Fenomena imposter syndrome adalah pengalaman yang kerap kali dialami oleh mahasiswa/mahasiswi graduate school (S2/S3) termasuk Dwi, aluma Arizona State University yang menempuh studi S2 sejak Januari 2022 sampai Desember 2023 dengan beasiswa LPDP. Tetapi Dwi membuktikan bahwa passion kuat terhadap bidang ilmu yang digeluti bisa menjadi kunci untuk melewati fase surviving menjadi fase striving.
***
Dwi adalah guru Bahasa Inggris dari pulau Ternate, Maluku Utara. Ia menyelesaikan studi strata satu di Universitas Khairun Ternate dengan jurusan Sastra Inggris pada tahun 2018. Dwi sempat menjadi bagian English Access Program di Ternate, beasiswa kelas bahasa inggris gratis oleh U.S Embassy Jakarta untuk siswa-siswi SMA terpilih dimana Dwi berperan sebagai teaching assistant selama dua tahun sejak 2018 sampai 2020. Pada tahun 2022 atau tiga tahun pasca S1, Dwi memulai studi S2 dengan jurusan MA in English (Writing, Rhetorics, and Literacies) di Arizona State University terletak di Tempe, Arizona. Dwi kemudian mendirikan @Composing.Corner sebagai pedagogical platform for writing and teaching writing. Ia saat ini mengajar TOEFL di Universitas Khairun dan berperan sebagai koordinator di Mentari English Academy di Ternate, Maluku Utara.
Keresahan terhadap minimnya pengajaran penulisan antar Dwi sampai ke Amerika
Sebagai guru bahasa inggris, Dwi selalu menyadari bagaimana pendidik dan siswa sama-sama seakan menomorsatukan belajar Bahasa Inggris demi tujuan agar bisa speaking sehingga menomorsekiankan kemampuan writing. Hal ini mendorong Dwi untuk mencari jurusan yang secara spesifik membahas tentang ilmu kepenulisan. Ia kemudian menemukan program MA in English (Writing, Rhetorics, and Literacies) di ASU sebagai jawaban dari berbagai pertanyaan dan keresahan yang dialami selama mengajar. Dikarenakan tinggal di daerah timur Indonesia dengan fasilitas dan resources yang terbatas, Dwi mendaftar Beasiswa LPDP terlebih dahulu baru kemudian satu per satu melengkapi syarat dokumen untuk kemudian mendaftar ke kampus tujuan Arizona State University.
Fase imposter syndrome pada masa-masa awal perkuliahan S2 di semester satu
Fenomena perilaku sering merasa ragu dengan diri sendiri atau yang sering disebut imposter syndrome yang dulunya hanya didengar pun akhirnya dialami langsung oleh Dwi saat menjalankan semester pertama. Banyak tantangan dan penyebab fenomena ini bisa terjadi termasuk language barrier dimana teman-teman di kelas ada yang berbicara sangat cepat pun ada yang berbicara sangat pelan, perbedaan budaya belajar mengajar yang sangat student center dan casual, serta menyesuaikan diri dengan workload studi S2 yang tentu saja berbeda saat belajar di S1 dalam bentuk readings, assignments dan projects.
Namun semua tantangan tersebut bisa diatasi dengan mendisiplinkan diri dan perencanaan yang matang. Terlebih lagi Dwi sangat terbantukan dengan profesor-profesor yang tidak hanya sudah pasti ahli di bidang ilmu masing-masing tapi juga fleksibel kepada siswa dengan berbagai latar belakang yang berbeda. Semua komponen membantu Dwi melakukan adaptasi dan transisi sehingga bisa memberikan performance yang lebih pada semester selanjutnya. Hal yang perlu digarisbawahi adalah imposter syndrome perlu diakui dan jangan dianggap tidak ada sehingga nantinya dapat dihadapi dan ditemukan solusinya.
Melawan imposter syndrome dengan presentasi di konferensi-konferensi akademik
Sepanjang studi Dwi pun memberanikan diri untuk ikut terlibat dengan scholarly exposure di luar kelas dengan mencoba mendaftarkan academic paper dan research paper yang Ia kerjakan untuk dipresentasikan di forum-forum akademik. Tentu saja, Dwi tidak langsung diterima di percobaan pertamanya namun hal itu tidak mematahkan semangatnya. Dwi pun akhirnya diterima di berbagai konferensi-konferensi akademik di kampusnya sendiri maupun di kampus lain, konferensi yang pelaksanaannya bersifat in-person maupun online.
