Berkuliah di Luar Negeri: Tiga Pelajaran agar Tidak Minder dengan Mahasiswa Asing

0
1990
Belajar di kelas mancanegara bisa memunculkan rasa minder jika kepercayaan diri tidak dikelola dengan baik.

Kuliah di luar negeri menjadi salah satu kesempatan bagi pelajar Indonesia untuk berinteraksi dengan mahasiswa internasional. Namun, adakalanya mahasiswa Indonesia merasa inferior ketika berhadapan dengan mahasiswa asing. Dalam arikel ini, Aliya membagikan pengalamannya ketika berinteraksi dengan mahasiswa asing dan bagaimana caranya supaya tidak minder. 


 

Wah, ada bule! Foto yuk, ajak foto!

Eh, bule, tuh. Cakep ya..”

Pernah mendengar kalimat bernada seperti di atas? Mungkin kalimat-kalimat tersebut acapkali terdengar di kerumunan tempat wisata di Indonesia. Saat kita melihat sesosok atau sekelompok warga negara Barat (khususnya kulit putih), rasanya mereka adalah manusia “wah” yang lebih keren dari kita. Tanpa sadar, perasaan seperti itu dapat tumbuh dan tertanam menjadi mindset sebagian masyarakat Indonesia.

Mindset ini bisa menjadi cikal bakal rasa minder, atau dikenal pula dengan istilah “inferior”; suatu perasaan merasa lebih rendah daripada orang atau kelompok lain. Dimulai dari membandingkan diri kita dengan orang lain, lalu kita merasa memiliki lebih banyak kekurangan dibandingkan mereka.

Suasana presentasi ketika bekerja kelompok.
Suasana presentasi ketika bekerja kelompok.

Perasaan inferior yang dibiarkan dapat menjadi momok bagi para pelajar Indonesia yang sedang dan/atau akan menempuh studi di luar negeri.

Saat pertama tiba di negara studi tujuan, kita bisa melihat mahasiswa-mahasiswa bule seolah mereka semua pasti lebih “wah” dan lebih baik dari kita. Alhasil, kita bisa menjadi tidak percaya diri dan sulit untuk maju.

Tak dipungkiri saya pun pernah mengalaminya.

Apa yang saya coba lakukan untuk mengatasi perasaan inferior tersebut?

Berinteraksi dalam group work atau kerja kelompok dapat menjadi media ampuh untuk mengamati dan mengenal lebih dekat mahasiswa-mahasiswa internasional, yang kemudian bisa turut meningkatkan kepercayaan diri kita.
Berinteraksi dalam group work atau kerja kelompok dapat menjadi media ampuh untuk mengamati dan mengenal lebih dekat mahasiswa-mahasiswa internasional, yang kemudian bisa turut meningkatkan kepercayaan diri kita.

Yang pertama, saya akui dan sadari bahwa saya memang sedang merasa inferior karena sebetulnya hal tersebut wajar saja sebagai manusia.

Selanjutnya, saya mencoba mengontrol dan mengolah rasa itu agar bisa menjadi pijakan untuk lebih maju. Ada satu hal lain yang saya ingat bahwa jika saya sudah berhasil sampai di kampus yang saya tuju ini, berarti saya sebetulnya sudah dikaruniai kemampuan untuk menghadapinya.

Cara jitu bagi saya untuk bisa mengolah rasa inferior menjadi pijakan untuk maju adalah hadapi dan cari tahu langsung! Iya, jalani saja dulu, gak perlu mundur.

Biarkan diri kita melihat langsung seperti apa fakta di lapangan. Benarkah dugaan bahwa, dalam hal ini: mahasiswa bule selalu lebih pintar dari mahasiswa Indonesia atau Asia?

Akhirnya saya mencoba mengamati proses pembelajaran di kelas. Ternyata, dugaan awal bahwa mahasiswa bule selalu lebih baik (pintar, cermat, dll) dari mahasiswa Indonesia atau Asia itu keliru.

Misalnya, saat sesi tanya jawab, ada mahasiswi bule yang bertanya pada dosen, yang mana jawaban dari pertanyaan tersebut sudah dijelaskan oleh dosen sebelumnya (dan saya pun tahu karena saat itu berhasil menyimak dengan baik). Saat dosen melemparkan pertanyaan ke kelas, saya dan beberapa teman Indonesia malu untuk menjawab atau takut salah. Ternyata ketika dosen membahas jawabannya, jawaban kita benar dan termasuk jawaban yang bagus. Sedangkan mahasiswa bule di kelas tak sedikit juga yang mungkin tidak tahu jawabannya.

Contoh lainnya, dalam berbahasa Inggris. Mahasiswa Belanda terkenal mahir berbahasa Inggris, lebih baik dari mahasiswa negara Eropa lainnya. Namun, karena mereka bukan English native speaker jadi pasti tetap ada kekurangannya.

