University di kota Ho Chi Minh, Vietnam, Suan Dusit University Bangkok, Thailand, dan APSN (Association People With Special Need) di Singapura juga saya sambangi. Di Singapura, saya banyak berinteraksi dengan pemuda setempat saat mengunjungi universitas, serta belajar bagaimana menghargai orang dengan kebutuhan khusus di APSN Singapura.

Mengalahkan Ketakutan

Satu hal yang membuat saya bangga terhadap diri saya sendiri adalah akhirnya saya bisa menari.  Seorang alumni SSEAYP dari Jawa Timur pernah berpesan bahwa saya harus melewati batas maksimal saya. Dan itu yang saya praktikkan selama pembekalan di tingkat provinsi dan juga PDT. Saya sebenarnya tidak dapat menari sedikitpun. Jika harus menari, gerakan saya sangat kaku seperti robot. Karena itu, menari adalah kesenian yang justru saya takuti. Namun SSEAYP secara tidak langsung memaksa diri untuk keluar dari ketakutan itu. Akhirnya, saya juga pun menjadi pemeran utama dalam program Japan-ASEAN Youth Leader Summit (YLS).

YLS merupakan bagian dari SSEAYP ke 43 yang dilaksanakan di National Youth Center (NYC) selama in-country program di Jepang.  Kegiatan YLS meliputi diskusi dengan 100 local youths dan 330 participating youths dengan tema besar “Youth Participation in Social Activities”. Selain diskusi, terdapat kegiatan pementasan seni dari tiap negara, dan juga pameran  dari negara Jepang dan ASEAN. Tujuan dilaksanakannya YLS adalah untuk memperkenalkan serta membangun relasi antar negara ASEAN dan Jepang.

Ranitya 2
Memperkenalkan kekayaan budaya bangsa melalui tarian.

Dalam YLS, Kontingen Indonesia atau Garuda 43 sukses menampilkan kesenian tari kontemporer berjudul “The Fire Mystical Dress”. Tarian ini menggambarkan sebuah khayangan yang terletak di Bojonegoro, Jawa Timur, tempat api abadi berada. Di sana duduk seorang ratu yang sangat cantik di atas singgasananya. Kecantikan itu digambarkan dengan kostum api dan batik Bojonegoro bermotif daun jati yang tengah meranggas. Saya membawakan tarian tersebut bersama dengan 24 kontingen Indonesia lainnya. Ternyata, sambutan dari para pengunjung yang hadir begitu meriah. Keberhasilan itu membuktikan bahwa saya bisa menaklukkan belenggu ketakutan yang pernah membatasi diri saya. Hasil perjuangan berbulan-bulan dalam berlatih menari membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Finally, I’ve reached my breaking point!

Send off ceremony, upacara paling menyedihkan saat berpisah dengan keluarga angkat

Send off ceremony adalah saat yang paling menyentuh dan menyedihkan. Pada momen itu, pita warna-warni dilepaskan oleh peserta SSEAYP dari atas kapal saat berpisah dengan keluarga angkat mereka. Saya mendapat keluarga angkat selama berada di Vietnam, Thailand, Singapura, dan Jepang. Bagi saya, mereka merupakan keluarga kedua setelah orang tua saya. Melalui program keluarga angkat, saya belajar tentang arti toleransi;  bagaimana berinteraksi dan berkomunikasi dengan keluarga baru dengan baik, serta menghormati perbedaan agama, budaya, dan sebagainya.

Memperkenalkan dan Belajar Budaya dalam Club Activity

Club Activity merupakan kegiatan di mana para peserta mengajarkan kebudayaan dari negara-negara asal mereka. Kontingen Indonesia memperkenalkan Aksara Lontara dari Makassar dan memberikan tutorial pembuatan kerajinan dari kain batik nusantara, dalam bentuk kipas, bros dan bandana. Selain itu, kami juga mengajarkan Tari Zapin Muda-Mudi.

Saya mengikuti Club Activity dari negara Jepang dan Laos. Di sana saya belajar tentang cara membuat bunga nasional Laos yaitu Dor Champa dan juga mencoba mengenakan baju tradisional Laos. Saat di Club Activity Jepang, saya belajar tarian Yosakoi, upacara minum teh, dan belajar seni cara melipat kain jepang atau disebut dengan Furoshiki.

Memperkenalkan Indonesia dalam 1 Jam

Bagaimana memperkenalkan budaya dan kehidupan anak muda Indonesia selama program SSYEAP? Kami menyebutnya National Presentation  (NP). Selama 1 Jam, Garuda 43 memperkenalkan Indonesia dengan berbagai macam pertunjukan. Tradisi, sejarah, karakter bangsa, dan kondisi pemuda Indonesia saat ini ditampilkan melalui pertunjukan musik, tarian, drama, dan video.  Untuk tahun 2016 tema utama yang diangkat adalah Upacara Pembukaan Pekan Olahraga Nasional (PON).

