MENGHABISKAN LIBURAN MUSIM PANAS DENGAN MAGANG DI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (Bagian II)

0
3302
Vacancies at The UN Immigration Agency

Setelah menjelaskan mengenai persiapan magang dan hal-hal yang perlu disiapkan ketika menyusun aplikasi magang pada bagian pertama dari artikel ini, Riri akan menjelaskan mengenai 5 manfaat utama yang didapatkannya pasca magang di Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM).

Bagi kamu yang berkeinginan untuk magang di salah satu badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (“PBB”), sebelumnya pada Bagian I artikel ini saya telah menjelaskan pentingnya memanfaatkan liburan musim panas untuk magang dan juga mengelaborasi beberapa hal yang penting dilakukan dalam persiapan magang. Sementara pada Bagian II ini, saya akan menjelaskan secara terperinci pengalaman dan manfaat utama yang saya dapatkan ketika magang selama 3 bulan di Hong Kong. Selain itu, saya juga akan berbagi mengenai bagaimana dari pengalaman tersebut saya dapat membangun jaringan profesional yang pada akhirnya membuka kesempatan bagi saya untuk bekerja pada sektor kemanusiaan di Hong Kong pasca menyelesaikan studi S2 di Selandia Baru.

1.Terlibat langsung dalam penanganan dan pendampingan korban perdagangan orang

Selama 3 bulan magang di IOM Hong Kong, saya terlibat dalam penanganan kasus yang melibatkan kurang lebih 15 korban perdagangan orang dari berbagai kewarganegaraan, seperti warga negara Indonesia, Filipina, Madagaskar dan Sri Lanka. Korban-korban tersebut umumnya mengalami eksploitasi tenaga selama bekerja di Hong Kong. Saya berkesempatan untuk berinteraksi langsung dengan korban guna melakukan wawancara untuk mengetahui apakah yang bersangkutan dapat dikategorikan sebagai korban perdagangan orang. Setelah wawancara, saya harus melengkapi formulir identifikasi, menulis kronologi kasus dan menganalisa kebutuhan-kebutuhan korban mulai dari kebutuhan akan ‘rumah aman’, pakaian, makanan, biaya pemulangan, hingga bantuan reintegrasi. Kemudian, seluruh dokumen tersebut saya kirimkan kepada kepala IOM Hong Kong untuk diperiksa dan ditindaklanjuti. Dari proses penanganan kasus ini, saya menjadi lebih sensitif terhadap isu perdagangan orang di tingkat akar rumput dan lebih memahami isu ketenagakerjaan dan ekploitasi tenaga kerja yang menghantui para buruh migran disana. Selain itu, saya juga lebih menguasai peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan isu migrasi.

2.Menjadi pembicara pada pelatihan tentang perdagangan orang dan migrasi tenaga kerja

Saya diberikan kepercayaan untuk memfasilitasi sebuah pelatihan kecil mengenai perdagangan orang dalam konteks pengaturan yang berlaku di Hong Kong kepada beberapa pekerja kasus dan paralegal yang bekerja di LSM. Beberapa hari sebelum pelatihan berlangsung, saya berupaya menambah pengetahuan yang saya miliki, mulai dari membaca produk hukum internasional dan Hong Kong, memahami variasi kasus perdagangan orang yang pernah terjadi di Hong Kong serta mendalami mekanisme penanganan kasus dan pemangku kepentingan di Hong Kong yang relevan. Lebih dari itu, setiap hari sebelum tidur saya berlatih untuk mempresentasikan materi tersebut di depan cermin agar pada saat pelatihan saya bisa memberikan yang terbaik. Dalam praktiknya, kepala IOM Hong Kong adalah sosok yang banyak memberikan arahan, mulai dari meminjamkan buku dan literatur terkait, membedah kasus bersama dengan saya agar saya lebih memahami situasi perdagangan orang di Hong Kong hingga membantu mengoreksi dan menambahkan informasi selama pelatihan berlangsung.

Penulis memberikan pelatihan human trafficking untuk beberapa LSM di Hong Kong
Penulis memberikan pelatihan perdagangan orang untuk beberapa LSM di Hong Kong

3. Menemukan ‘ruang berbagi’ dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Hong Kong

Peraturan perundangan di Hong Kong menjamin hak mereka untuk berserikat dan berorganisasi. Oleh karena itu, pada hari libur mereka (biasanya hari Sabtu dan Minggu), mereka kerap berumpul dengan organisasi masing-masing dan melaksanakan berbagai kegiatan positif. Melalui beberapa kegiatan IOM, termasuk pada saat penanganan kasus perdagangan orang, saya sering berinteraksi dengan para TKI pekerja rumah tangga di Hong Kong yang menjadi pengurus organisasi. Saya diminta untuk mengisi beberapa sesi diskusi dan pelatihan yang mereka lakukan. Saya bersyukur sekali dengan kesempatan ini karena sebaik-baiknya manusia adalah yang memiliki manfaat bagi orang lain.

