Berasal dari latar belakang keluarga yang sederhana, Ernanda Dalimunthe tidak menyerah untuk menggapai mimpinya. Keterbatasan justru menjadikannya semakin kreatif untuk mencari jalan. Mengikuti progam IISMA merupakan salah satu langkah yang diambil untuk mengembangkan potensinya.
Di artikel ini, Ernanda menceritakan pengalamannya mengikuti seleksi IISMA (Indonesian International Student Mobility Award) yang membawanya untuk belajar selama tiga bulan di Universitat Pompeu Fabra, Barcelona, Spanyol.
***
Keterbatasan finansial: bukan halangan untuk mengejar mimpi
Ernanda Dalimunthe adalah generasi pertama di keluarganya yang berhasil mengenyam bangku kuliah. Orang tuanya tidak memiliki kesempatan untuk menempuh pendidikan sampai ke jenjang sarjana, akan tetapi mereka selalu medukung cita-cita Ernanda—salah satunya untuk kuliah di luar negeri.
“Walaupun kami memiliki keterbatasan finansial, akan tetapi dukungan emosional dari orang tua menjadi motivasi terbesar saya, hingga saya berani untuk bermimpi tinggi,“ kata Ernanda.
Ernanda bercerita bahwa saat ia akan mendaftar IISMA, salah satu halangan terbesar adalah masalah finansial. Ya, mendaftar beasiswa memang membutuhkan modal secara finansial, terutama untuk membiayai tes-tes yang diambil, seperti TOEFL atau IELTS. Dengan tenggat waktu yang hanya 10 hari, Ernanda memutuskan untuk mengambil DuoLingo test, sebagai persyaratan untuk mendaftar IISMA.
Ia tidak berharap banyak waktu itu. Tapi, kemudian, namanya tercantum sebagai salah satu mahasiswa yang lolos seleksi. Sosok yang pertama ia beritahu kabar tersebut adalah orang tuanya. Yang menarik, orang tuanya merasa tidak kaget sama sekali.
“Ibu saya seperti sudah tahu kalau saya akan lolos. She believes in me,” ujar Ernanda.
Tentang program IISMA dan kota Barcelona
Ernanda mengakui, salah satu hal yang menyebabkan popularitas program IISMA cukup tinggi adalah unggahan-unggahan para awardee IISMA di media sosial. IISMA adalah kepanjangan dari Indonesia International Student Mobility Award, sebuah program pertukaran mahasiswa tingkat sarjana yang diinisiasi oleh Kemendikbudristek Dikti, dimana mahasiswa Indonesia diberi kesempatan untuk belajar selama satu semester di universitas di luar negeri yang menjalin kerja sama.
Pada program ini, mahasiswa diarahkan untuk mengambil jurusan di luar jurusan yang mereka ambil di Indonesia, untuk mendapatkan perspektif yang lebih luas yang akan mendukung kompetensi mereka setelah lulus nanti. Program ini dibiayai oleh Kemendikbudristek Dikti, dari mulai persiapan hingga kepulangan.
Menurut Ernanda, halangan terbesar yang ia alami selama proses pendaftaran IISMA adalah bagaimana mengelola pikiran dan emosi agar tidak stress, mengingat proses pendaftaran IISMA dilakukan bersamaan dengan proses belajar regular yang dilakukan di kampus. Ia mengamati banyak calon awardee IISMA yang selama proses pendaftaran IISMA melepaskan kewajiban lain yang mereka miliki dan juga kehidupan personal, untuk khusus menfokuskan diri pada proses pendaftaran. Hal tersebut justru dapat menyebabkan kepanikan dan kelelahan, baik secara fisik maupun mental.
Saat ditanya mengenai apakah pilihannya untuk mengikuti program IISMA di Barcelona karena keberadaan klub sepak bola Barcelona, atau keinginan untuk menjelajahi kota Barcelona, sebagai salah satu tujuan wisata di Eropa, Ernanda menggelengkan kepala. Ia mengaku, tidak begitu melihat kota yang ia pilih. Ia lebih berfokus pada universitas dan jurusan yang ditawarkan saat itu. Dan, Universitat Pompeu Fabra memiliki jurusan yang sesuai dengan minatnya tersebut. Meskipun begitu, ia mengakui bahwa Barcelona merupakan kota yang kaya akan budaya dan sejarah, yang membuat waktu tiga bulan selama tinggal di sana begitu berkesan.
