Pernahkah sahabat Indonesia Mengglobal membayangkan bagaimana rasanya mendapatkan kesempatan emas untuk menjadi mahasiswa sekaligus asisten pengajar di salah satu universitas paling bergengsi di Amerika Serikat? Dalam artikel ini, kontributor kami, Irma Fitriani, berbagi inspirasi lewat cerita perjuangannya memperoleh beasiswa Fulbright jalur FLTA (Foreign Language Teaching Assistant) yang memungkinkannya melakukan dua hal tersebut. Tertarik untuk bisa seperti Irma? Mari kita cermati sepak terjangnya.
***
Hai, namaku Irma Fitriani. Aku juga seperti kalian: scholarship hunter. Meskipun beberapa kali ditolak, tapi akhirnya aku bisa diterima di program yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Beberapa tahun yang lalu, aku mencoba mencari informasi tentang kampus di luar negeri dan berbagai jurusannya. Mataku terhenti ketika membaca profil di website University of Pennsylvania, salah satu universitas terbaik di dunia. UPenn juga merupakan universitas Ivy League yang terkenal dengan seleksi masuk yang sangat ketat serta sangat berkualitas dalam bidang akademik. Kala itu aku hanya bisa bergumam, “Apakah mungkin belajar di sini?”, dan ternyata jawabannya ada di program FLTA.
Tentang Program FLTA (Foreign Language Teaching Assistant)
FLTA (Foreign Language Teaching Assistant) adalah sebuah program dari Fulbright yang bekerja sama dengan AMINEF (American Indonesian Exchange Foundation), di mana kita bisa menjadi asisten pengajar Bahasa Indonesia sekaligus mengambil mata kuliah di universitas Amerika. Program ini berlangsung selama 9 bulan dan biasa diselenggarakan dari Fall Semester (September) hingga Spring Semester (Mei atau Juni). Program ini akan meningkatkan dan melatih kemampuan kita dałam mengajar dan memanajemen kelas. Kita juga berkesempatan untuk belajar di universitas top dunia, serta membangun jejaring yang lebih luas lagi. Pendaftaran FLTA biasanya dimulai di awal tahun Februari sampai April. Bagi kalian yang ingin belajar, mengajar, dan berbagi kebudayaan Indonesia di Amerika, kalian harus daftar ke program ini.
Program ini diawali dengan seleksi berkas yang dikumpulkan ke website Aminef Indonesia. Persyaratannya bisa kalian lihat di sini. Secara umum jika sudah lulus pendidikan S1, punya pengalaman mengajar dan berorganisasi, dan punya komitmen untuk berbagi tentang budaya Indonesia berarti kalian sudah memenuhi persyaratan utama. Jika kalian lulus dalam tahap seleksi dokumen, maka kalian akan mendapatkan email dari AMINEF yang menyatakan bahwa kalian berhak mengikuti tahap selanjutnya, yaitu wawancara.
Dalam wawancara ini akan ada pewawancara dari bidang pendidikan, alumni program FLTA, dosen di universitas Amerika, serta direktur Aminef untuk Indonesia. Eits, jangan takut dulu! Tujuan dari wawancara ini adalah untuk mengetahui kepribadian dan cara kita menghadapi kelas selama program berlangsung nanti. Pada saat wawancara, 70% pertanyaanya adalah tentang cara mengembangkan materi ajar serta memanajemen kelas. Sisanya tentang culture shock yang mungkin kita hadapi serta cara mengatasinya. Pastikan saat wawancara berlangsung kalian sudah menguasai esai yang kalian tulis, serta menjadi versi terbaik dari diri kalian. Tunjukan keunikan dan berbagai program yang bisa kalian tawarkan jika kalian diterima. Program FLTA mencari seseorang yang mudah beradaptasi, berpikiran terbuka, mau belajar, serta berkomitmen dalam pendidikan. Karena itu pastikan kalian menunjukan kriteria tersebut kepada para pewawancara.
Setelah lulus dalam tahap ini, maka akan ada tes TOEFL IBT. Pastikan kalian sudah mempersiapkan diri secara matang. Salah satu tipsnya adalah belajar bagaimana bentuk tes dan pertanyaan yang ada serta terus meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris secara konsisten. TOEFL IBT sangat mirip dengan TOEFL ITP atau paper based test yang biasa kita ambil di universitas, hanya saja ada tes menulis dan berbicara. Karena sedang dalam masa pandemi, persiapkan juga jika kalian harus mengambil tes jarak jauh atau home edition, karena kelancaran dan keberhasilan tes sangat bergantung pada koneksi internet yang kalian miliki.
