Belajar Bahasa Inggris sebagai Penutur Asing: Pelajaran Berharga dari Penelitian di Pedesaan North Carolina

0
898
Do You Speak English Written On White Paper Hanging On Blue Background With the Latch
Di kota kecil seperti Monroe, North Carolina, mahasiswa di kampus-kampus kota itu bisa saja merupakan anak-anak dari imigran yang masih harus belajar Bahasa Inggris.

Kolumnis Indonesia Mengglobal untuk region Amerika Utara dan Latin, Nefertiti atau Inef, memiliki pengalaman unik terkait saat Ia melakukan pengamatan di sebuah kampus di Monroe, sebuah kota kecil di North Carolina. Penduduk di kota ini sebagian besar merupakan keturunan dan pendatang dari Meksiko, sehingga bisa dibilang Bahasa Inggris bukanlah bahasa ibu bagi mereka. Selama enam bulan tinggal di kota ini, Inef berkesempatan mengamati bagaimana perjuangan para mahasiswa di kampus tersebut untuk mempelajari dan menguasai Bahasa Inggris.

***

Beberapa tahun lalu, tepatnya sekitar pertengahan tahun 2019, saya berkesempatan mengamati proses belajar mengajar di South Piedmont Community College, suatu kampus di North Carolina yang terletak di kota kecil bernama Monroe. Walaupun kampus ini berada di kota yang terbilang kurang populer dibandingkan kota-kota lain di North Carolina seperti Raleigh atau Chapel Hill, kampus ini memiliki program khusus untuk membantu para mahasiswa lokal jenjang sarjana dan diploma tiga atau sederajat yang kesulitan menguasai Bahasa Inggris. Para mahasiswa tersebut adalah mahasiswa asli Amerika Serikat namun berasal dari latar belakang ekonomi yang beragam dan banyak di antara mereka yang memiliki orang tua imigran, maka itu Bahasa Inggris bukanlah bahasa pertama mereka di rumah dan lingkungan sosial. Bahasa pertama mereka beragam, mulai dari Bahasa Spanyol, Bahasa Mandarin, sampai Bahasa Rusia dan Perancis.

Pengamatan saya memakan waktu kurang lebih enam bulan lamanya. Bagaimana ceritanya sampai saya bisa menjadi pengamat? Saat itu saya baru saja lulus S1 dari University of North Carolina Asheville dengan gelar sarjana Hubungan Internasional, namun saya merasa ilmu yang saya dapatkan hanyalah sekedar teori. Saya membutuhkan pengalaman yang akan membuat saya terjun langsung ke masyarakat dan mendalami apa yang sampai detik itu hanyalah sekedar studi kasus yang kurang bisa dipahami secara emosional terutama bagi saya pribadi yang berasal dari kaum yang memiliki privilege.

Secara keilmuan, saya mengerti mahasiswa-mahasiswa dari kelas menengah ke bawah dengan orang tua yang bukan penduduk asli Amerika Serikat pasti mendapat tantangan tersendiri dalam berasimilasi di lingkungan akademis yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Namun, secara personal, saya kurang bisa menangkap fenomena tersebut. Saat dosen pembimbing dari almamater saya menginformasikan bahwa ada kelas menulis di South Piedmont Community College yang memungkinkan saya untuk mewawancarai langsung tenaga pengajar Bahasa Inggris untuk penutur asing (Teachers of English for Speakers of Other Languages), saya tertarik dan langsung mendaftar.

Two stick figures speaking in foreign languages
Mengamati mahasiswa yang masih harus belajar bahasa asing adalah pengalaman yang seru tapi juga menantang.

Sebagai pengamat, fokus penelitian saya mencakup bagaimana mahasiswa-mahasiswa pembelajar Bahasa Inggris tersebut harus berjuang memahami tata bahasa (grammar) yang bahkan para penutur asli sekalipun terkadang masing kesulitan mengerti. Bayangkan saja, setiap hari mereka berjibaku dengan buku-buku teks yang menjabarkan panjang lebar bagaimana berbicara dan menulis Bahasa Inggris dengan tata bahasa yang baik, namun mereka tidak punya banyak kesempatan mempraktekkan apa yang mereka pelajari karena di rumah dan di lingkungan pergaulan mereka tidak ada dorongan atau keharusan untuk berbahasa Inggris. Mereka hanya diwajibkan berbahasa Inggris di lingkungan kampus dan itu pun sifatnya opsional karena kenyataannya banyak sekali dosen di Monroe yang mengerti Bahasa Spanyol dan beberapa bahasa asing lainnya yang menjadi bahasa ibu para mahasiswa di sini.

Saya beruntung dapat berdiskusi dan bertukar pendapat dengan dosen-dosen yang bertanggung jawab mengajari mereka Bahasa Inggris. Salah satu dosen, Amber Goodall, menerangkan bahwa sering sekali para mahasiswa tersebut mencoba berbicara Bahasa Inggris menggunakan tata bahasa yang dalam bahasa pertama mereka akan masuk akal namun akan sulit dipahami penutur asli Bahasa Inggris. Ini kasus yang mirip dengan orang Indonesia yang berusaha bertutur dalam Bahasa Inggris namun masih mempertahankan struktur kalimat Bahasa Indonesia.