Dosen yang bisa menempatkan diri sebagai teman: suatu hal yang tidak ditemukan di Indonesia
Selama belajar di Universitat Pompeu Fabra, Ernanda mengambil kelas yang berhubungan dengan minatnya pada topik globalisasi dan keberagaman. Salah satu hal yang membekas di ingatannya adalah model pembelajarannya yang lebih berfokus pada diskusi. Model pembelajaran tersebut memang lazin di negara Barat, dimana mahasiswa dituntut untuk bisa berpikir kritis dan membangun argumen.
“Sebelum masuk kelas, kami diberi reading list untuk dibaca sebelum kuliah. Saat di kelas, kami tidak mengulang lagi hal-hal dasar dari materi yang kami pelajari, tetapi diminta untuk mendiskusikan hasil dari apa yang kami baca, dimana seluruh mahasiswa yang berada di kelas dituntut untuk aktif,” tutur Ernanda.
Atmosfer seperti ini, bagi Ernanda, mendorong mahasiswa untuk belajar dengan antusias, tidak hanya untuk memenuhi kewajiban semata atau untuk mendapatkan nilai yang bagus.
Selain itu, ia sangat terkesan dengan relasi antara dosen dengan mahasiswa yang sangat terbuka, dimana mereka sangat mendorong mahasiswa untuk berani mengutarakan pendapatnya, walaupun itu bertentangan dengan pendapat para dosen tersebut.
Dosen juga menerima kritik dan saran dari para mahasiswa, dimana mereka tidak menempatkan diri sebagai sosok yang paling tahu. Mereka juga dapat menempatkan diri, baik sebagai teman maupun professional. Menurut Ernanda, itu adalah suatu hal yang baru ia temui saat belajar di Universitat Pompeu Fabra, Barcelona.
Bagaimana IISMA membantu Ernanda mengembangkan diri
Ernanda mengatakan bahwa program IISMA membuka banyak pintu kesempatan untuk dirinya. Saat berada di Universitat Pompeu Fabra, Ernanda berkesempatan untuk menjadi Student Representative untuk awardee IISMA yang berada di universitas tersebut. Dari pengalaman itu, ia banyak belajar mengenai kerja sama, kepimpinan dan mengalahkan rasa takut.
Saat ini, Ernanda juga aktif sebagai International Student Ambassador untuk Kantor Urusan Internasional di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta—tempat ia menempuh pendidikan S1. Ia banyak membantu rekan-rekannya dari universitas yang sama, yang ingin mendaftar program IISMA.
Tips membuat essay IISMA
Menurut Ernanda, essay memiliki bobot yang cukup besar dalam seleksi IISMA. Oleh karena itu, ia membagi beberapa tips berikut:
- Jangan mengulang-ulang informasi yang sudah dicantumkan pada berkas lain. Kita harus dapat memberikan informasi baru yang dapat membuat panitia seleksi IISMA melihat kita dengan cara yang positif.
- Beri perhatian khusus pada tata bahasa dalam penulisan essay. Banyak kandidat yang menulis essay dengan tata bahasa yang terlalu santai, seolah sedang berbicara dengan teman. Pastikan kamu dapat menyampaikan pemikiranmu secara jelas, tapi dengan tata bahasa yang sesuai.
- Jangan hanya menyebutkan prestasi, tetapi juga tambahkan pengalaman, pemikiran, nilai-nilai pribadi yang kamu anut, yang dapat memberikan gambaran kepada tim seleksi IISMA mengenai siapa dirimu.
Pesan Ernanda untuk peminat IISMA :
Make sure you believe in yourself and don’t listen to others who are trying to bring you down or don’t believe that you won’t make it! Try first; it’s better to fail than not try at all. Don’t worry too much and don’t expect anything from the program. Have high hopes but zero expectations, don’t give up when you feel like you don’t do as well as you think you’re going to
And remember, IISMA is not your only chance. There are still many opportunities for you to go abroad out there besides IISMA. Not being accepted in this program doesn’t mean the end of the world, what’s important is having integrity and dedication to your future, as long as you keep those attitudes, you’ll reach your goal for sure.
***
Ernanda Dalimunthe adalah mahasiswa tahun ketiga Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. Ia mengikuti program IISMA untuk belajar selama tiga bulan di Universitat Pompeu Fabra, di Barcelona, Spanyol. Artikel ini ditulis berdasarkan wawancara Ernanda dengan Rizkiya Ayu Maulida, Content Director untuk regional UK dan Eropa di Indonesia Mengglobal.