Penulis memberikan pelatihan public speaking untuk beberapa anggota organisasi buruh migran Hong Kong di Lapangan Victoria
Penulis memberikan pelatihan untuk berbicara di depan umum kepada beberapa anggota organisasi buruh migran Hong Kong di Lapangan Victoria

4. Menghadiri berbagai acara bergengsi yang diadakan IOM dan mitra-mitra IOM

Sebagai salah satu badan khusus PBB, tentunya IOM bermitra erat dengan berbagai lembaga lainnya, baik lembaga pemerintah maupun non pemerintah. Dalam beberapa acara, saya sering diajak untuk mengobservasi dan menyerap ilmu sebanyak-banyaknya dari berbagai acara seminar dan diskusi terbatas atau sekedar untuk menikmati acara hiburan dan makan malam. Salah satu acara yang paling berkesan bagi saya adalah ketika saya menemani kepala IOM Hong Kong dan kepala misi IOM Cina untuk menghadiri acara pembukaan Festival Film Uni Eropa. Saya mendapat kesempatan untuk duduk di deretan kursi VIP dan menonton pertunjukan orkestra yang sungguh menakjubkan.

Penulis bersama Kepala IOM China dan Kepala IOM Hong Kong menghadiri Acara Pembukaan Festival Film Uni Eropa di Polytechnic University of Hong Kong
Penulis bersama Kepala IOM Cina dan Kepala IOM Hong Kong menghadiri Acara Pembukaan Festival Film Uni Eropa di Polytechnic University of Hong Kong

5. Menambah jaringan profesional dan memperluas peluang kerja

Jangan menjadikan kesempatan magang yang kamu miliki hanya untuk sekedar mengisi hari libur maupun memenuhi tuntutan perkuliahan. Jadikan kesempatan magang sebagai peluang ‘membuka pintu’ untuk berjejaring dengan berbagai pemangku kepentingan lainnya. Magang di IOM membuka peluang bagi saya untuk menghadiri rapat-rapat dengan berbagai organisasi internasional, LSM internasional dan lokal, para profesor di kalangan universitas, perusahaan swasta, organisasi atau asosiasi buruh migran, pemerintah Hong Kong dan juga konsulat-konsulat asing yang berada di Hong Kong. Saya bisa berkenalan dengan para pimpinan organisasi, lembaga dan perusahan tersebut. Hal ini merupakan peluang yang tidak akan saya dapatkan dengan mudah jika bukan karena pengalaman magang di IOM Hong Kong. Setiap bertemu dengan para pimpinan organisasi maupun lembaga tersebut, saya selalu berusaha memberikan dan menunjukkan yang terbaik dari diri saya sehingga bisa meninggalkan kesan yang baik bagi mereka. Tentu hasil dari usaha ini tidak datang secara instan. Percayalah, suatu saat kita akan membutuhkan jaringan profesional yang telah kita bangun, baik itu sebagai mitra kerja kita maupun sebagai tempat mengabdi kita di masa depan. Setelah selesai magang dan kembali ke Selandia Baru untuk melanjutkan perkuliahan, beberapa organisasi dan lembaga yang saya temui di Hong Kong mengirimkan saya beberapa opsi peluang kerja. Saya melamar untuk salah satu posisi yang ditawarkan. Pengalaman yang saya dapatkan selama magang 3 bulan di Hong Kong benar-benar menolong saya ketika proses seleksi berkas, wawancara dan tes tertulis.

[Ki-Ka] Atase Kepolisian pada KJRI Hong Kong dan Macau, Kepala IOM Hong Kong, Konsul Jenderal RI untuk Hong Kong dan Macau, Penulis, Atase Kejaksaan pada KJRI Hong Kong dan Macau, Penanggung jawab shelter KJRI di Macau, dan penyiar radio
[Ki-Ka] Atase Kepolisian pada KJRI Hong Kong dan Makau, Kepala IOM Hong Kong, Konsul Jenderal RI untuk Hong Kong dan Makau, Penulis, Atase Kejaksaan pada KJRI Hong Kong dan Makau, Penanggung jawab tempat perlindungan KJRI di Makau, dan penyiar radio
Lalu, masih mau berpikir dua kali untuk magang?

 


BAGIKAN
Berita sebelumyaTHESIS TRIP: GO WRITING, RESEARCHING AND TRAVELLING (PART 2)
Berita berikutnyaMenjadi Ibu Baru, Mengejar Beasiswa, dan Menjadi Mahasiswa S2 Secara Bersamaan
Siti Octrina Malikah, commonly called Riri, completed her Master of Public Policy at the University of Auckland, New Zealand, with a full scholarship from the Indonesia Endowment Fund for Education (LPDP). She spent 2 years in Hong Kong to assist vulnerable migrant mothers and their children who had no access to documentation, healthcare and justice. After moving back to Jakarta early 2019, she leads and coordinates interesting social projects with businesses to end child labour in their supply chains and to ensure the young workers have proper access to decent and meaningful work opportunities. On her own time, she loves watching series, cooking and scuba diving with her husband. Do not hesitate to contact her via email sitioctrina@gmail.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here