Waktu Akan Tiba Kuliah Di Amerika: Jatuh Bangun Munissa Demi Lolos LPDP

0
1960
Mahasiswa USC
Munissa (yang memakai topi merah) bersama teman-teman sesama mahasiswa. Sumber: Dokumentasi Pribadi.

Belakangan ini, banyaknya pilihan skema beasiswa dan maraknya seminar yang berhubungan dengan itu membuat semangat mereka yang ingin meneruskan pendidikan tinggi di luar negeri semakin berkobar. Di antara berbagai jenis beasiswa, LPDP masih menjadi salah satu yang paling terkenal dan diminati. Tentu saja, seperti beasiswa lainnya, tidak semua orang beruntung bisa lolos hanya dengan satu kali mendaftarkan diri. Kisah Munissa di bawah ini adalah sebuah pengingat bahwa kegagalan, jika disikapi dengan bijak, dapat dijadikan pelajaran.

****

Kesuksesan yang Tertunda

Munissa Sari Mahardika (28) adalah seorang mahasiswi program Master’s of Science bidang Digital Social Media di Annenberg School for Communication and Journalism, University of Southern California (USC). Perjalanan Munissa hingga berada di Amerika Serikat dipenuhi dengan batu sandungan yang memaksanya untuk melakukan refleksi dan evaluasi diri.

“Seingatku, seleksi LPDP memiliki tiga tahapan, termasuk tahap administrasi dan tes bakat skolastik. Untukku pribadi, aku sempat mengalami kesulitan saat pertama kali mengerjakan tes tertulis,” ungkapnya jujur.

“Kebetulan saat itu aku mempersiapkan aplikasi graduate school sembari tetap bekerja full time, jadi aku hanya bisa belajar untuk tes setelah urusan kantor selesai. Belajar sepulang dari kantor itu melelahkan dan sebenarnya kurang bagus, terutama karena perjalanan dari kantorku ke tempat tinggalku sangat hectic dan memakan waktu yang tidak sebentar. Kantor aku bertempat di Thamrin, sementara aku dulu tinggal di Bekasi.”

Dihadapkan pada rintangan tersebut, Munissa kembali memikirkan suasana belajar seperti apa yang lebih cocok untuknya. Ia juga tidak segan meminta opini dari atasannya.

I asked my boss for advice regarding effective studying skills,” ia menjelaskan, “dan aku juga membaca buku self-help berjudul Atomic Habits. Buku itu sangat membantuku membangun kebiasaan yang baik dan aku benar-benar merekomendasikan Atomic Habits bagi orang-orang yang juga butuh bantuan memupuk rutinitas yang sehat dalam keseharian mereka. Namun aku juga percaya kita semua harus bisa introspeksi diri. After all, cuma kamu yang mengenali diri kamu.”

Convocation
Munissa saat upacara pembukaan tahun akademis baru (Fall convocation) di USC. Sumber: Dokumentasi Pribadi.

Di samping menerapkan strategi dan tips praktis yang didapatnya dari membaca buku, Munissa bergabung dengan program Mentorship Indonesia Mengglobal. Menurutnya, menjadi bagian dari suatu komunitas yang anggotanya saling mendukung dan menguatkan itu penting, tidak hanya untuk memperluas jejaring pertemanan tapi juga untuk menjaga diri dari perasaan ragu, khawatir, atau panik yang berlebihan.

Perempuan berhijab dan berkacamata
Munissa Sari Mahardika, mahasiswi University of Southern California. Sumber: Dokumentasi Pribadi.

“Teman-teman yang aku kenal dari program Mentorship sampai sekarang masih akrab dan ekstra sabar mendengarkan curhat atau keluh kesah masing-masing,” kata Munissa, “dan aku betul-betul menghargai pertemanan itu. Ketika di antara kami ada yang takut ditolak universitas idaman, misalnya, atau cemas sebelum mengikuti tes akademik, pasti selalu ada yang mengingatkan you have done your best. Kalimat itu aku pegang sampai sekarang. Kalau kita yakin kita memang sudah melakukan yang terbaik, seharusnya kita punya peace of mind dan menjadi lebih tenang. Selain itu, kita harus percaya pada diri sendiri. We need to believe our time will come. Jika hari ini kita gagal, bukan berarti kita akan selamanya gagal.”

