Kita baru saja merayakan kemerdekaan Indonesia yang ke-73 pada tanggal 17 Agustus kemarin. Suasana nasionalisme dan riuh perayaan di Indonesia masih kental terasa, apalagi Indonesia juga baru saja menghentakkan panggung dunia melalui pembukaan Asian Games 2018 yang megah! Tapi, bagaimana suasana perayaan hari kemerdekaan Indonesia di luar negeri? Salah satu editor kita, Riri, akan berbagi pengalamannya merayakan 17an di Auckland, tempatnya studi di tahun 2016. Dirgahayu Indonesia!
* * *
Kemeriahan perayaan 17 Agustus umumnya dirasakan saat masih berada di bangku sekolah. Mulai dari SD, SMP hingga SMA, saya tidak pernah absen terlibat dalam rangkaian kegiatan perayaan kemerdekaan, baik sebagai peserta maupun sebagai pelaksana. Kegiatannya tentunya sangat beragam dan diikuti dengan antusias oleh perangkat sekolah, baik murid, guru, pedagang di kantin, hingga petugas keamanan sekolah. Saya masih ingat jelas ketika mengikuti lomba kebersihan kelas bertemakan kemerdekaan. Saya dan teman-teman sekelas bahu-membahu mengecat dinding, membersihkan ruang kelas, mengganti tirai jendela, hingga membubuhkan hiasan khas kemerdekaan seperti umbul-umbul berwarna merah putih atau melapisi meja dengan kain berwarna merah. Untuk mendapatkan nilai lebih, kami sekelas pun kompak menggunakan baju bernuansa merah dan putih. Selain itu, ada berbagai perlombaan ala tujuh belasan seperti lomba makan kerupuk, balap karung, kompetisi masak, dan sebagainya. Wah, rindu ya masa-masa itu.
Nah, saat memasuki dunia perkuliahan, saya hampir tidak pernah mengikuti kemeriahan perayaan kemerdekaan. Rutinitas tahunan yang saya lakukan biasanya menonton upacara pengibaran dan penurunan bendera di Istana Negara lewat layar televisi. Berapa kali pun ditonton, upacara 17 Agustus di Istana Negara selalu menarik bagi saya maka ini selalu menjadi aktivitas tahunan. Selain itu, saya juga pernah mengadakan diskusi tentang nilai-nilai kemerdekaan dan sejarah perjuangan dengan teman-teman di himpunan mahasiswa, mumpung kuliah diliburkan pada tanggal tersebut. Tetapi tetap saja, perayaan kemerdekaan tidak semeriah ketika di bangku sekolah. Kemeriahan kemerdekaan pun semakin tidak berasa ketika saya bekerja di lembaga internasional pasca lulus Strata 1. Ritme dan budaya kerja yang sedikit berbeda membuat tanggal 17 Agustus tidak dirayakan dengan spesial.
Lantas, bagaimana sensasi perayaan kemerdekaan di Auckland?
Ketika saya berkuliah di Auckland, Selandia Baru, perayaan kemerdekaan justru sangat berkesan. Saya mengikuti perayaan kemerdekaan Indonesia yang ke-71 pada tahun 2016. Kemeriahannya persis dengan yang saya alami ketika masih bersekolah, tetapi dengan sensasi yang lebih mendalam. Mungkin dikarenakan sedang berada di negara asing sehingga rasa rindu kampung halaman karena berjuang mencari ilmu jauh dari ‘rumah’ memicu nasionalisme.
Rasa haru dan bangga ketika merah-putih berkibar di negeri asing benar-benar memberikan sensasi yang berbeda. Meskipun hanya dikibarkan pada tiang kayu berukuran pendek, bukan pada tiang besi berukuran tinggi. Meskipun bendera merah putih yang digunakan hanya berukuran 100×150 cm, bukan 200×300 cm seperti yang biasanya dikibarkan tim pengibar bendera ketika saya bersekolah di Medan dulu. Meskipun tidak dilaksanakan di sebuah lapangan luas tetapi hanya di dalam sebuah ruang tertutup yang tidak terlalu besar. Namun, ketika seluruh Warga Negara Indonesia yang hadir mengambil posisi berdiri siap, tegak, dan mantap menghadap bendera merah putih sembari mengumandangkan lagu Indonesia Raya, dada saya membuncah bangga dan kagum. Bahkan membuat mata saya berbinar dan merasa terenyuh. Khusus di hari tersebut, yurisdiksi asing ini tercium seperti ibu pertiwi. Tanah air Indonesia memang bukan sekadar titik-titik geografis, tetapi ia tumbuh di hati. Kami bawa jauh sekali kesini, ke tanah Selandia.
