Pengalaman Hidup dan Meneliti di Taiwan: Belajar, Bekerja, dan Bersantai

0
5423
Saya sangat beruntung diberikan kesempatan untuk menyampaikan presentasi dalam seminar internasional mengenai kebijakan luar negeri Taiwan untuk negara-negara Asia Tenggara

Siapa bilang pilihan karir untuk menjadi seorang akademisi atau peneliti membosankan? Pilihan tersebut justru dapat memberikanmu kesempatan untuk mengalami tinggal di negara baru dan belajar bahasa baru. Kontributor Indonesia Mengglobal, Hana Hanifah Bastaman, berbagi pengalamannya saat mengikuti program penelitian selama tujuh bulan di Taiwan.

***

Memulai petualangan baru dalam kondisi hidup yang berbeda memang tidak mudah – terlebih lagi jika petualangan itu bertempat di negeri orang, dengan bahasa yang benar-benar asing, dan hanya ada sedikit wajah yang dikenal. Meskipun begitu, Taiwan sepertinya membuat pengalaman baru itu menjadi lebih menyenangkan. Warganya ramah dan sangat baik hati, kota serta tempat-tempat wisatanya sangat mudah dinavigasikan dan aman, dan terlebih lagi, fasilitas umumnya sangat modern dan maju, namun biaya hidup di sana masih relatif murah dan terjangkau.

Saya cukup beruntung untuk mencicipi hidup di Taiwan selama sekitar tujuh bulan melalui program Taiwan Fellowship 2018. Program ini merupakan  kegiatan yang disponsori oleh Kementerian Luar Negeri Taiwan untuk mendukung dan mempromosikan hubungan diplomasi people-to-people antara akademisi dan peneliti dari berbagai negara yang mempunyai minat dalam bidang penelitian terkait Taiwan, politik, ekonomi, teknologi, Sinologi, dan lain-lain. Selain itu, program ini juga merupakan bagian dari kebijakan luar negeri Taiwan yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan dengan negara-negara Asia Tenggara dan Asia Selatan, termasuk Indonesia. Nama kebijakan luar negeri ini adalah New Southbound Policy. Saya sendiri terpilih menjadi perwakilan peneliti dari The Habibie Center ASEAN Studies Program.

Suasana kota Taipei dari gedung kampus National Chengchi University
Suasana kota Taipei dari gedung kampus National Chengchi University

Topik penelitian yang saya pilih adalah hubungan ekonomi-politik antara Taiwan dan negara-negara Asia Tenggara dalam kerangka ASEAN, ditinjau dari pelaksanaan New Southbound Policy. Karena kegiatan utama dari program ini adalah studi dan riset, tugas utama saya di sana adalah untuk mengumpulkan data, mengikuti konferensi akademik, mengajar beberapa kelas, dan juga menulis artikel atau karya ilmiah lainnya. Dalam melaksanakan kegiatan tersebut, saya cukup beruntung dapat berada dalam naungan Center for Southeast Asian Studies yang merupakan bagian dari Institute of International Relations di National Chengchi University di Taipei.

Suasana shalat Idul Fitri di Grand Mosque, Taipei City; Sebagian besar penduduk Muslim di Taiwan adalah pekerja migran dari Indonesia
Suasana shalat Idul Fitri di Grand Mosque, Taipei City; Sebagian besar penduduk Muslim di Taiwan adalah pekerja migran dari Indonesia

Selama menjalani program ini, saya banyak jalan-jalan dan bertemu dengan berbagai kalangan di Taiwan, tidak saja dari kalangan pemerintahan dan mahasiswa, tetapi juga komunitas pekerja migran Indonesia di Taiwan. Sebagai informasi, Taiwan adalah negara tujuan pekerja migran Indonesia terbesar ketiga setelah Malaysia dan Arab Saudi. Teman-teman pekerja migran Indonesia di Taiwan kebanyakan bekerja sebagai pekerja domestik (pembantu rumah tangga), perawat orang-orang lansia, pekerja pabrik, dan juga sebagai nelayan atau anak buah kapal. Dari cerita mereka, sepertinya masih banyak pekerjaan rumah pemerintah Indonesia untuk memperbaiki sistem perlindungan pekerja migran Indonesia dengan lebih baik. Tetapi, saya juga sangat terinspirasi dengan kegigihan dan semangat teman-teman pekerja migran Indonesia yang bekerja keras dengan keluarga dan kehidupan yang lebih baik.

Senang sekali rasanya dari program ini saya dapat belajar hal baru dan bertemu dengan akademisi serta ahli-ahli politik dan hubungan internasional berkelas dunia. Sebagai salah satu peneliti paling muda, saya banyak belajar mengenai sejarah, politik domestik, dan kondisi sosial-budaya Taiwan. By the way, program ini juga disponsori penuh oleh pemerintah Taiwan, sehingga saya tidak harus pusing-pusing memikirkan biaya hidup dan bisa memanfaatkan waktu saya secara maksimal.

