Sarjana meteorologi, Mariana kini perjuangkan etika lingkungan dan sosial bisnis

0
2163

Kesuksesan bukanlah sebuah garis lurus. Mungkin itu kalimat yang tepat untuk menggambarkan perjalanan kuliah dan karir Mariana Octaviana Silaen (Mariana). Berlatar belakang pendidikan sarjana meteorologi, Mariana memberanikan diri untuk melanjutkan studi magister di dunia yang berbeda: pembangunan internasional, khususnya di bidang lingkungan dan perubahan iklim. Kolumnis Novelita W. Mondamina (Veli) berkesempatan mewawancarai Mariana untuk menggali lebih jauh tentang perjalanan studi dan karirnya.

***

Halo Mariana, apa kabar? Boleh cerita sedikit tentang latar belakang studimu?

Halo, Veli! Kabar baik. Saya lulusan S1 Institut Teknologi Bandung tahun 2014, jurusan Meteorologi di Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian. Meteorologi adalah cabang ilmu atmosfer yang fokus pada cuaca dan prakiraan. Nah, walaupun kuliah ini menitikberatkan pada cuaca, kami juga belajar mengenai fenomena-fenomena skala besar yang memengaruhi cuaca jangka pendek, seperti musim, fenomena antar tahunan, hingga iklim.

Sebetulnya dari awal saya lebih tertarik dengan ilmu lingkungan, namun waktu itu saya tidak diterima di jurusan Teknik Lingkungan. Saat akhirnya kuliah di jurusan Meteorologi, saya iseng ambil mata kuliah Kebijakan Iklim, Perubahan Iklim, serta Energi Angin dan Matahari sekitar tahun 2012 atau 2013. Pada saat itu, mata kuliah ini tidak terlalu demanding. Mungkin berbeda dengan sekarang ya, di mana banyak orang sudah mulai memerhatikan masalah iklim.

Selesai kuliah, saya berkesimpulan bahwa perubahan iklim bukan hanya masalah cuaca: isu ini berkaitan erat dengan faktor sosial, ekonomi, bahkan politik. Akhirnya, saya memutuskan ingin berkontribusi secara langsung di ranah tersebut. Namun, saat itu saya merasa ilmu pengetahuan saya di bidang ini masih sangat terbatas. Bukan hanya lingkup ilmunya, namun juga peluang karirnya. Oleh karena itu, saya merasa sangat butuh untuk melanjutkan kuliah di bidang perubahan iklim.

Dengan berbekal membaca-baca ilmu dasar perubahan iklim, akhirnya saya memberanikan diri mendaftar ke program S2 jurusan International Development, fokus di bidang Environment and Climate Change, di University of Manchester (UoM), Inggris Raya. Di sana saya berharap mendapatkan ilmu yang lebih mendalam mengenai garis besar permasalahan perubahan iklim.

Bagaimana proses perjalananmu sampai bisa melanjutkan studi di Manchester?

Saya memulai proses pendaftaran di UoM ketika sedang magang untuk program charity bersama Rotary Club Bandung. Prosesnya sama saja seperti kebanyakan; saya mempersiapkan dokumen-dokumen prasyarat, seperti sertifikasi bahasa Inggris. Selain itu, saya juga mengajukan permohonan beasiswa LPDP.

Kebetulan saya diterima di UoM lebih dulu, jadi pendaftaran beasiswanya dilakukan kemudian. Ketika mendaftar beasiswa, atasan yang juga merupakan dosen pembimbing saya waktu itu berbaik hati memberikan referensi untuk saya yang masih memiliki rekam karir minimalis. Puji Tuhan, saya lolos tahap demi tahap dalam proses seleksi beasiswa tersebut.

Lalu, kenapa kamu tertarik ambil jurusan International Development?

Karena saya melihat jurusan ini dapat menjadi jembatan bagi saya untuk mengaplikasikan ilmu S1 saya pada kehidupan masyarakat, as simple as that.

University of Manchester
University of Manchester, tempat Mariana mengemban studi magisternya.
Sumber: Situs University of Manchester

Bagaimana kamu menyesuaikan diri dengan hal-hal baru, termasuk mata kuliah yang sangat berbeda, saat kuliah S2?

Saya melihat bahwa program yang ditawarkan UoM sangat menarik dan menantang. Mungkin bagi teman-teman saya yang sudah memiliki pengalaman kerja di bidang terkait, silabus kuliah di UoM terlihat cukup mendasar. Namun bagi saya, itu adalah hal baru. Salah satu hal paling menarik dari program studi saya adalah kesempatan kuliah lapangan di luar negeri: Uganda, Afrika Selatan, atau Siprus. Saat itu saya kuliah lapangan di Uganda. Pengalaman ini mengajarkan saya untuk dapat berinteraksi dengan baik dengan para pemangku kepentingan dan berkontribusi dalam penyelesaian studi kasus.

Selama menjalani kuliah S2, salah satu tantangan terbesar saya adalah keterbatasan informasi dan jaringan untuk mengakses kesempatan karir di bidang perubahan iklim. Jadi, saya agak tertinggal dibanding teman-teman sekelas yang dulunya sudah berkarir di bidang tersebut atau memiliki latar belakang di bidang-bidang keilmuan seperti ekonomi, hubungan internasional, dan kerja sosial.

