Pentingnya Ikut Program Mentorship: Karena Oxbridge Meminta Lebih dari Sekedar Kerja Keras

0
4143
Bodleian, perpustakaan di University of Oxford yang beberapa kali muncul dalam mimpi Tegar

Kerja keras adalah komponen yang sangat penting dalam mewujudkan cita-cita kita karena kerja keras biasanya berjalan beriringan dengan kegigihan dan semangat tidak mudah menyerah. Banyak orang sukses yang mensyaratkan kegigihan dalam segala perjuangannya. Sama seperti Tegar Ramadan, salah satu mentee Program Mentorship Indonesia Mengglobal, yang berhasil menembus dua universitas ternama dunia, yaitu Oxford dan Cambridge, sebagai buah dari kegigihan dan sikap pantang menyerahnya. Yuk, kita simak artikel yang ia tulis berikut ini.

* * *

Mendekati pengumuman hasil pendaftaran di awal 2018, setiap ada email masuk hati saya berdegup kencang, berharap itu kabar baik dari Oxford setelah sebelumnya saya patah hati atas penolakan dari Cambridge untuk program S2 di bidang linguistik. Sering kali juga saya teringat betapa saya mendambakan mengenyam pendidikan di dua universitas yang kerap dianggap bersinonim dengan ilmu pengetahuan itu sendiri. Sejak SMA saya memang diam-diam bermimpi pergi ke sana, walau saat itu sebagai penggemar olahraga akuatik saya lebih sering berkhayal memenangkan lomba dayung tahunan antara keduanya ketimbang berpikir apa yang dapat saya pelajari di sana. Mimpi itu sempat karam beberapa kali karena saya tidak merasa pantas mengejarnya. Namun, usai mendapatkan gelar sarjana, untuk pertama kalinya saya benar-benar mencoba mewujudkannya. Saya mengorbankan banyak hal — uang, waktu, bahkan pekerjaan — demi bisa fokus mendaftar program magister di sana.

Hari yang saya (tidak) tunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Universitas Oxford memberi kabar… kurang bahagia. Kalian tahu maksud saya. Seketika saya kehilangan percaya diri. Pikir saya, mungkin saya memang tidak layak untuk Oxbridge. Berbulan-bulan saya menghabiskan waktu dengan secara intensif membaca buku dan berlatih menulis proposal riset yang baik dan sejenisnya, tanpa menghitung bulan-bulan sebelumnya untuk mengikuti berbagai kursus dan tes. Itu belum cukup, pikir saya. Enam tawaran dari kampus-kampus lain pun, walau membuat saya bersyukur, nyatanya tidak bisa membuat saya bangkit dari kekecewaan yang saya alami. Pada akhirnya saya memutuskan untuk tidak menerima keenamnya karena tidak ada gairah, dan juga karena sulitnya mendapat beasiswa. Saya lebih memilih mencoba untuk dua kampus tertua di Inggris itu sekali lagi untuk tahun akademik 2019/2020.

Salah satu alasan Tegar ingin belajar di Oxbridge adalah taman-taman yang indah
Salah satu alasan Tegar ingin belajar di Oxbridge adalah taman-taman yang indah

Banyak waktu saya gunakan untuk menerka-nerka apa yang kurang dan dapat diperbaiki dari pendaftaran saya sebelumnya. Kurang baca? Rasanya tidak. Kurang mengenal program kuliahnya? Tidak juga. Riwayat akademik dan profesional kurang sesuai? Tentu tidak. Kurang percaya diri? Untuk yang terakhir ini saya sungguh merasa bahwa keraguan yang saya rasakan terbaca oleh panitia seleksi yang tentu ahli dalam menilai kesiapan seorang kandidat. Logikanya, jika saya tidak dapat meyakinkan diri sendiri, bagaimana Oxford dan Cambridge akan yakin bahwa saya akan berhasil di sana? Sayangnya, saya tidak tahu harus mulai dari mana, sebab rasanya saya sudah mengerahkan upaya keras untuk tiap aspek pendaftaran. Di saat itulah saya menyadari pentingnya penilaian dari luar, sebab penilaian akan diri sendiri ternyata tidak semudah yang saya pikir sebelumnya. Penilaian eksternal itu pun tidak bisa sembarangan, karena perlu diketahui bahwa awalnya saya telah memiliki beberapa mentor, tetapi walau semuanya mendukung, mereka kerap memberi saran yang berbeda-beda, buram dan bertolak belakang satu sama lain. Akhirnya, alih-alih menjadi mantap, saya malah lebih sering bingung dan makin tidak percaya diri. Dari situ saya tahu bahwa yang saya butuhkan adalah seorang mentor yang terlatih, yang dapat memberi dukungan moral serta teknis spesifik, dan yang terpenting akan membimbing saya dari awal sampai akhir, layaknya dosen pembimbing.

