Semua Mimpi Harus Diawali Kejelasan Tujuan dan Niat: Kisah Raisa Menempuh Studi di Kampus Ivy League, Amerika Serikat.

0
949
Raisa stood at the front entrance to Cornell University's School of Industrial and Labor Relations.
Raisa berdiri di depan gedung School of Industrial and Labor Relations. Sumber: Dokumentasi Pribadi.

Bagi banyak orang, melanjutkan pendidikan tinggi di Amerika Serikat, apalagi di kampus ternama yang masuk dalam jajaran universitas Ivy League, merupakan mimpi yang kerap dianggap mustahil terwujud. Namun demikian, bukankah segala sesuatu berawal dari mimpi? Raisa Nabila Junaidi, salah satu anak muda Indonesia yang berhasil berkuliah di Cornell University dengan beasiswa LPDP, telah membuktikan bahwa mimpi besar bisa tercapai asalkan dibarengi dengan niat yang tulus, tujuan yang jelas, dan usaha yang maksimal.

*****

Raisa Nabila Junaidi adalah salah satu anggota tim Analytics di manajemen Indonesia Mengglobal periode 2021-2022. Ia mendapatkan gelar sarjana dari Universitas Prasetiya Mulya pada tahun 2015. Lima tahun kemudian, tepatnya di tahun 2020, ia memulai kuliah S2 di New York School of Industrial and Labor Relation (ILR) Cornell University. Pada tahun 2022, Raisa mendapatkan gelar Master of Industrial and Labor Relations (MILR) Human Resources and Organizations dari kampus yang terletak di Ithaca, New York itu. Raisa juga mendirikan Cerdas Kolektif, sebuah consulting firm HR yang bergerak di bidang capacity building dan organizational improvement. Ia kini bekerja sebagai seorang Associate di organisasi riset yang berfokus pada sektor sosial. Hingga kini, Raisa sudah memimpin lebih dari 20 advisory projects dan pelatihan/coaching modules di bidang inklusi dan keanekaragaman, people analytics, serta budaya perusahaan (company culture). 

Perjuangan Raisa hingga berhasil diterima oleh salah satu universitas terbaik di Amerika Serikat sangatlah panjang dan berliku, namun kisahnya memperjuangkan impian menjadi bukti nyata pentingnya tidak hanya berani bermimpi tapi juga berani menetapkan tujuan dan meluruskan niat. 

Mewujudkan Mimpi Tidaklah Mudah, Namun Jerih Payah Pasti Terbayar Tuntas

“Sejauh yang aku ingat, aku selalu bermimpi melanjutkan pendidikanku di luar Indonesia, namun aku baru berkesempatan membuat mimpiku jadi nyata sekitar tahun 2017 atau 2018,” ungkap Raisa. “Latar belakangku manajemen pemasaran, tapi aku cukup beruntung bisa mengenal dunia manajemen sumber daya manusia melalui tempat kerjaku. Aku sempat memegang posisi sebagai marketing lead di salah satu start-up venture di Jakarta, kemudian aku sadar jika aku ingin meningkatkan kemampuan diri dan berkembang secara profesional, aku harus sekolah lagi.” 

The famous Clock Tower at Cornell University.
Clock Tower, salah satu landmark paling ikonik di Cornell University. Sumber: Dokumentasi Pribadi.

Awalnya, Raisa tidak yakin negara mana yang harus menjadi pilihannya. Ia sempat mencari tahu persyaratan untuk mendapatkan beasiswa di Inggris dan Belanda sebelum akhirnya menemukan  program yang cocok untuknya, yakni Beasiswa LPDP dari Kementerian Keuangan. 

“Aku senang akhirnya menemukan program beasiswa yang cocok, tapi itu baru langkah pertama dari perjuanganku,” kenang Raisa. “Aku harus mengelola waktuku dengan baik, termasuk membagi perhatianku antara beban kerja di kantor dan belajar buat ambil GMAT.” Raisa mengakui hal paling sulit dari serangkaian tahap pendaftaran ke Cornell University justru bukan mempersiapkan paperwork seperti mengumpulkan dokumen-dokumen penting atau menulis personal statement, tapi persiapan mengikuti tes-tes akademik yang diminta pihak universitas. Ia beruntung menemukan testing center dekat kantornya dulu di Cilandak, Jakarta Selatan, sembari berupaya sebisa mungkin menyeimbangkan kewajibannya sebagai pekerja kantoran dan kesibukannya menyempurnakan aplikasi S2. “Di sela-sela jam kerja, aku juga menyempatkan diri mengerjakan soal-soal latihan GMAT. Testing center tadi memberiku banyak PR untuk memastikan aku memahami betul format tes yang aku ikuti bahkan jauh hari sebelum tanggal pelaksanaan tes itu sendiri.”

Raisa spent a sunny day on the Cornell's Art Quad.
Raisa pada suatu siang yang cerah di Cornell’s Art Quad. Sumber: Dokumentasi Pribadi.

Kesan Pertama Tentang Ithaca

Raisa menikmati kehidupan sosial dan akademik di Ithaca, terutama karena para profesor di kampusnya sangat ramah dan suportif. “Semua profesor yang aku temui sangat menerima masukan dan saran yang jujur dari mahasiswa mereka dan selalu bersedia membantu bahkan di luar jadwal kelas sekali pun!” jelas Raisa. “Mereka sangat menghargai komunikasi yang terbuka dengan para mahasiswa dan dengan senang hati menerima kritik. Mereka juga mendorongku dan teman-teman sekelasku untuk bebas berpendapat.” 

