Dari WHV Menuju Karir yang Lebih Tinggi : Kisah Rizki Wijayati Slamet Menempuh Hidup di Australia Sebagai Alumni WHV

0
3712
Riski bersama suami dan kedua putrinya saat merayakan kelulusan study Bachelor degre-nya

***

Berangkat ke Australia dengan Working Holiday Visa

Dari WHV Menuju Karir yang Lebih Tinggi : Kisah Rizki Wijayati Slamet Menempuh Hidup di Australia Sebagai Alumni WHV
Riski Wijayati saat Graduation Ceremony di Victorian Institute of Technology. Sumber:Dokumentasi Pribadi

Rizky Wijayati atau yang lebih akrab dipanggil Kiki, adalah putri asli Sumatera barat yang pertama kali datang ke Australia dengan Working Holiday Visa. melalui WHV, ia sempat bekerja di sebuah pabrik Cokelat di Melbourne, Australia selama satu tahun. Dari pengalaman bekerja ini, Kiki terinspirasi untuk memulai karir yang lebih baik atau profesional di negeri Kangguru tersebut. Kiki mulai mencari jalan karir apa yang menjanjikan dengan peluang yang bagus di negara tersebut. Akhirnya setelah berkonsultasi dengan agent visa, ia disarankan mengambil jurusan IT, sebab peluang bekerja bidang ini cukup besar. Dengan memulai study ia dapat tinggal di Australia dengan Student Visa tidak lagi dengan WHV. Sebab kesempatan WHV hanya diberikan satu tahun .

Memilih melanjutkan study di bidang IT    

        

Dari WHV Menuju Karir yang Lebih Tinggi : Kisah Rizki Wijayati Slamet Menempuh Hidup di Australia Sebagai Alumni WHV
Riski bersama teman teman sesasa student di Victorian Institute of Technology. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Setelah mempertimbangkan banyak hal, Kiki memutuskan memilih jurusan IT untuk study-nya di Australia. Namun, Kiki harus menempuh jalur diploma terlebih dahulu sebelum bisa memasuki bangku Bachelor Degree. Hal ini disebabkan Kiki tidak memiliki basic di bidang IT ketika di Indonesia. Pendidikan S1 nya di tanah air adalah jurusan Bahasa Inggris. Perkuliahan Diploma menurut Kiki tidak terlalu padat, dimana iya hanya diberi timetable untuk hadir di kelas tiga hari sepekan. Dua hari untuk menyimak materi di dalam kelas dan satu hari digunakan untuk praktek di laboratorium. Untuk program ini Kiki harus menyelesaikan 16 unit mata kuliah selama 18 bulan masa study. Uniknya, program diploma di Australia tidak memiliki ujian. Mahasiswa cukup menyelesaikan assignment yang diberikan sesuai waktu yang telah ditentukan oleh kampusnya.

          Dengan ketekunannya, Kiki berhasil lulus program Diploma dengan baik dan dapat melanjutkan tingkat berikutnya, Bachelor Degree. Pada program ini Kiki mengambil spesialisasi Application development. Tentunya Kiki harus mulai belajar lebih serius sebab program Bachelor lebih chalengging. Pada setiap semester dilaksanakan ujian dan presentasi. Tambahan lagi, keaktifan menjadi salah satu indikator penilaian. Namun mahasiswa hanya diharuskan mengambil empat unit mata kuliah dalam satu semester, artinya selama empat semester ada 16 unit yang harus diselesaikan. Setiap unit sudah memiliki timetable sendiri sesuai aturan kampus. Meski demikian, mahasiswa boleh memilih untuk mengambil unit yang diinginkan.   

Dari WHV Menuju Karir yang Lebih Tinggi : Kisah Rizki Wijayati Slamet Menempuh Hidup di Australia Sebagai Alumni WHV
Riski bersama teman teman mahasiswa Indonesia saat liburan musim gugur. Sumber: Dokumentasi pribadi

Namun, menurut Kiki, program Bachelor degree di Australia sedikit lebih santai dibandingkan di Indonesia. Siswa hanya perlu hadir setiap pekan empat jam pada tiap unit yang diambil. Jika student butuh untuk ke laboratorium hal ini sangat mudah dan sifatnya optional. Setiap assignment hanya perlu di submit online, tidak perlu menyerahkan hard copy-nya. Tetapi setiap tugas yang di submit haruslah melalui proses deteksi plagiarism yang sudah disediakan oleh kampus. Semua assignment di Australia haruslah original karya mahasiswa yang bersangkutan. Apabila terdeteksi adanya karya palsu atau plagiarism maka akan berakibat fatal atau memperoleh nilai Failed.

            Karena mengambil speasialisasi Application development, Kiki harus menyiapkan Aplikasi sesuai aturan dari kampusnya. Aplikasi ini dibuat sesuai dengan tempat internsip yang dipilih oleh student pada semester ketiga dan ke empat.