Tahap seleksi terakhir dari beasiswa ini adalah, Matching Process. Dalam tahap ini kalian diberikan daftar universitas yang ada di Amerika dan kalian bisa memberi urutan universitas yang paling diinginkan. Sebaliknya, universitas di Amerika juga akan mmberikan kalian ranking di antara principal candidate FLTA lainnya. Kala itu aku mendapatkan lima pilihan universitas:
1. University of Pennsylvania di Philadelphia,
2. Columbia University di New York City,
3. Northern Illinois University di Chicago,
4. Ohio University di Columbus, Ohio,
5. University of Colorado Boulder di Boulder, Colorado.
Pilihan pertamaku jatuh pada University of Pennsylvania. Selain karena memiliki jurusan master pendidikan terbaik se-Amerika dan merupakan kampus Ivy League, aku juga sangat menyukai kota Philadelphia. Kota ini sangat multikultural, artistik, serta memiliki komunitas Indonesia dan muslim yang besar. Hampir semua orang Indonesia yang pernah mengunjungi kota ini akan jatuh cinta pada keindahan kotanya. Selain itu, kalian tidak akan rindu dengan makanan Indonesia, karena ada beragam pilihan makanan Indonesia di sini. Bagi yang muslim, kalian tidak akan kesulitan mendapatkan makanan halal karena makanan halal bisa dibeli di hampir semua department store.
Apa yang Membuat Program FLTA Berbeda dari Beasiswa Lainnya?
Jika terpilih dalam program ini, maka kita bisa memiliki dua kesempatan sekaligus, yaitu menjadi mahasiswa dan teaching assistant/primary teacher. Jika kampus kita sudah memiliki dosen yang mengajar di kelas Bahasa Indonesia, kita akan menjadi asisten pengajar, namun jika belum maka kita yang akan menjadi pengajar utama. Baik pengajar utama maupun asisten pengajar sama-sama memiliki kewajiban untuk mempersiapkan materi pengajaran, menilai pekerjaan mahasiswa, serta mengajarkan bahasa dan budaya Indonesia.
Di luar jam mengajar, seorang FLTA juga berkesempatan untuk mengambil kelas di level S1 dan juga level magister. Kelas yang diambil disarankan harus sejalan dengan pendidikan dan karir yang kita miliki. Kelas yang aku ambil dalam program ini adalah Linguistik, Psikologi Pendidikan, Sosiolinguistik (dengan konteks mengenai Kajian Amerika), dan Kewirausahaan Sosial di Bidang Pendidikan. Kelas di Amerika cukup berbeda dengan kelas di Indonesia. Kelas di sini situasinya santai, banyak kegiatan diskusi, dosen sangat senang untuk membantu mahasiswa di luar jam kelas, serta kita harus banyak membaca setiap minggunya. Adapun seorang FLTA dapat mengambil mata kuliah secara audit/credit. Jika audit maka tidak ada beban tugas yang wajib dikerjakan namun di akhir mata kuliah kita tidak akan mendapatkan nilai. Sebaliknya, jika credit maka kita memiliki kewajiban sebagai seorang mahasiswa dan akan mendapatkan nilai di akhir kelas yang bisa dibuktikan dengan adanya transkrip nilai.
Selain kegiatan mengajar dan belajar di universitas, seorang FLTA juga bisa mengikuti berbagai kegiatan mahasiswa dan masyarakat di Amerika. Misalnya diskusi bersama komunitas muslim, komunitas Indonesia atau Asia-Amerika yang ada di Amerika. Selain itu, kalian juga bisa mengikuti kegiatan diluar kampus berdasarkan hobi yang kalian miliki seperti berkebun, menari, musik, olahraga, dan masih banyak lagi.
Hal yang paling aku sukai dari beasiswa ini adalah banyaknya teman dan jejaring yang bisa kita dapatkan dari berbagai negara di dunia. Di universitasku, ada lima orang rekan FLTA yang berasal dari Thailand, Turki, Peru, Rusia, dan Algeria. Tidak hanya itu, program ini juga menghubungkan penerima beasiswanya karena selalu ada kegiatan bulanan yang dapat diikuti misalnya seperti selebrasi Halloween, Black Heritage Month, Women’s March, dan masih banyak lagi. To sum up, FLTA is not only a scholarship but also a chance to build friendships!
Penutup
Tidak pernah terbayangkan sebelumnya bisa menjadi seorang asisten pengajar dan mahasiswa magister di salah satu universitas ternama di dunia. Bagi teman-teman yang masih mengejar mimpi untuk belajar atau bekerja diluar negeri, teruslah berusaha dan bermimpi. Tingkatkan kualitas diri dengan terus belajar, berorganisasi, ikut kegiatan sukarelawan, perbanyak teman dan komunitas yang positif, serta berkarya dengan sepenuh hati.
***
Editor: Nefertiti Karismaida