Penampilan pertama dimulai dengan pengibaran Sang Saka Merah Putih. Prosesi ini menandakan bahwa upacara Pembukaan PON akan segera dimulai. Lalu dilanjutkan dengan tarian kontemporer yang mengambarkan prosesi pengambilan Api Abadi PON di Khayangan Api Bojonegoro, Jawa Timur. Setelah itu, kami tampilkan secara bergantian Tarian Ratoeh Jaroe, Tarian Mandau, Tarian dan Paduan Suara Tarek Pukat, Tarian Pangkur Sagu, Permainan Tutu Kalikumama, Tarian Nandak Betawi, Tarian Genderang Bulo, Tarian Gemu Famire, Tarian Randai dan Silat, Tradisi Lompat Batu, Tarian dan Nyanyian Janger. Lalu ditutup dengan parade busana nusantara serta tarian dan nyanyian Indonesia Jiwaku karya Guruh Soekarno Putra, Gemilang, serta Doo Be Doo.

Kami semua bukan penari, namun kami tuluskan niat untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa. Garuda 43 rela meluangkan banyak waktu untuk berlatih saat subuh dan juga sebelum night call. Kami benar-benar bangga dan sangat puas karena berhasil menampilkan NP dengan sangat baik. Terbukti, kami mendapat banyak tepukan tangan dari penonton.

Menghargai waktu

Selama 52 hari program SSEAYP berlangsung, kami berkomunikasi tanpa internet atau wi-fi. Di sana, saya dan teman-teman dilatih untuk berinteraksi secara langsung tanpa perantara handphone atau media social seperti cara anak muda jaman sekarang. Mengandalkan contingent board dan telepon kabin, saya berkomunikasi dan janjian dengan teman-teman jika ada suatu hal yang perlu dibicarakan. Selain itu, kami dididik untuk ontime dalam segala hal. Semua sudah terjadwal mulai bangun pagi sampai tidur kembali. Selama itu, kami seperti berada dalam dunia baru bernama “Nippon Maru”.

Penulis beserta peserta SSEAYP lainnya.
Penulis beserta peserta SSEAYP lainnya.

Semuanya berawal dari “Lead by Example” untuk menginisiasi sebuah perubahan

Kang Joy, sapaan hangat Yodi Dermawan Dasuki, National Leader kontingen Garuda 43 merupakan sosok yang tidak hanya menginspirasi Kontingen Indonesia, namun juga memberikan panutan yang baik kepada kontingen negara lain. “Lead by Example” banyak hal yang dapat diartikan dari 1 kalimat tersebut, seperti jiwa dan semangat nasionalisme, keramah-tamahan, kerapian pakaian, kedisiplinan dan kontribusi selama program. Hal ini juga diperkuat dengan pujian dari Cabinet Office Japan, Mr. Akio Wada; Administrator, Ms. Kaori Nakamura; National Leaders, Admin Staff, Facilitator, OBSC dan seluruh peserta.

Berawal dari “Lead by Example yang selalu kang Joy tanamkan kepada seluruh anggota Kontingen Indonesia,  saya juga banyak belajar dari beliau. Semua harus diawali dengan contoh dari diri sendiri sebelum kita melakukan suatu aksi, gebrakan, terebosan maupun inisiasi. Di saat contoh itu baik, maka semesta pasti akan mendukung. Pada akhirnya semua akan mengikuti apa yang kita contohkan ketika menjadi seorang pemimpin di masa depan nanti.

Closing

Program SSEAYP yang berlangsung selama 52 hari laksana sebuah mimpi. Di hari terakhir program itu, kami seperti ‘dipaksa’ berpisah dari kontingen negara lain dan juga anggota lain dari Kontingen Indonesia. Namun saya percaya, satu hal yang akan terjadi; sayap-sayap Garuda itu akan terbang dan mengepakkan rangkai sayapnya lebih tinggi untuk menggapai asa.

Foto disediakan oleh penulis


BAGIKAN
Berita sebelumyaPreparation for Success – An Indonesian Story
Berita berikutnyaWorklife is tough but so are you!
Ranitya Nurlita (Lita) adalah Mahasiswa Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Lita memiliki mimpi menjadi seorang environmetalist dan juga pengusaha yang berfokus pada bidang lingkungan. Ranitya memiliki komitmen besar pada isu lingkungan internasional dan berinisiatif besar terhadap perubahan dengan menjadi delegasi Indonesia dalam Forum Pemuda Internasional di berbagai negara seperti Azerbaijan, Bangladesh, Kamboja, Tiongkok, India, Jepang, Malaysia, Filipina, Singapura, Turki, dan Amerika Serikat. Selain sebagai mahasiswi, Ranitya juga pernah menjabat menjadi Presiden HiLo Green Community di lebih dari 18 kota di seluruh Indonesia, Tim Indonesia Bebas Sampah 2020, Pendiri dan Project Director ASEAN Reusable Bag Campaign di negara-negara ASEAN bersama YSEALI, dan berbagai stakeholder yang lainnya. Ranitya menjadi Duta Muda Indonesia dengan menjadi perwakilan Indonesia dalam the Ship for Southeast Asian and Japanese Youth Program (“SSEAYP”). "Always be learner" merupakan moto hidupnya. Belajar dapat kapanpun dan dimanapun. Ranitya melakukannya dengan menjadi volunteer, mentor, dan pembicara di berbagai kegiatan dan seminar lingkungan, dan kemudian belajar dari orang-orang yang dia temui. Kisah Inspirasi Ranitya dia tuliskan melalui #RanityaStories di sosial media, ketiga bukunya dengan menjadi Kontributor dalam Miso Soup E-Book www.ranityanurlita.wix.com/misosoup , Climacteric, dan Abroad You(th), Blog dan juga linkedin melalui www.ranityanurlita.wordpress.com dan www.LinkedIn.com/in/ranityannurlita

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here