Raisa tidak mengalami banyak kesulitan beradaptasi dengan lingkungan yang serba asing dan baru, kecuali ketika berhadapan dengan cuaca dingin. “Dibandingkan dengan Jakarta, cuaca dingin di sini terkadang menyebalkan. Saat musim semi, cuaca memang berubah hangat, tapi saat musim dingin suhu bisa turun sampai 5 derajat Celcius.” Hal lain yang membuatnya tidak kalah kaget adalah suasana Ithaca yang tenang, sepi, dan damai. “Suasana di Ithaca benar-benar berbeda dengan suasana yang sudah biasa aku hadapi di kota metropolitan yang hiruk pikuk. Ithaca terasa bagaikan kota kecil; aku jalan kaki ke mana-mana karena aku tidak bawa mobil dan memang di Ithaca saat itu jarang ada Uber.”

Kesalahpahaman Umum dan Fakta Tentang Manajemen Sumber Daya Manusia

Dalam pandangan Raisa, ada kesalahpahaman yang umum di masyarakat mengenai apa saja yang dipelajari oleh mahasiswa jurusan human resources management. “Saat aku memberitahu orang-orang tentang jurusan yang aku pilih, mereka berasumsi aku cuma belajar administrasi karyawan dan pengaturan gaji,” ujar Raisa. “Itu tidak benar. Bidang ilmu human resources adalah kombinasi dari manajemen perilaku, manajemen bisnis, psikologi, negosiasi, serta keterampilan berorganisasi, di samping berbagai ilmu sosial lainnya.”

Menurut Raisa, salah satu keuntungan menjadi mahasiswa Cornell University adalah kesempatan mengambil beragam mata kuliah interdisipliner di luar fakultas atau prodi kita. “Aku menyadari bahwa, sebagai orang yang akan menjadi pemimpin di industri human resources di masa depan, aku harus mampu berpikir secara strategis dan menguasai bagaimana cara mengolah data. Inilah alasan kenapa aku juga mengambil kelas-kelas statistik, misalnya. Tidak ada bidang studi yang bisa betul-betul berdiri sendiri karena selalu ada kerterkaitan antara macam-macam disiplin ilmu.”

Raisa posed in front of a blossoming cherry tree in Cornell University.
Raisa di bawah naungan pohon yang bunganya bermekaran di Cornell University. Sumber: Dokumentasi Pribadi.

Awali Ikhtiar Dengan Niat yang Lurus

Raisa tidak menyangkal bahwa rintangan terberat dalam meraih mimpi kita belajar di luar negeri adalah perasaan rendah diri atau rasa tidak pantas mendapatkan apa yang kita impikan. “Aku dulu juga pernah merasa rendah diri dan berpikir ambisi yang aku punya itu terlalu besar dan terlalu mustahil untuk jadi kenyataan. Tetapi, aku punya teman baik yang selalu menanyakan apa sih hal terburuk yang akan terjadi kalau kita berani bermimpi? Apa sih yang kita takutkan? Apa ruginya bermimpi? Sikap optimis temanku itu aku jadikan motivasi yang membuatku percaya tidak ada yang namanya mimpi yang terlalu besar asalkan kita berani mengambil langkah untuk mewujudkannya.” 

Di samping refleksinya soal mengalahkan rasa takut dalam menggapai mimpi, Raisa juga mengatakan orang-orang yang ingin belajar di luar negeri wajib memiliki tujuan yang jelas. “Kalian harus mempunyai niat yang kuat, mengetahui apa yang mau kalian raih, dan paham apa yang mendasari pilihan kalian,” terangnya. Ia ingin semua orang yang bermaksud melanjutkan studi di manca negara bisa berpikir matang dan tidak hanya termotivasi oleh hal-hal yang kurang substansial, seperti tekanan sosial, ikut-ikutan apa yang dilihat di media sosial, atau ingin mencoba peruntungan mencari jodoh di seberang lautan. “Tujuan utama kalian seharusnya adalah menuntut ilmu dan menjadi pribadi yang lebih baik, bukan? Jika niat kalian tulus, maka semesta akan membuka pintu yang memudahkan kalian mencapai semua mimpi, namun kalian harus mengawali segala sesuatu dengan niat yang lurus.” 

Semua Mimpi Harus Diawali Kejelasan Tujuan dan Niat: Kisah Raisa Menempuh Studi di Kampus Ivy League, Amerika Serikat.
Bagi Raisa, niat yang lurus adalah hal penting untuk diingat dalam mengejar mimpi. Sumber: Dokumentasi Pribadi.

Mimpi Belajar di Amerika Jadi Selangkah Lebih Dekat Dengan USAID TEMAN LPDP

Apakah kalian juga ingin belajar di universitas top Amerika Serikat seperti Raisa? Apakah kalian siap melangkah lebih dekat menuju mimpi-mimpi besar? Sekarang kalian tidak perlu bingung lagi harus memulai dari mana! Indonesia Mengglobal berkolaborasi dengan USAID TEMAN LPDP untuk mempermudah akses informasi terkait pendidikan sarjana, pascasarjana, dan doktoral di Amerika Serikat. Lewat partnership ini, IM dan USAID TEMAN LPDP akan menggelar webinar setiap bulannya dan juga memberikan reward bagi para partisipan Mentorship dan PhD Bootcamp yang tertarik melanjutkan pendidikan di Amerika Serikat selama partisipan memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Silahkan ikuti Instagram @usaidteman untuk mendapatkan berita terbaru tentang kerjasama ini!

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here