Biarpun Munissa mengamini bahwa kepercayaan diri bisa mengantarkan kita pada kesuksesan, ia menambahkan satu hal lagi yang sejatinya tidak kalah penting: memahami kemampuan diri dan membuat skala prioritas. “Sejak awal, aku sadar aku punya time constraint yang membuatku tidak bisa memaksakan diri melamar beasiswa lainnya,” cetus Munissa, “dan aku bersyukur memilih untuk realistis. Tadinya aku berpikir untuk apply ke Fulbright juga, tapi tiba-tiba aku dikabari LPDP memajukan deadline pendaftaran dan akhirnya aku harus memilih salah satu. Aku rasa sudah sepatutnya kita melakukan sesuatu sepenuh hati karena apa pun yang dilakukan tidak dengan sungguh-sungguh hasilnya tidak akan maksimal. Ini berlaku tidak hanya untuk urusan melamar beasiswa tapi juga untuk mendaftar ke kampus impian, ya! Admission officers tahu kok mana pendaftar yang mengerjakan semuanya dengan niat dan mana yang doing it half-heartedly. Jauh lebih baik kalau kita punya priority list dua atau tiga kampus saja daripada mencoba daftar ke banyak kampus tapi akhirnya kita kurang fokus dalam menggarap aplikasi kita.”

Basketball game
Munissa menghadiri pertandingan football. Sumber: Dokumentasi Pribadi.

Proses Menuju University of Southern California dan Rencana ke Depannya

Munissa memilih USC sebagai tempatnya meneruskan pendidikan bukan hanya karena reputasi universitas tersebut tetapi juga karena ia yakin USC adalah satu-satunya universitas yang cocok untuknya dan bisa membantunya mewujudkan goals pribadi dan profesional.

USC greatly aligns with my values and priorities!” serunya. “Keinginan terbesarku saat ini hanya satu: menggali lebih dalam segala tentang digital media dan bagaimana itu bisa punya memberikan pengaruh baik untuk orang-orang yang bahkan di luar jangkauan geografis aku. Tambahan lagi, aku sangat menyukai learning objectives dan kurikulum yang ditawarkan USC.”

Saat sedang dalam proses mempersiapkan dan mengurus kelengkapan dokumen penunjang untuk melamar beasiswa, Munissa tidak lupa mendekati para lulusan program M.Sc Digital Social Media USC yang ia temukan lewat LinkedIn.

I cold messaged the alumni untuk mengetahui pengalaman mereka selama belajar di USC,” terangnya. “Aku ingin tahu apakah ekspektasi mereka terhadap USC sejalan dengan realita yang mereka hadapi sepanjang masa perkuliahan. Aku juga bertanya ke alumni apa saja kesulitan yang mereka temui di bangku kuliah, terutama struggles mereka menyelesaikan program dan mendapatkan gelar M.Sc, siapa saja dosen yang membimbing mereka, berapa banyak universitas lain yang mereka consider sebelum memilih USC, dan kenapa akhirnya mereka memilih USC dan bagaimana USC mengakomodasi kebutuhan mahasiswa. Dari cara mereka menjawab, aku semakin yakin USC adalah universitas yang aku mau. Testimoni alumni mengindikasikan mereka puas berkuliah di sana.”

Sejauh ini, Munissa bahagia dengan kehidupannya di Los Angeles, yakni kota di mana USC berada, walau di awal sempat ragu mengenai kehidupan di kota besar. Menurutnya, kebahagiaan tersebut berakar pada pengenalan diri yang baik–ia tahu apa yang ia mau dan juga tahu cara meraihnya.

Munissa juga sudah punya bayangan apa yang akan ia kerjakan setamat kuliah. Saat ditanya apa yang ingin ia capai seusai menamatkan studi di USC, Munissa menjabarkan mimpinya membuat workshop dan program bimbingan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang langsung terintegrasi dengan digital media. Hal tersebut dilatarbelakangi pengalamannya bekerja dengan suatu UMKM di Bekasi untuk capstone project. Di samping itu, Munissa juga bercerita almarhum kakeknya dulu adalah seorang pemilik bisnis kecil dan sang kakek membuatnya terpapar pada seluk beluk promosi produk dan jasa di dunia bisnis kecil.

