Cerita Paramita Mendalami Industri 4.0 di Inggris dengan Beasiswa Women in STEM

0
326

Siapa bilang belajar dan berkarir di bidang Teknik Industri hanya untuk laki-laki? Di artikel hasil kerjasama dengan British Council Indonesia ini, Paramita Rupasari berbagi pengalamannya memulai karir di bidang industri manufaktur dan lanjut studi S2 jurusan Digital Manufacturing di University of Strathclyde, Inggris, sebagai penerima beasiswa Women in STEM dari British Council. Yuk, kita simak!

***

Hai Paramita! Bolehkah kamu sedikit perkenalkan diri dan ceritakan latar belakang bagaimana kamu bisa menempuh studimu di UK saat ini?

Hai! Perkenalkan, namaku Paramita Rupasari, biasa dipanggil Mita. Saat ini aku sedang berkuliah S2 jurusan Digital Manufacturing di University of Strathclyde di Inggris. Dulu, tahun 2016 sampai 2020, aku kuliah S1 jurusan Teknik Industri di President University. Lalu, setelah lulus aku bekerja di dua perusahaan swasta, yang pertama di Mattel, dan yang kedua di Wings Group. 

Entah bagaimana, waktu pertama kerja di Mattel, aku bertanggungjawab untuk sebuah proyek digitalisasi walaupun sebenarnya pekerjaanku adalah Quality Engineer, yaitu mengurusi kualitas produksi massal. Sejak awal sampai selesai bekerja disana, aku terus-terusan mendapat proyek digitalisasi. Awalnya proyek kecil-kecilan seperti membuat macro di Microsoft Excel, tapi kelamaan semakin kompleks. Aku sampai akhirnya me-manage seorang anak magang yang membantu aku coding, dan aku yang bikin konsep proyeknya.

Setelah beberapa lama, aku pindah ke Wings Group, sebuah perusahaan FMCG Indonesia. Di Wings, aku berperan sebagai Continuous Improvement Officer, dimana aku memegang proyek-proyek yang berhubungan dengan Industry 4.0 – bagaimana perusahaan bisa mengaplikasikan teknologi ke proses industri. Di posisi inipun aku fokus ke proyek-proyek digitalisasi. Dalam me-manage proyek-proyek ini aku merasa seharusnya ada best practices yang bisa aku terapkan di pekerjaan sehari-hari, karena approach-ku memang lumayan eksperimental. Dari sana, mulailah aku memikirkan tentang S2.

Sudah lama aku memang ada rencana untuk kuliah S2, tapi dulunya aku belum yakin mau jurusan apa. Awalnya aku pikir mungkin ingin kuliah bisnis atau manajemen. Tapi setelah bekerja di dua perusahaan ini, aku jadi bisa mulai membaca jalan karirku seperti apa, dan aku ingin mengembangkan skills di bidang digitalisasi industri. Setelah mencari-cari opsi, memang paling cocok ya jurusan Digital Manufacturing ini. Tak banyak universitas di negara-negara lain yang menawarkan program studi ini, jadi dari awal aku memang sudah yakin dengan tujuan universitas dan jurusannya.

Cerita Paramita Mendalami Industri 4.0 di Inggris dengan Beasiswa Women in STEM

Apa yang menginspirasi kamu untuk memulai dan melanjutkan studi di bidang teknik?

Waktu SMA dulu, sejujurnya aku memang lebih suka hitungan dibanding hafalan. Selain itu, setelah aku riset-riset, ternyata bidang teknik itu proyeksi kedepannya bagus. Aku baca, di tahun 2028 nanti, employment di bidang STEM diproyeksikan akan bertumbuh sekitar 8,8%. Tipe-tipe pekerjaan di bidang teknik tidak akan habis termakan zaman, dan selalu akan ada opportunity untuk lulusan teknik.

Setelah lulus S2, aku lihat banyak teman-teman sejurusanku yang melanjutkan karir di bidang non-teknik. Tapi aku tetap melanjutkan di teknik karena aku suka ke lapangan, suka ke production field. Pekerjaan di lapangan ini menyenangkan untukku karena tidak monoton. Memang pekerjaan di bidang teknik industri ini mayoritas digeluti laki-laki, tapi aku percaya sebenarnya perempuan juga tidak kalah dalam bidang ini. Aku ingin menunjukkan bahwa perempuan di bidang teknik bisa menawarkan hal yang berbeda yang melengkapi perspektif laki-laki.

Bolehkah kamu ceritakan lebih lanjut tentang apa yang kamu pelajari di program studi S2-mu sekarang?

Jurusan Digital Manufacturing ini di bawah fakultas Engineering. Singkatnya, kami belajar tentang Industry 4.0 dan cara implementasinya di bidang manufaktur. Jadi kami mendapat kombinasi dari aspek teknis dan manajemen. Di semester pertama, kami fokus di aspek teknis dimana kami belajar Manufacturing Automation, Machine Learning, dan Product Design menggunakan teknologi Industry 4.0. Di semester kedua, kami fokus di aspek manajemen, seperti Systems Thinking and Modelling, Innovation Management, dan sebagainya. Untungnya ini memang sesuai dengan apa yang aku inginkan.

Cerita Paramita Mendalami Industri 4.0 di Inggris dengan Beasiswa Women in STEM

Apa aspirasi karirmu kedepannya, dan bagaimana rencanamu untuk mencapainya?