            Meski mengakui sedikit kesulitan beradaptasi dengan bidang baru yang ditekuninya sebab tidak memiliki background IT ketika study di Indonesia. Kiki dapat mengatasinya dengan bantuan dan dukungan teman teman sekelasnya. Ia menjaga hubungan baik dengan sesama student dan trainer  yang ada di kampusnya.

Menjalani study sebagai Istri dan Ibu       

     

Dari WHV Menuju Karir yang Lebih Tinggi : Kisah Rizki Wijayati Slamet Menempuh Hidup di Australia Sebagai Alumni WHV
Risky bersama Gubernur Sumatera Barat saat menghadiri festival Minangkabau. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Selama masa study nya, Kiki sudah menjadi istri dan ibu dari dua anak gadisnya. Iya mengaku peran ini dijalankan dengan baik berkat bantuan dan dukungan suaminya. Kiki dan suami berbagi waktu untuk kuliah, bekerja dan menjaga anak. Sebagai student ia memiliki 20 jam kerja yang diijinkan oleh Imigrasi, begitu juga suaminya. Dengan demikian mereka bekerja sama menyesuaikan waktu agar masing-masing tetap dapat bekerja, Kiki dapat berkuliah dan mengurus kedua anak mereka.

Adanya kemudahan sistem di Australia terhadap student yang memiliki anak sangat membantu Kiki dan keluarga. Ia bercerita, ketika hamil, iya sempat mengajukan cuti ke kampusnya dalam waktu yang lama. Namun proses ini sangat mudah, ia cukup mengajukan surat permohonan dengan menyertakan surat dari dokter. Ia diberi waktu cuti selama enam bulan untuk persiapan melahirkan dan menunggu bayinya berusia tiga bulan. Setelah itu, Kiki kembali ke bangku kuliahnya.         

Study self-funded

Dari WHV Menuju Karir yang Lebih Tinggi : Kisah Rizki Wijayati Slamet Menempuh Hidup di Australia Sebagai Alumni WHV
Riski bersama keluarga dan teman temannya saat menikmati salju di Mount Hotham. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Riski menjalani study dari Diploma sampai Bachelor degree dengan biaya sendiri. Ia mengaku masalah financial dapat diatasi dengan penghasilan bekerja ia dan suami. Sebagai student, ia diijinkan bekerja 20 jam per dua pekan selama proses belajar berlangsung. Namun pada saat liburan, student boleh bekerja lebih dari 20 jam. Hal ini juga berlaku untuk suami Kiki, sebagai dependentnya. Demikian sesuai aturan Imigrasi bagi International Students di Australia.

Kiki sangat bersyukur dengan penghasilan bekerja tersebut, ia dan suami bisa membiayai kuliah dan hidupnya di Australia beserta kedua anaknya. Bahkan iya masih bisa tetap dapat membantu finansial orang tuanya di Indonesia dan menabung walaupun sedikit.

Profesional Year Program

Dari WHV Menuju Karir yang Lebih Tinggi : Kisah Rizki Wijayati Slamet Menempuh Hidup di Australia Sebagai Alumni WHV
Riski bersama keluarganya saat berlibur ke Sydney. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Setelah lulus study bachelor degree Kiki mengambil program Profesional Year yang setara dengan one year work experience. Program ini sangat membantu untuk memingkatkan pemahaman tentang bagaimana bekerja di Australia secara profesional. PYear ini dijalankan dengan bentuk tatap muka selama tujuh bulan serta melaksanakan internship selama tiga bulan. PYear Program membantu student membangun jaringan untuk kemudahan bekerja di Australia. Program ini juga meningkatkan employability skills dari siswa lulusan internasional untuk menyesuaikan diri dengan skill yang dibutuhkan untuk bekerja profesional di Australia.

PYear juga dapat memberi lima poin tambahan untuk mengajukan permohonan permanent resident.  Ketika ditanya apakah Kiki ingin mengambil Permanen Resident, ia menjawab dengan yakin bahwa ia ingin menjadi Guru di ELICOS (English language Intensive Courses for Overseas Students). Ia bercita cita melanjutkan study Master di bidang TESOL (Teaching English for Speaker of Other Language).

***


BAGIKAN
Berita sebelumyaGap Year: Dari Asa Hingga Beasiswa Tiga Negara Macan Asia
Berita berikutnyaThe Secret of Everything: Kisah Perjuangan Pasangan Pejuang Ilmu di Tanah Britania Raya
My name is Nurhamsi Deswila, my mother calls me Wila. I am the first child in my family from Muaralabuh, Solok Selatan, West Sumatera. I got married and I have one beautiful daughter. After getting a Master of TESOL degree at Monash University in 2019, I work as a lecturer in West Sumatera. Together with my friends, I also initiated a community project, namely, Solok Selatan Mendunia to share and support education in our regency. I am currently residing in Bukittinggi, West Sumatera.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here