“Aku bermimpi membuat semacam pelatihan setelah aku lulus dari USC,” terangnya, “dan selain mengambil inspirasi dari almarhum kakek, rencana ini terinsipirasi pula dari sebuah pertanyaan temanku yang menohok: what is the use of a degree from somewhere prestigious if you can’t have a social impact? Semakin aku mendalami potensi digital media, semakin aku sadar aku tidak mau cuma bekerja di korporasi besar atau perusahaan multinasional. Aku mau berkarya dan berbuat sesuatu yang berdampak nyata bagi sesama. Aku tidak mau menjadi orang yang tahu how to deal with the big fish tapi tidak mengerti cara membantu warga yang punya keterbatasan dalam mengembangkan UMKM mereka.”

Apa Keuntungan Menjadi Awardee LPDP?

Bagi Munissa, LPDP bukan hanya penyedia beasiswa namun juga lembaga yang peduli pada pemberdayaan, pengayaan ilmu, dan perkembangan diri para penerima beasiswa. Hal tersebut dapat dilihat dari komitmen LPDP dalam mendorong para awardee melebarkan sayap dan bergaul dengan berbagai macam sosok yang akan memperluas wawasan mereka.

Privilege paling utama dari menjadi penerima beasiswa LPDP adalah kesempatan berkoneksi dengan sesama scholarship recipients, sebab kami semua sering kali punya tujuan yang sama dan juga bisa saling berdiskusi bagaimana caranya menemukan keterhubungan antara apa yang kita pelajari di kelas dengan kondisi di Tanah Air,” ucap Munissa.

“Tapi privilege lainnya adalah banyaknya events yang digelar LPDP, termasuk saat masa Persiapan Keberangkatan/PK, di mana kami berkesempatan bertemu dengan figur-figur Indonesia yang hebat, berpengaruh, dan terkenal. Tidak setiap hari, bukan, kita bisa bertatap muka dengan figur tersohor dan terpandang sambil mendengarkan langsung cerita di balik kesuksesan mereka?”

Nasihat Munissa Untuk Para Pejuang LPDP

“Pengalamanku berjuang mendapatkan beasiswa mengajariku untuk have faith in myself sambil juga mencari orang-orang yang mendukungku dengan totalitas”, tutur Munissa. “Tetapi aku juga belajar untuk menjadikan kesuksesan orang lain sebagai penambah motivasi. Untuk apa iri pada orang lain yang sudah sukses? Kesuksesan mereka seharusnya kita lihat sebagai kesempatan bagi kita berguru ke mereka karena mereka sudah lebih berpengalaman.”

Khusus bagi pejuang LPDP yang menjadikan Amerika Serikat sebagai destinasi studi, Munissa berpesan agar tidak segan mengikuti sesi informasi online yang sering diadakan oleh universitas yang diminati.

If you join at least one of their online sessions, kalian akan tahu apakah universitas itu the perfect school for you,” katanya. “Dengan mengikuti sesi online, kalian juga akan melihat sendiri bagaimana anggota fakultas universitas tersebut berinteraksi dengan prospective applicants dan kalian akan tahu seperti apa vibes mereka. Tapi, sebelum ikut sesi online, pastikan kalian sudah membaca teliti website universitas tujuan kalian dan tulis semua pertanyaan yang kalian masih punya setelah membaca website.”

Indonesia Mengglobal Bermitra Dengan USAID TEMAN LPDP

Kesempatan belajar dari pengalaman orang lain bisa datang dari mana saja, baik face-to-face maupun online. Indonesia Mengglobal berkolaborasi dengan USAID TEMAN LPDP untuk mempermudah akses informasi terkait pendidikan sarjana, pascasarjana, dan doktoral di Amerika Serikat. Lewat partnership ini, IM dan USAID TEMAN LPDP akan menggelar webinar setiap bulannya dan juga memberikan reward bagi para partisipan Mentorship dan PhD Bootcamp yang tertarik melanjutkan pendidikan di Amerika Serikat selama partisipan memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Silahkan ikuti Instagram @usaidteman untuk mendapatkan berita terbaru tentang kerjasama ini!

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here