Untuk aspirasi jangka panjang, aku ingin membuat semacam NGO yang bisa memberikan bantuan gratis digitalisasi untuk UMKM di Indonesia. Misalnya, menerapkan sistem barcode, kode QR, atau RFID untuk bisnis kecil dan rumahan. Sebenarnya aplikasinya tidak sulit, tapi banyak yang takut karena memang tidak mengerti. Dananya bisa jadi dari program CSR perusahaan-perusahaan besar, dimana dana bisa diubah jadi teknologi. Tapi, menuju aspirasi itu memang tidak bisa langsung jadi.

Dalam jangka pendek, aku berencana bergabung di perusahaan consulting. Aku rasa, sebagai konsultan, aku akan bisa bertemu berbagai macam orang dan berbagai macam isu. Hopefully, jadi eksposur ke pengalamannya jadi lebih banyak.

Kendala-kendala apa saja yang pernah kamu alami sebagai seorang perempuan di bidang STEM, dan bagaimana kamu menghadapinya?

Untungnya selama kuliah S1 dan S2 tidak ada kendala yang berhubungan dengan gender. Mungkin paling terasa aku sebagai minoritas di tiap kelas. Misalnya, sekarang di salah satu kelasku di S2, hanya ada 2 perempuan dari 30 orang. Tapi di kelas atau kerja kelompok, aku merasa teman-teman sekelasku tetap menghargai opiniku dan tidak mempermasalahkan aku perempuan.

Waktu berkarir, aku sempat merasakan sedikit kendala waktu aku harus memimpin sebuah proyek dimana aku merasa di-underestimate di awal proyek karena aku perempuan. Tapi ya sudah aku maju saja, dan lama-kelamaan kepercayaan tumbuh dari orang-orang yang tadinya tidak yakin dengan kemampuanku. Jadi kendala utamanya adalah prejudice dari orang-orang tersebut.

Bolehkah kamu ceritakan pengalamanmu mendaftar beasiswa Women in STEM dari British Council?

Aku awalnya memang menemukan program studinya dulu, sebelum beasiswanya. Seperti yang aku ceritakan, aku memang mencari program studi yang spesifik dengan perjalanan karirku, dan rata-rata memang program studi yang ada di Industry 4.0 berlokasi di Inggris. Akupun mulai rutin membuka website kampus, dan disanalah aku mempelajari tentang beasiswa ini.

Untungnya, untuk beasiswa Women in STEM ini kita tidak harus mendapat Letter of Admittance dulu, jadi aku bisa langsung mendaftar ke beasiswanya. Selain itu, di proses pendaftarannya tidak ada tahap wawancara, jadi semua bergantung dari CV dan esai. Aku pun harus mempersiapkan strategi penulisan esai dengan matang, karena esai ini adalah satu-satunya kesempatanku untuk merepresentasikan pemikiran dan rencanaku kedepan. Jadi, aku benar-benar mempersiapkan esai ini sebaik mungkin.

Cerita Paramita Mendalami Industri 4.0 di Inggris dengan Beasiswa Women in STEM

Saran apa yang ingin kamu berikan kepada para perempuan yang ingin menjalani studi dan karir di bidang STEM?

Potensi karir di bidang STEM sangat besar kedepannya. Lalu, biasanya pekerjaan-pekerjaan di bidang STEM ini bukanlah pekerjaan yang bisa dengan mudah digantikan oleh teknologi, jadi secara jangka panjang potensinya sangat bagus. 

Untuk stigma-stigma lama bahwa bidang ini hanya untuk laki-laki, ternyata kenyataannya stigma ini tidak benar. Justru perempuan membawa cara berfikir dan karakter-karakter yang berbeda dan bisa bersaing dengan laki-laki, bahkan bisa jadi lebih unggul.

Terima kasih Mita! Apakah ada pesan-pesan lainnya yang ingin kamu sampaikan?

Dari pengalaman pribadiku, ternyata tinggal di luar negeri bisa mengubah cara pandangku terhadap kehidupan. Aku jadi bisa belajar perspektif-perspektif lain. Dulu aku berpikir cara pandang hanya ada satu, tapi setelah mengobrol dengan orang-orang dari negara-negara lain, aku menyadari bahwa banyak sekali cara pandang dari berbagai penjuru dunia. Dari situlah aku jadi bisa belajar menghargai perbedaan. Aku jadi memahami bahwa setiap orang ada cara hidupnya masing-masing.

*** 

Cerita Paramita Mendalami Industri 4.0 di Inggris dengan Beasiswa Women in STEM

Paramita adalah mahasiswa S2 jurusan Digital Manufacturing di University of Strathclyde dan penerima beasiswa Women in STEM dari British Council untuk tahun ajaran 2023/2024. Ia memiliki tiga tahun pengalaman bekerja sebagai project manager Industri 4.0 di bidang manufaktur, dan pernah dinobatkan sebagai Rookie of the Year oleh Quality Department perusahaan Mattel, Inc., di tahun 2020. Sebelumnya, ia menyelesaikan studi S1 jurusan Teknik Industri di President University sebagai penerima beasiswa Bright Full Scholarship, dan berhasil lulus dengan cum laude.

***

Informasi mengenai beasiswa Women in STEM British Council dapat diakses di British Council Women in STEM Scholarships | British Council


BAGIKAN
Berita sebelumyaAn Inward Journey: Finding My Way Back Home
Berita berikutnyaSuasana Ramadan di Negeri Ginseng
Arnachani Riaseta, or Chani, served as the President of Indonesia Mengglobal in 2023-2024. She is a business sustainability professional based in Stockholm, Sweden. She completed her second master degree in business and management at Stockholm School of Economics, Sweden. She completed her first master degree in Asian Studies from Nanyang Technological University, Singapore, and her bachelor degree in International Relations from Bilkent University, Turkey.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here