Pihak yang berperan di balik kemeriahan perayaan kemerdekaan di Auckland
Kemeriahan ini tentunya tidak terlepas dari kerja solid Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Auckland yang berkolaborasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Wellington dan juga Auckland Indonesian Community. Oiya, memang biasanya KBRI atau Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di setiap negara akan mengadakan perayaan kemerdekaan di kedutaan/konsulat atau di wisma, tetapi untuk Selandia Baru perayaannya hanya terpusat di ibukota Wellington saja. Maka bagi kami yang berdomisili di Auckland, perayaan kemerdekaan harus diinisiasi secara terpisah. Di Auckland, PPI Auckland lah yang menjadi motor penggerak, tentunya dengan mengantongi dukungan dari KBRI Wellington dan komunitas orang Indonesia di Auckland. PPI Auckland menyusun kepanitian jauh sebelum hari kemerdekaan, dengan melibatkan pelajar Indonesia dari berbagai universitas dan sekolah di Auckland. Lalu, secara kontinyu berkordinasi dengan berbagai pihak yang akan mendukung acara dan rutin melaksanakan pertemuan setelah jam kuliah/sekolah untuk memastikan acara dipersiapkan dengan matang.
Tentunya ketika berkuliah di Auckland, tidak ada ‘tanggal merah’ alias libur umum untuk merayakan kemerdekaan Indonesia. Dikarenakan tanggal 17 Agustus tidak selalu jatuh pada hari Sabtu atau Minggu, biasanya perayaan kemerdekaan dilaksanakan pada akhir pekan terdekat dengan tanggal 17 Agustus agar tidak berbenturan dengan jadwal kuliah ataupun jadwal kerja WNI yang ada di Auckland. Lalu, kami menyusun format acara dan memprediksi berapa banyak WNI yang akan hadir pada kegiatan tersebut sehingga kami bisa memilah-milih tempat pelaksanaan yang sesuai. Akhirnya, pada saat itu kami memutuskan untuk melaksanakan perayaan kemerdekaan di Mount Albert War Memorial pada tanggal 20 Agustus 2016 dari pukul 10 pagi hingga pukul 2 siang.
Ini nih format perayaan kemerdekaan yang dilaksanakan
Kegiatan yang dilaksanakan saat perayaan kemerdekaan pun beragam. Perayaan diawali dengan upacara bendera, lalu dilanjutkan dengan penampilan seni budaya berupa penampilan tim angklung dan tim tari tradisional. Berbagai lomba-lomba khas ‘tujuh belasan’ pun dieksekusi. Perlombaan dibagi menjadi dua kategori, yaitu untuk dewasa dan untuk anak-anak. Perlombaan yang dilaksanakan antara lain, balap karung sambil joget, lomba lari ‘guli dalam sendok’, dan makan kerupuk. Selama perlombaan berlangsung, terdengar riuh suara para pendukung atau alunan lagu-lagu dangdut sebagai musik pengiring lomba. Para pemenang diberikan hadiah sederhana, seperti voucher makan di restoran Indonesia di Auckland atau coklat dan permen.
Di saat yang sama juga berlangsung kegiatan bazaar makanan-makanan Indonesia mulai dari pempek, bakso, soto ayam, nasi uduk dan nasi kuning, es kopyor, hingga sate kambing. Pas sekali untuk melengkapi indahnya perayaan kemerdekaan di Auckland, perut kenyang maka hati pun senang. Oiya, tidak boleh ketinggalan, di salah satu sudut ruangan juga berlangsung lokakarya membuat batik loh! Sungguh, rasanya terobati kerinduan atas kampung halaman dengan meriahnya perayaan kemerdekaan tersebut. Ratusan orang menghadiri perayaan ini, bahkan ada di antara mereka yang merupakan penduduk lokal Auckland yang penasaran bagaimana sih perayaan 17 Agustus warga Indonesia yang ada di Auckland.
Begitulah perayaan kemerdekaan yang saya ikuti pada 2016 silam di Auckland. Artikel ini sengaja saya tulis dalam rangka kemerdekaan Republik Indonesia tahun ini. Selamat Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-73. Dirgahayu! Jayalah terus di darat, laut dan udara. Kami mencintaimu, dimanapun kami berada.
* * *
Photo credit: PPI Auckland