Tegar tetap gigih belajar meskipun kota dimana ia berdomisili sering mengalami pemadaman listrik
Tegar tetap gigih belajar meskipun kota dimana ia berdomisili sering mengalami pemadaman listrik

Kebutuhan akan mentor tersebut bertepatan dengan dibukanya program mentorship Indonesia Mengglobal. Saya tidak menyia-nyiakan kesempatan itu dan langsung mendaftar, terlebih saya sudah pernah menghadiri acara IM dan rutin membaca artikel-artikel di situsnya sejak 2016, hal yang meyakinkan saya bahwa IM merupakan wadah yang paling tepat saat itu. Setelah melewati tahap seleksi awal dan  dua sesi wawancara (bukti bahwa program ini dirancang dengan matang, tidak sembarangan), saya berhasil dipasangkan dengan mentor pilihan pertama saya, Artricia, yang kala itu sedang menyelesaikan program magister antropologi di Universitas Cambridge. Itu adalah salah satu hal terbaik yang pernah terjadi dalam perjalanan akademik saya. Bahwa saya akan didampingi dari hulu ke hilir oleh orang yang telah berhasil diterima di dua kampus idaman melambungkan animo saya yang sempat layu. Terlebih ada perasaan bahwa saya harus menghargai kemurahan hati orang yang telah bersedia mencurahkan waktu dan tenaga dengan menjalankan tugas-tugas dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu. Yang paling berkesan bagi saya adalah tahap-tahap awal mentorship ini, di mana saya berhasil mengenali diri dengan lebih baik, hal yang mengantarkan saya pada momen-momen eureka seperti tema spesialisasi saya dan pemahaman tentang apa yang dicari oleh panitia seleksi universitas.

Sebelumnya saya cukup banyak berbicara tentang pentingnya rasa percaya diri, yang pada akhirnya berhasil saya tingkatkan melalui program IM Mentorship. Sebenarnya bukan dengan cara ajaib kepercayaan diri akan menjamin saya diterima di kampus idaman saya, tetapi dengan tiga cara berikut.

  1. Saya menyadari bahwa saya memiliki potensi besar untuk target yang tepat, dan bahwa saya tidak diterima sebelumnya tidak berarti saya buruk. Dengan menggali diri lebih dalam, saya menyadari bahwa riwayat akademik dan minat-bakat saya kala itu lebih cocok untuk program bahasa modern (sastra-budaya), bukan linguistik, meski keduanya sangat dekat. Kesesuaian kualifikasi dengan program yang dituju tentu meningkatkan peluang diterima.
  2. Saya berdamai dengan fakta bahwa tidak ada surat motivasi, rekomendasi, CV, dan komponen-komponen pendaftaran lainnya yang sempurna. Dengan demikian, saya percaya bahwa apa pun yang saya kumpulkan nantinya telah merupakan hasil upaya terbaik. Saya tidak lagi melakukan penundaan-penundaan demi berkas aplikasi yang sempurna, yang pada akhirnya justru mengurangi kualitas berkas karena waktu lebih banyak saya buang untuk obsesi.
  3. Saya tidak sendirian sebab saya tahu banyak mentees lainnya sedang berjuang bersama saya dalam program IM Mentorship. Kami menyemangati dan belajar dari satu sama lain; beban yang serasa milik sendiri jadi tidak seberat sebelumnya. Kami semua memiliki tujuan, dan sepakat bahwa kuliah di universitas target hanya merupakan satu dari banyak cara untuk meraih tujuan utama kami. Apapun hasilnya, banyak hal berharga yang saya pelajari dari menjalani program tahunan IM tersebut: disiplin, profesionalitas, kerjasama, strategi, dan tentunya pengetahuan tentang serba-serbi seleksi penerimaan kampus.

Pada akhirnya, semua hal di atas tidak membuat tingkat kesulitan pendaftaran turun. Kualitas kamilah yang meningkat. Usai mengumpulkan pendaftaran, saya tidak lagi segelisah sebelumnya. Kalau tidak berhasil di pilihan kelas pertama, ya saya harus berbesar hati dengan menjalani alternatif yang ada dan sukses di situ. Jika Oxford atau Cambridge tidak untuk S2 kali ini, mungkin untuk S3 nanti coba lagi. Namun, di tengah-tengah amor fati ini, pada hari yang samatidak, pada JAM yang sama!saya mendapat surat penerimaan dari Cambridge dan Oxford. Bersorak kurang tepat untuk menggambarkan rasa haru saya, jadi saya menjerit histeris.

Acceptance email Tegar dari dua universitas yang ia dambakan
Acceptance email Tegar dari dua universitas yang ia dambakan

Jika sebelumnya saya hanya sering membaca karya-karya penulis besar seperti E.M. Forster sembari membayangkan latar kampusnya dalam Maurice, kini saya berkata bahwa saya akan belajar di sana seperti dia. Seperti saya, jangan-jangan kamu juga telah siap menjemput mimpimu. Program IM Mentorship akan membantumu untuk tidak hanya bekerja dengan keras, tetapi juga dengan tepat.

* * *

P.S. Pendaftaran Program Mentorship Indonesia Mengglobal 2019 dibuka pada tanggal 1-31 Mei 2019. Segera daftarkan diri kamu untuk mendapatkan kesempatan dibimbing oleh Mentor kami secara cuma-cuma!

Sumber foto: Tegar Ramadan, Bodleian, dan Clare

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here