Mundur Satu Langkah untuk Melompat Ribuan Kilometer: Sebuah Titik Balik setelah Berkali-kali Gagal Lolos Seleksi Beasiswa

0
2207
Sinta saat mengunjungi kota Utrecht, dimana terdapat jalan yang bernama Javastraat (Jalan Jawa)

Orang bijak berkata, kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda. Akan tetapi, bangkit dan mengejar mimpi kembali, setelah mengalami kegagalan, seringkali lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Belum lagi harus menghadapi perasaan negatif yang muncul, seperti rendah diri dan putus asa. Ada juga yang harus sementara menunda cita-citanya, untuk fokus terlebih dulu pada kesempatan yang lain.

Pada artikel ini, Sinta Mahardita menceritakan proses yang ia lewati, pada rentang waktu 2014-2018, dimana ia harus mengalami kegagalan demi kegagalan, hingga akhirnya mendapatkan beasiswa yang ia impikan.

***

Halo, namaku Sinta Mahardita. Anak ke-3 dari 3 bersaudara. Aku mengambil jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian di Universitas Gadjah Mada di jenjang S1 dan selesai pada tahun 2011. Setelah itu aku bekerja di beberapa tempat, di antaranya Nestle Indonesia dan Gerakan Indonesia Mengajar. 

Tahun 2014, aku mulai mendaftar beberapa beasiswa, mengkhatamkan persyaratan dan tes-tes menembus beasiswa sambil bekerja menjadi asisten dosen dan tenaga pengajar TOEFL untuk mahasiswa. Namun, ternyata tahun tersebut belum menjadi rezekiku untuk lanjut S2. 

Karena “patah hati”, aku memutuskan untuk bekerja kembali secara profesional di tahun 2015 dan bergabung dengan startup makanan “Krakakoa” di Bandar Lampung yang membuat cokelat bean-to-bar. Tahun 2018 aku memutuskan untuk mendalami bidangku lebih lanjut dan mengejar beasiswa lagi.

Wageningen University: tempat yang tepat untuk belajar tentang pengembangan produk pangan 

Aku mengambil program Master Teknologi Pangan. Sistem Pendidikan yang digunakan menggunakan kredit ECTS (European Credit Transfer and Accumulation System), dimana untuk program master mempersyaratkan total ECTS sebanyak 120 selama 2 tahun. Dari 120 ECTS itu, 60 ECTS berupa teori di tahun ke-1 dan 60 ECTS berupa tesis dan magang di tahun ke-2. 

Mundur Satu Langkah untuk Melompat Ribuan Kilometer: Sebuah Titik Balik setelah Berkali-kali Gagal Lolos Seleksi Beasiswa
Kota Wageningen, kota di Belanda yang terkenal dengan keberadaan Wagenigen University Sumber: dokumentasi pribadi

Latar belakang pekerjaanku sangat beragam sepanjang 2012-2018, namun secara personal aku paling tertarik bekerja di area pengembangan produk, desain proses, dan secara jangka panjang ingin menjadi konsultan produk pangan.

Aku punya obsesi untuk bisa memiliki pengetahuan membuat produk dengan kualitas yang bagus di skala kecil, menengah, hingga industri. Karena Belanda, utamanya Wageningen University, memiliki proyek-proyek riset dan inovasi yang banyak diaplikasikan dari level start-up hingga industri, aku merasa tempat ini sangat cocok dengan tujuan studiku. 

Mundur Satu Langkah untuk Melompat Ribuan Kilometer: Sebuah Titik Balik setelah Berkali-kali Gagal Lolos Seleksi Beasiswa
Wageningen University, tempat Sinta menuntut ilmu. Sumber: https://www.indonesiawaterportal.com/pages/wageningen-university/info.html

2014-2018: Jatuh bangun mengejar beasiswa

Tahun 2014, setelah bekerja sekitar 2 tahun, aku memulai perjalananku sebagai pencari beasiswa. Karena tujuan studiku antara Belanda dan Australia, aku fokus pada beasiswa-beasiswa yang bisa memfasilitasi tujuanku bersekolah di kedua negara itu, antara lain Stuned, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), dan Australia Award Scholarship (AAS). 

Dari ketiga beasiswa tersebut, aku mengalami kegagalan di tahap administrasi (Stuned) dan wawancara akhir (LPDP dan AAS). Dari situ, aku mencoba mengevaluasi diri kenapa aku gagal, salah satunya karena motivasi studi yang tidak kuat.

Kata interviewer-ku waktu itu: “Mendapatkan pengalaman dan kedalaman ilmu itu pasti bagi seseorang yang belajar di tingkat master di luar Indonesia. Manfaatnya sangat bagus bagi pengembangan dirinya secara personal. But then, so what?” 

Tahun 2015, aku memutuskan untuk kembali bekerja secara profesional. Tujuannya adalah agar aku lebih paham isu riil di sekitarku dan apa yang bisa kutawarkan dengan basis ilmuku. Asyik bekerja membuat keinginanku sedikit luntur untuk melanjutkan sekolah. Namun di tahun 2017, saat mendapatkan kesempatan untuk belajar proses pengolahan coklat bean-to-bar di Belgia, aku jadi tersadar bahwa ilmuku masih sangat dangkal. Aku harus sekolah lagi. 