Tentu saja, saya tidak hanya meneliti di sana. Saya dibebaskan untuk mengambil kelas Bahasa Mandarin. Ini adalah pengalaman yang sangat unik bagi saya karena belajar Bahasa Mandarin ternyata sangat menantang, khususnya karena kami harus mempelajari dan menghapal karakter hanzi yang rumit (apalagi Taiwan masih menggunakan huruf versi tradisional yang belum disederhanakan), serta nada (tone) bicara yang harus selalu tepat. Tetapi untungnya pengalaman ini tetap menyenangkan karena saya bisa mempunyai teman-teman baru dari berbagai negara, seperti Amerika, Jepang, Korea, Slovakia, hingga Australia.

Belajar bahasa Mandarin dan budaya lokal melalui study tour dan mengikuti kelas membuat kerajinan keramik di kota Yingge
Belajar bahasa Mandarin dan budaya lokal melalui study tour dan mengikuti kelas membuat kerajinan keramik di kota Yingge

Guru (atau laoshi dalam bahasa Mandarin) saya juga sangat baik dan menyenangkan, sehingga pelajarannya lebih mudah diserap. Dalam kelas, kami diharuskan untuk berkomunikasi dalam bahasa Mandarin agar lebih cepat terbiasa dengan pengucapan dan struktur kalimatnya, dan terkadang guru kami juga akan memberikan pelajaran melalui permainan interaktif yang lucu. Kami juga sempat melakukan study tour ke sebuah kota kecil bernama Yingge dan membuat kerajinan keramik sendiri.

Selama di Taiwan, saya juga mendapatkan teman-teman baru yang sangat baik. Mereka membawa saya berkeliling Taiwan untuk memperkenalkan makanan, budaya, dan juga cara hidup masyarakat lokal yang sangat unik. Saya sendiri sangat menyukai makanan-makanan lokal yang disajikan di night market, yang sepertinya tidak ada habisnya. Mulai dari bubble tea dengan gula merah, choudofu atau stinky tofu, hingga beragam jenis olahan mie, semuanya enak dan harganya murah.

Selain itu teman-teman saya juga memperkenalkan saya pada kondisi kehidupan sosial budaya di Taiwan, termasuk mengenai kepercayaan atau sistem agama masyarakat lokal, sampai dengan kondisi masyarakat adat asli Taiwan Saya juga diperkenalkan pada gaya hidup ramah lingkungan yang ternyata sudah cukup mainstream di kalangan anak muda Taiwan. Sangat mudah untuk membeli barang-barang ramah lingkungan yang lebih sustainable, dan Taiwan sendiri juga sudah mempunyai sistem pengolahan dan daur ulang sampah yang sangat bagus sehingga saya juga dipaksa untuk belajar mengurangi dan memilah-milah sampah.

Secara umum, saya sangat menikmati pengalaman saya di Taiwan karena kualitas hidup yang sangat baik. Konektivitas antar daerah, bahkan hingga ke kota-kota kecil, sangat baik dengan ditunjang moda transportasi umum modern yang murah dan aman. Sistem penunjang pariwisata untuk turis asing juga sangat membantu untuk mempermudah perjalanan. Perjalanan juga menjadi sangat nyaman karena hampir tidak pernah ada macet, bahkan di kota besar seperti Taipei.

Taipei juga sangat bersih dan convenience store ada di hampir semua sudut kota. Di Taiwan, convenience store menyediakan berbagai jasa, mulai dari bayar tagihan, membeli pulsa dan paket internet, membeli tiket-tiket transportasi atau pertunjukkan, hingga jasa printing dan fotokopi. Rata-rata toko-toko ini buka 24 jam, sehingga sangat membantu memberikan rasa aman ketika tersesat atau kondisi darurat lainnya. Meskipun tidak banyak masyarakat lokal yang bisa berbahasa Inggris, tetapi orang-orang lokal yang sangat ramah akan berusaha keras untuk memberikan jawaban atau membantu orang asing yang kebingungan. Hal-hal ini benar-benar membuat saya betah untuk tinggal lama di sana.

Taiwan mempunyai sistem tata kota dan transportasi yang modern, nyaman, dan aman, sehingga banyak kegiatan bersantai sederhana yang menyenangkan, seperti misalnya menikmati senja sambil bersepeda di pinggir sungai bersama teman-teman
Taiwan mempunyai sistem tata kota dan transportasi yang modern, nyaman, dan aman, sehingga banyak kegiatan bersantai sederhana yang menyenangkan, seperti misalnya menikmati senja sambil bersepeda di pinggir sungai bersama teman-teman

Akhir kata, saya merasa sangat beruntung bisa mendapatkan pengalaman meneliti, belajar, sekaligus jalan-jalan di Taiwan. Bagi saya, hikmah utama yang saya pelajari dari pengalaman ini adalah betapa pentingnya gaya hidup sehat dan  seimbang antara bekerja, belajar, dan bersantai. Beruntung bagi saya, Taiwan menawarkan kemudahan akses untuk gaya hidup tersebut. Terlebih lagi, saya juga merasa sangat beruntung untuk bisa menjadi bagian dalam diplomasi people-to-people untuk mempererat hubungan ekonomi dan politik antara Indonesia dengan Taiwan. Banyak hal yang dapat saling dipelajari oleh kedua negara ini, dan sepertinya saya cukup optimis dengan hubungan politik, ekonomi, sosial, serta budaya antara Indonesia dan Taiwan yang semakin erat.

***

Sumber foto: koleksi penulis

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here