Benar saja, kemahiran berbahasa Inggris mahasiswa Belanda lebih terkhusus pada speaking dan listening. Usut punya usut, memang pelajar Belanda sudah dibiasakan untuk berani dan tidak takut salah sejak pendidikan dasar. Sehingga wajar saja jika bicara bahasa Inggris mereka lancar.

Untuk writing, reading, dan grammar, banyak mahasiswa Asia dan Indonesia yang jauh lebih baik dari mahasiswa Belanda, atau bahkan negara Eropa non-English lainnya. Kadang kala teman Belanda saya menanyakan spelling dari suatu kata bahasa Inggris pada saya, atau padanan kata yang cocok untuk suatu kalimat tertentu dalam suatu tulisan.

Kunjungan lapangan ketika kerja kelompok.
Kunjungan lapangan ketika kerja kelompok.

Lalu apa yang bisa saya dan teman-teman pembaca ambil pelajarannya?

Pertama, ternyata baik mahasiswa bule atau mahasiswa Indonesia itu sama saja. Apa kesamaannya? Sama-sama punya kelebihan dan kekurangan.

Betul, mahasiswa bule lebih pintar, tapi juga ada kekurangannya. Sebaliknya, mahasiswa Indonesia juga tidak selalu berarti lebih buruk atau bodoh, pasti banyak pula kelebihannya. Yang baik dari orang lain kita jadikan contoh, yang baik dari diri sendiri kita kembangkan, dan kekurangannya kita perbaiki.

Jika mahasiswa Indonesia lebih pintar atau lebih baik dalam hal teoretis, pemahaman materi, atau logika berpikir, maka kita bisa pertahankan dan kembangkan. Jika mahasiswa Belanda atau Eropa pintar dan lancar berbicara bahasa Inggris karena mereka berani dan tidak takut salah, kenapa tidak kita tanya mereka dan terapkan cara agar tidak takut salah berbahasa. Jika masalah kita selama ini ada di asumsi bahwa orang lain akan men-judge saat kita salah bicara atau memilih kata, coba tanyakan ke teman-teman internasional kita, benarkah mereka begitu?

Berdasarkan pengalaman saya, kemungkinan besar mereka akan menjawab tidak. Mereka tidak peduli padanan kalimat kita saat berbicara selama mereka mengerti maksudnya. Pun jika kita salah berargumen, itu adalah hal yang biasa. Komunitas pelajar internasional biasanya memang lebih terbuka sehingga cukup baik menjadi media pengembangan diri.

Kedua, merasa inferior tentu ada batasnya. Jangan sampai rasa inferior berkembang menjadi sebuah inferiority complex, di mana rasa minder sudah tertanam kuat di alam bawah sadar kita, bersifat destruktif.

Apalagi sampai merasa bahwa kita harus menjadi sama seperti orang lain yang kita anggap lebih baik dari kita. Jika tidak sama, maka seterusnya kita merasa diri kita lebih buruk. Terinspirasi kebaikan dan menerapkannya pada hidup kita tentu sangat baik, tapi tidak perlu pada semua hal.

Mengutip dari perkataan salah seorang psychotheraphist, Mark Tyrrel, “But being inspired by someone means assimilating some of their traits into who you are. It doesn’t mean trying to have their exact same life. … it does mean that we can get by much better when we don’t try to be someone else.” Maka mengenal diri menjadi poin penting di sini. Apa kelebihan yang harus dipertahankan dan dikembangkan, apa kekurangan yang harus diperbaiki atau dikoreksi, hanya kita yang tahu.

Ketiga, saya pun menyadari bahwa rasa inferior pada diri saya bisa timbul salah satunya  karena kultur sekolah yang negatif, dalam hal ini: “siswa takut salah”. Di Indonesia masih lazim kita temukan pelajar sekolah yang takut maju, takut menjawab, dan takut-takut lainnya, disebabkan takut salah atau takut disoraki teman-temannya.

Kultur ini harus kita kesampingkan agar kita dan generasi selanjutnya bisa tumbuh menjadi pribadi percaya diri dan berani maju untuk kebaikan. Semua orang pasti pernah salah. Jadi tidak apa-apa jika melakukan kesalahan, selama kita terus berupaya untuk memperbaikinya.

Akhir kata, mengelola rasa inferior atau minder adalah suatu proses yang akan muncul berulang dalam hidup. Kadang kita bisa sangat lihai untuk mengatasinya, kadang akan sangat sulit. Maka tiap rasa itu muncul, sekali lagi, terima saja dulu, lalu jangan menyerah untuk terus mengendalikan agar rasa itu kembali ke fase normal; tidak membuat kita jadi rendah diri, namun juga tidak membuat kita menjadi sombong atau superior.

*Semua foto disediakan oleh penulis.

Editor: Haryanto

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here