Ketika masa kecil tergusur namun ketika muda justru mendunia. Mungkin itu lah yang bisa menggambarkan diri saya saat dulu dan saat ini.
Saya adalah orang Jakarta, namun mungkin nasib saya tidak seperti kebanyakan orang – orang yang hidup atau tinggal di ibu kota. Saya sudah mengalami pahitnya hidup berpindah-pindah karena penggusuran yang marak dilakukan tahun 1990an di Jakarta dengan alasan pembangunan ibu kota. Alhasil, kami sekeluarga pindah ke pinggiran untuk merasakan tentramnya hidup. Walaupun mengontrak rumah dan harus bersekolah di tengah – tengah sawah. Ya!! di tengah sawah, sehingga harus rela melawan arus banjir atau berlibur ketika musim hujan tiba. Belajar kelas sambil mendengar suara Sapi dan tak jarang harus menemui ular sawah di dalam kelas.
Hal tersebut saya rasakan sampai saya lulus SMP sehingga saya berfikir bahwa saya harus kembali ke Jakarta, menuntut ilmu di ibu kota, mengejar peruntungan dan menegaskan kembali status saya sebagai warga Jakarta, keturunan betawi, yang berhak mendapatkan hak-haknya walaupun sudah banyak tergerus oleh eksloprasi investasi dan juga pembangunan yang konsensi gusurannya masih tidak jelas hingga detik ini.
Saat di bangku SMA, saya berfikir bahwa saya harus menyudahi ini dan saya yakin bahwa pendidikan adalah kuncinya. Namun saya juga menyadari bahwa kemampuan akademik saya pas-pas an, saya bukanlah anak pintar yang selalu mendapat rangking di kelas. Namun saya selalu bersemangat dan aktif untuk berhimpun. Sehingga saya mulai ikut banyak kegiatan dan aktif berorganisasi.
Dengan berorganisasi ini, saya sadar bahwa saya mendapatkan banyak pelajaran, bimbingan, dan banyak pengetahuan yang tidak saya dapatkan di bangku sekolah. Saya yakin ini adalah salah satu jalan untuk bersaing dengan orang-orang pintar di bangku kelas.
Setelah lulus SMA saya pun masih aktif berorganisasi dan akrif di berbagai kegiatan kepemudaan. Dengan demikian, saya harus mundur satu tahun l, berkeliling Indonesia dalam kegiatan Pertukaran Pemuda Antar Provinsi, sebelum memantapkan diri duduk di bangku perkuliahan.
2009, Saya putuskan untuk memulai perkuliahan dengan mengambil Jurusan Hubungan Internasional, keinginan saya mengambil jurusan tersebut adalah untuk bisa lancar berbahasa inggris dan bisa pergi ke luar negeri. Namun kembali saya menyadari bahwa kemampuan akademik saya lemah, IQ saya hanya 110. Namun hal ini tidak membuat saya putus asa, sata yakin bahwa aktifnya saya di luar organisasi membuat saya bisa akselerasi pencapaian saya dan bisa bersaing dengan mahasiswa yang lebih pintar dan memiliki kemampuan akademik yang bagus.
Alhasil, saya aktif di berbagai organisasi dan kegiatan kemahasiswaan. Hal ini yang membawa saya terpilih menjadi duta muda Jakarta, Pemuda Pelopor Indonesia, Duta Bahari Indonesia, dan Menjadi Delegasi Indonesia di Konfrensi Lingkungan Internasional bergengsi di Jerman dan Penerima Beasiswa Model United Nations di Roma – Italy.
Fadlan dan teman seperantauan di KJRI
Pengalaman tersebut semakin menguatkan tekad saya bawha pendidikan adalah kunci untuk terlepas dari jeratan kemiskinan dan kehidupan yang pas-pas an ini. Pengalaman tersebut pula yang membawa saya menjadi staf khusus di DPD RI dan staf ahli di MPR RI sesaat setelah saya menyelesaikan kuliah S1 saya dalam 3 tahun 5 bulan.
Walaupun sudah bekerja di MPR RI dan juga sempat menjadi konsultan politik, keinginan kuat saya untuk melanjutkan studi ke jenjang S2 di luar negeri masih kuat, alhasil saya melamar beberapa beasiswa dan memantapkan hati untuk pergi ke Tiongkok saat mendapatkan beasiswa tersebut.
Saya percaya bahwa ada sesuatu dari pepatah kuno jaman nabi yang berkata “tuntutlah ilmu hingga ke megeri China”.
Saya mulai perkuliahan dengan kembali mengambil jurusan hubungan internasional di Zhejiang University yang saat ini menempati peringkat 50 universitas terbaik di dunia. Saya kembali menggelora, kebiasaan saya berorganisasi membawa saya menjadi pengurus PPI Tiongkok. Saya sangat aktif di organisasi tersebut. Namun, hal gersebut tidak menurunkan pencapaian saya di bidang akademik, Alhamdulillah saya lulus mendapatkan IPK 4.0.
Fadlan waktu wisuda Masters di China
Tidak puas dengan pencapaian pencapaian tersebut, saya coba mendaftar beasiswa yang lainnya setelah lulus s2 sehingga akhirnya saya mendapatkan beasiswa lain di Renmin University of China. Namun hal ini semakin membawa diri saya menggila untuk berorganisasi, sehingga akhirnya saya mencoba memberanikan untuk mencalonkam diri menjadi Ketua Umum PPI Tiongkok. Alhamdulillah, 2018 lalu saya dipercaya untuk menahkodai PPI dengan jumlah anggota terbanyak kedua di dunia itu.
Keaktifan dan inovasi yang saya bangun tersebut ternyata semakin membawa saya yakin bahwa saya dapat menajalankan amanah yang lebih dari yang sudah saya jalani. Dorangan teman-teman dan juga orang tua saya membawa saya untuk mengguguhkan kekuatan hati untuk mencalonkan diri sebagai koordinator PPI Dunia. Alhasil, Juli 2019 lalu saya mendapat kepercayaan tersebut.
Saya percaya bahwa setiap orang punya kelebihan yang bisa membawanya kepada pintu kesuksesan melalui jalannya masing-masing. Kuncinya adalah bagaimana kita bisa fokus pada kelebihan kelebihan kita dan bisa memaksimalkan potensi tersebut.
Mungkin, jika dulu saya tidak fokus kepada kelebihan yang saya punya dan berfokus untuk meningkatkan akademik saya sedangkan saya ssdar bahwa IQ saya cuma 100an, saya tidak dapat mencapai hal-hal yang saya dapatkan sekarang ini. Mungkin saya juga tidak dapat beasiswa-beasiswa dan bisa pergi ke berbagai negara.
Fadlan di salah satu petualanganya keliling dunia
Pesan saya kepada dream catcher adalah kenali potensi diri, kuatkan tekad dan luruskan niat atas segala pencapaian yang ingin di raih.