Sesuatu yang Ia pelajari adalah bagaimana ekosistem akademik yang menjunjung tinggi pendapat orang lain bisa membantu untuk membangun kepercayaan diri dan mengatasi fenomena imposter syndrome dikarenakan semua orang terbuka untuk terus belajar. Selain itu, hal yang tidak kalah penting yang bisa dijadikan pelajaran adalah passion yang kuat terhadap bidang ilmu yang digeluti dapat mengalahkan rasa takut melakukan presentasi di depan orang banyak dan berdiskusi tanya jawab tentang topik yang dipresentasikan.
Belajar memahami kompleksitas pembelajaran dan pengajaran penulisan
Selama studi Dwi pun menyadari bahwa permasalahan siswa yang kurang gemar belajar menulis tidak hanya terjadi di Indonesia. Bedanya adalah permasalahan ini sudah disadari dan mendapat perhatian di Amerika sejak lama, sehingga ada mata kuliah menulis yang diwajibkan untuk mahasiswa baru pada tingkatan S1 semua jurusan yang sifatnya wajib selama dua semester. Ada juga mata kuliah menulis yang sudah diberikan sejak bangku SMA. Beberapa hal ini mungkin bisa dikaji dan dipertimbangkan di Indonesia.
Untuk konteks Indonesia sendiri, kelas atau mata kuliah menulis dalam bentuk bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris masih belum ada dan atau belum banyak. Lebih dari itu masalah pembelajaran dan pengajaran penulisan pun perlu didefinisikan kembali. Contohnya apakah urgensi pengadaan kelas menulis dan apakah kelas tersebut akan dalam bentuk bahasa pertama (bahasa Indonesia) atau bahasa asing (bahasa Inggris). Satu hal yang pasti adalah mengajarkan bahasa Inggris sebagai bahasa jelas berbeda dengan mengajarkan bahasa inggris sebagai penulisan. Jadi, untuk memperbaiki pembelajaran dan pengajaran penulisan di Indonesia kelas menulis butuh terpisah dengan kelas bahasa.
***
Indonesia Mengglobal Bermitra Dengan USAID TEMAN LPDP
Kamu ingin mempersiapkan maupun memaksimalkan pengalaman studi di Amerika dan bingung mulai dari mana? Indonesia Mengglobal berkolaborasi dengan USAID TEMAN LPDP untuk mempermudah akses informasi terkait pendidikan sarjana, pascasarjana, dan doktoral di Amerika Serikat. Lewat partnership ini, IM dan USAID TEMAN LPDP akan menggelar webinar setiap bulannya dan juga memberikan reward bagi para partisipan Mentorship dan PhD Bootcamp yang tertarik melanjutkan pendidikan di Amerika Serikat selama partisipan memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Silahkan ikuti Instagram @usaidteman untuk mendapatkan berita terbaru tentang kerjasama ini!
Tentang penulis
Dwi Budidarma is a passionate English language teaching learner, educator and researcher who graduated from Arizona State University in Fall 2023 with MA in English (Writing, Rhetorics, and Literacies). Dwi also completed the Arizona State University TESOL Professional Certificate in the same year. Dwi founded Composing Corner after graduating from ASU as a pedagogical platform for writing and teaching writing to share his passion and concerns about the issue. Dwi is an alumna of LPDP RI (The Indonesia Endowment Funds for Education) and alumna of PCMI Maluku Utara (Indonesia International Youth Exchange Program) for Asean Students Visit India. Dwi was also part of the English Access Program site Ternate by U.S. Embassy Jakarta 2018-2020 as a teaching assistant for selected high school students from different schools in Ternate.
Dwi earned his Bachelor’s degree in English Literature in 2018 from Khairun University Ternate and has multiple years of EFL (English as a Foreign Language) teaching experience in Indonesia. Dwi’s research interests focus on Second Language Writing, TESOL, Applied Linguistics, & World Englishes and has published several scholarly works about the topics. Dwi was born and raised in Ternate, Maluku Utara and is now currently teaching TOEFL at Khairun University and serving as Coordinator of Mentari English Academy.