Mundur Satu Langkah untuk Melompat Ribuan Kilometer: Sebuah Titik Balik setelah Berkali-kali Gagal Lolos Seleksi Beasiswa
Mengembangkan inovasi pada produk pangan merupakan passion Sinta sejak dulu. Sumber: dokumentasi pribadi

Tahun 2018 aku mencoba melamar beasiswa VLIR-OUS untuk mengambil jurusan Teknologi Pangan dalam joint program Ghent University-KU Leuven jurusan Master of Food Technology. Kali ini, aku gagal karena kandidat lain memiliki latar belakang profesi yang lebih sesuai dengan apa yang dicari VLIR-UOS. 

Selain VLIR-UOS, aku melamar LPDP untuk kedua kalinya. Proses LPDP sudah berubah drastis pada tahun 2018 dibanding tahun 2014. Dari yang awalnya membuka 4 gelombang penerimaan per tahun, tahun 2018 LPDP hanya membuka satu kali penerimaan. Kali ini, LPDP memberlakukan seleksi yang lebih ketat, terutama untuk intake jalur reguler. Kukatakan “lebih ketat” dari segi daftar tujuan universitas dan passing grade cut off di tahap tes potensi akademik (TPA). 

Back then, aku merasa bahwa proses pencarian beasiswa yang terakhir ini adalah yang paling “santai”. “Santai” ini dalam artian aku tetap melakukan persiapan-persiapan seperti perbaikan skor IELTS, mengikuti program pendampingan aplikasi beasiswa (waktu itu aku mengirim aplikasi ke program mentorship Indonesia Mengglobal dan secara kebetulan mendapatkan mentor yang berasal dari universitas yang kutuju dari program yang sama!), belajar untuk tes potensi akademik, latihan wawancara beasiswa, dan diskusi perbaikan motivation letter

Namun, aku melakukan semuanya dengan enjoy dan tidak overthink, terutama menjelang wawancara, Wawancara kulakukan dalam Bahasa Inggris untuk 2 topik pertama: motivasi studi dan pengalaman kepemimpinan. Topik terakhir, yaitu wawasan kebangsaan, kulakukan dalam Bahasa Indonesia. 

Selama wawancara aku merasa seperti berdiskusi saja selama sekitar 45 menit. Tentang apa yang ingin kulakukan dengan ilmuku, profesi apa yang ingin kujalani di masa depan, isu apa yang bisa ditangani dengan ilmu yang kumiliki nantinya, apa kesulitannya dan bagaimana aku memikirkan solusinya.

Akhir tahun 2018, aku mendapatkan email bahwa aplikasiku diterima LPDP.

Tantangan terbesar: mengalahkan rasa rendah diri

Tantangan terbesar yang ku hadapi adalah bagaimana mengalahkan rasa rendah diri setelah mengalami kegagalan berulang-ulang. Terbersit pemikiran bahwa “mungkin memang kemampuanku ini engga cukup buat bisa survive sekolah di luar Indonesia kali ya”. Kadang punya sifat keras kepala dan penasaran yang enggak habis-habis tu ada positifnya: jalan terus dan selalu punya punya rencana. After this, then what? If I didn’t get this, what would I do? Which part of my application failed me to get what I want?

Mundur Satu Langkah untuk Melompat Ribuan Kilometer: Sebuah Titik Balik setelah Berkali-kali Gagal Lolos Seleksi Beasiswa
Bersepeda di sore hari, salah satu kegiatan favorit Sinta saat berada di Wageningen. Sumber: dokumentasi pribadi

Mundur satu langkah, untuk lari lebih jauh lagi

Ada kalanya aku merasa capek mengejar beasiswa, mempertanyakan apakah sekolah lanjut hanya untuk mengejar eksistensi atau punya tujuan lain. Kalau ada dari teman-teman yang sedang di fase kelelahan, kebingungan, dan rendah diri seperti ini, aku bisa menyarankan untuk berhenti sejenak. Take one step back to prepare for running further is definitely fine

Mendefinisikan ulang tujuan studi itu penting untuk mengenali kebutuhan diri. Dengan mengenali kebutuhan diri, aku jadi tahu apa bidang yang (lebih) kusukai dan ingin kudalami. Kalau sudah tahu, membuat perencanaan persiapan beasiswa menjadi lebih matang dan terarah.

Pesan untuk pejuang beasiswa 

Mungkin banyak yang akan mengomentari usahamu mendapatkan beasiswa dengan: “Ah, keburu kehabisan waktu” atau “Keras kepala banget sih, coba realistis sama kemampuan diri” atau “Belum sekolah tapi duit udah terkuras, nggak sayang?”. 

These could affect you mentally, financially, emotionally, you name it. But remember that it’s only you who needs to know how hard you work, Baby. Then the universe will support you, no matter what. Oh iya, tentu saja doa dan restu orang tua penting ya!

Editor: Rizkiya Ayu Maulida

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here