Namun saya sadar bahwa ini adalah proses belajar yang harus dilalui. Untuk mengatasi rasa ketertinggalan itu, saya menambah jam belajar dan membaca banyak literatur. Tidak ada jalan lain selain berusaha lebih keras dan lebih keras lagi. Reach your target one step at a time. Target saya adalah menyerap dan memahami ilmu dengan baik, tanpa perlu memaksa diri untuk dapat nilai Distinction. Saya fokus mengejar penguasaan ilmu dasar, pencapaian keahlian, dan pemahaman filosofi dari ilmu Pembangunan Internasional di bidang Perubahan Iklim.

Setelah menempuh pendidikan S1 dan S2 dengan jurusan yang berbeda, pelajaran penting apa yang Mariana dapatkan?

Pentingnya untuk rendah hati dalam menimba ilmu. Arogansi dan merasa bahwa diri sudah tahu hanya menghalangi kita untuk menerima ilmu baru. Dibutuhkan sikap rendah hati dan rasa ingin tahu yang tinggi untuk memahami gambar besar atau “big picture” dari suatu ilmu.

Bisa diibaratkan informasi yang kita terima di kelas itu seperti puzzle yang terserak. Sebetulnya kita bisa saja puas dengan kepingan puzzle yang dimiliki, seperti 5 atau 10 artikel jurnal yang berhasil kita baca atau esai yang ditulis. Namun alangkah lebih baik jika kita dapat memahami ilmu itu secara utuh dengan menarik benang merah dari artikel dan esai-esai tersebut, sehingga kita bisa melihat “big picture” yang saya sebut tadi.

Mariana bersama teman-teman sekelasnya di program studi International Development: Environment and Climate, University of Manchester
Mariana bersama teman-teman sekelasnya di program studi International Development: Environment and Climate Change di University of Mancherster.
Sumber: Dokumentasi pribadi

Wah, jadi semakin memperluas horizon dan memperdalam keilmuan kita, ya. Tapi, dengan latar belakang akademik yg bervariasi ini, apakah kamu menemukan kesulitan dalam mencari pekerjaan setelah lulus?

Kebutuhan dunia kerja akan lulusan International Development cukup tinggi di Indonesia, sehingga setelah tiga bulan setelah lulus, saya diterima sebagai asisten riset di su-re.co, sebuah lembaga riset dan konsultan yang fokus di bidang energi, keberlanjutan, dan dampaknya terhadap masyarakat.

Kebutuhan perusahaan saat itu adalah kandidat yang dapat menganalisis iklim; cukup pas dengan latar belakang S1 saya. Namun karena saya juga memiliki ilmu di bidang International Development, saya dipercayai untuk menjalankan pekerjaan lainnya, seperti menulis laporan ilmiah dan menyusun proposal riset energi terbarukan.

Bahkan, saya juga sempat dipercaya untuk bertanggung jawab di sebuah proyek pembangunan komunitas. Tugas saya adalah menghubungkan komunitas petani lokal di Bali dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) setempat agar para petani dapat memahami pengaruh perubahan iklim terhadap kegiatan pertanian mereka.

Pengalaman kerja pertama ini sungguh berharga bagi saya. Dari pekerjaan tersebut, saya jadi dapat melihat lingkup karir yang sebelumnya tidak saya sadari.

Good for you! Apakah sekarang Mariana masih bekerja di tempat yang sama?

Tidak, saat ini saya menjadi konsultan keberlanjutan di sebuah perusahaan perhiasan etis (ethical jewelry) yang juga berbasis di Bali. Fokus pekerjaan saya adalah menghitung emisi jejak karbon dan mencari alternatif untuk menekan emisi tersebut. Selain itu, saya juga belajar tentang praktik-praktik mencari sumber logam dan batu-batu mulia yang bertanggung jawab, berkelanjutan, dan etis (responsible, sustainable, and ethical sourcing) yang dapat menguntungkan masyarakat rentan. Masyarakat rentan di sini maksudnya adalah kelompok yang berada pada rantai pasok paling bawah, seperti petani.

Salut! Semoga apa yang Mariana lakukan dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar. Nah, terakhir, pesan apa yg ingin Mariana sampaikan ke pembaca IM, terutama teman-teman yang sedang berjuang di bidang studi atau karir yang sama?

Karir bukan bergantung pada jurusan, namun kemampuan (skill) yang kita peroleh dari proses belajar itu sendiri. Saya merasa Meteorologi termasuk jurusan yang dipandang sebelah mata dan bukan pilihan pertama kebanyakan mahasiswa. Teman-teman saya banyak yang dulunya sangat ingin masuk jurusan Geologi, namun karena persaingan ketat, akhirnya bersarang di Meteorologi.

Namun, tidak akan ada keilmuan yang sia-sia. Skill adalah kunci, terutama kemampuan berpikir, menganalisis, berbicara, menulis, dan mengkritisi. Kemampuan-kemampuan itulah yang akan mengantar kita menuju penguasaan ilmu yang lebih baik.

Saya melihat banyak teman satu jurusan yang sekarang bekerja di bidang IT atau analisis data karena di Meteorologi kami dibekali kemampuan IT dan analisis yang kuat. Tentu ada pula teman-teman lainnya yang menempuh karir sebagai ahli meteorologi.

Jadi, jangan kecewa kalau masuk jurusan yang dianggap kurang populer. Jadikan itu sebagai tantangan untuk menyerap ilmu sebanyak-banyaknya, karena kita punya peluang mempelajari skill yang mungkin tidak ada di jurusan lain. Terlebih lagi, kita tidak pernah mengetahui kebutuhan penggunaan skill tersebut di masa depan. Siapa sangka perubahan iklim akan menjadi isu krusial yang membutuhkan banyak ahli di tataran global?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here