Saat saya meminta Amber menjelaskan bagaimana kasus tersebut bisa terjadi, beliau mengungkapkan bahwa pada dasarnya mereka yang masih pemula dalam belajar Bahasa Inggris cenderung menerjemahkan segala hal kata per kata secara sangat literal dan belum benar-benar mengerti logika berbahasa. Uniknya, mahasiswa macam yang disebutkan tadi terbagi menjadi dua golongan: mereka yang tidak segan belajar dari kesalahan tata bahasa yang mereka buat saat berbicara atau menulis dan mereka yang terlalu sadar diri atas kesalahan berbahasa dan malah jadi takut berbicara karena takut membuat lebih banyak kesalahan. Bisa ditebak golongan mana yang berkembang pesat dan maju dalam proses pembelajaran, bukan?

Books about teaching ESL to adults
Selama menjadi pengamat, Inef membaca berbagai buku cetak sebagai bahan rujukan penelitian.

Pendapat Amber di atas diamini oleh rekan-rekannya di South Piedmont Community College. Berdasarkan hasil diskusi dengan dosen-dosen yang berpengalaman membantu mahasiswa dengan kemampuan Bahasa Inggris rendah, saya sampai pada suatu kesimpulan yang intinya adalah mahasiswa yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, ketiga, dan seterusnya hanya akan terpacu atau tergugah belajar Bahasa Inggris secara serius saat mereka dicemplungkan ke situasi yang memaksa mereka untuk cepat mahir. Situasi-situasi tersebut termasuk, misalnya, saat mereka harus berpartisipasi aktif di kelas atau mempresentasikan hasil karya mereka atau ditugaskan berdebat dengan mahasiswa lain tentang suatu topik yang berkaitan dengan bidang studi mereka. Mau tak mau, mereka jadi terpaksa belajar sendiri.

Berikut ini adalah tips dan trik belajar Bahasa Inggris secara mudah dan menyenangkan. Saran-saran di bawah ini saya rangkum dari penelitian saya.

Malu bertanya sesat di jalan
Ini adalah masalah klasik orang-orang yang pertama kali mempelajari bahasa asing, termasuk Bahasa Inggris. Terkadang, mereka ragu-ragu untuk buka mulut dan meminta masukan tentang cara mereka berbicara dan menulis karena mereka takut menerima kritik atau takut diejek teman-teman. Hal ini tentunya menghambat mereka dan pemikiran seperti ini tidak boleh dibiarkan terus mengendap di otak. Bagaimana kita bisa melawan rasa kecil diri? Tidak lain dan tidak bukan dengan memberanikan diri mengakui bahwa kita butuh bantuan.

Sign bilingual education written in a notepad on a table.
Pendidikan dwibahasa bukan lagi hal baru di Amerika Serikat, di mana kewarganegaraan dan bahasa ibu terkadang merupakan dua hal berbeda.

Tenggelamkan/Immerse dirimu di lingkungan yang mendukung untuk maju
Ada saatnya di mana kita tidak bisa terus-menerus berada di zona nyaman dan hanya bergaul dengan orang-orang yang mengerti bahasa ibu kita. Jika, sebagai contoh, kita berkuliah di Amerika Serikat namun hanya mau berteman dengan sesama orang Indonesia dan tidak secara aktif mencari komunitas dengan anggota yang memiliki beraneka ragam bahasa ibu dan menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pergaulan/lingua franca, akan sangat sulit bagi Bahasa Inggris kita untuk berkembang. Bagaimana bisa berkembang kalau kita tidak pernah praktek dan memakai ilmu yang sudah susah payah kita cari? Untuk itu, ada baiknya kita memperluas lingkup pergaulan dan berteman dengan orang dari berbagai bangsa dan negara.

Jangan hanya terpaku pada buku-buku teks
Tidak dapat dipungkiri bahwa buku-buku teks yang membahas grammar Bahasa Inggris memang diperlukan sebagai materi penunjang pembelajaran Bahasa Inggris, terutama di tahap awal di mana kita sama sekali tidak tahu banyak tentang bahasa asing ini, namun akan tiba saatnya berpegangan pada buku-buku teks semata tidak lagi cukup. Ada hal-hal di luar materi yang diberikan pengajar kita yang sebetulnya juga bisa dijadikan bahan pelajaran, misalnya siaran berita, tayangan dokumenter, film-film yang sedang naik daun, musik kesukaan kita yang berbahasa Inggris, atau pun komik dan novel yang akan memperkenalkan kita pada kosa kata baru. Jadi, cobalah untuk kreatif dan temukan sarana pembelajaran yang tidak membosankan.

Refrerence books
Inef tidak hanya mengamati proses belajar mengajar di South Piedmont Community College tapi juga membaca banyak sekali literatur pelengkap studi,

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here